Charlie POVSejak malam itu, hubunganku dan Dita makin dekat. Aku bahkan tidak bisa melupakan malam itu. Malam ini aku akan memperkenalkan Dita kepada kakek. Aku sangat tidak sabar untuk hal itu. Aku juga tidak main-main saat mengatakan untuk bertanggung jawab atas bayi itu. Awalnya aku memang terkejut, hampir tidak percaya jika Dita hamil anak Firdaus. Lelaki berengsek itu sungguh membuatku kesal. Aku hanya takut, jika suatu saat Dita akan berpaling dariku, karena anak itu. Biar bagaimanapun, itu sedikit berpengaruh.“Hey, apa yang kau pikirkan di siang bolong begini?”Suara Dita yang sangat merdu memasuki gendang telingaku. Aku mengalihkan perhatian dari layar di depanku, dan berjalan ke arahnya.“Tadaa, aku sudah membuat bekal makan siang. Ayo makan dulu.” Dita tersenyum bahagia. Aku terpaku beberapa menit saat melihat senyumannya. Ini sisi lain yang baru saja dia tunjukkan. Hatiku hangat.Bekal? Ini juga kali pertama aku mendapat jatah bekal. Sudah setua ini aku, tapi tidak ada y
Dita POV“Wow, kau cantik sekali.”Pujian Charlie terdengar begitu aku keluar dari fitting room. Tapi, aku tidak yakin dengan diriku sendiri. Bajunya sedikit terbuka di bagian belakang, mengekspos punggungku. Charlie sudah berdiri sambil menatapku penuh sayang.Aku tidak bohong saat mengatakannya. Itu benar-benar terlihat jelas di bola matanya. Dia berbeda saat menatapku dengan orang lain. Bahkan Hansen sendiri mengatakannya padaku.“Tapi ini sedikit terbuka di belakang. You okay with that?” dia memberi komentar setelah memutari dress yang aku gunakan.Selain modelnya, aku juga merasa tidak cocok mengenakan dress yang harganya bisa membangun jalan tol ini. Tapi yah, kainnya sangat nyaman, dan membentuk tubuhku dengan sempurna. Aku bahkan hampir tidak percaya perubahan drastis tubuhku sejak dilatih oleh Charlie.Dia benar-benar mengubahku.“Sebenarnya tidak apa, tapi aku kurang percaya diri dengan bagian belakangnya, Charl.”“Wait. Sepertinya ada bagian yang kurang. Blazernya ketinggal
Dita POV“Charl….” Aku berhambur ke dalam pelukan Charlie setelah dia berdiri di ambang pintu.Aku legah. Insiden di aula itu tidak bisa membuatku tenang setelah tiba di apartemen. Kalut, bingung, dan sebenarnya apa yang terjadi di sana? Semua orang berteriak, dan semua memanggil ‘Tauke Besar’, itu artinya adalah Charlie.Wajahnya mungkin terlihat baik-baik saja. Tapi aku harus memastikan bahwa tidak ada satupun dari sudut tubuhnya yang terluka. Aku memutarinya, meraba setiap sudut.“Aku baik-baik saja, sayang. Apa kau terluka?”Tangan Charlie menahanku, dia tersenyum tapi seolah menahan sakit.“Maaf. Aku mengacaukannya lagi, harusnya aku tidak membawamu ke acara itu.”“Brat, siapa mereka?” Curis yang entah kenapa tenang saja sejak tadi melangkah ke sebelahku dengan wajah tenang. “Apa itu pekerjaan paman lagi?”“Aku tidak harus mengatakannya. Tapi dia sudah berakhir malam ini, kakek tidak memberi ampun lagi pada paman. Kali ini dia benar-benar keterlaluan.”“Well, baguslah. Aku bisa t
Tidak ada yang tahu jalan kehidupan seseorang. Semua penuh dengan teka-teki, dan seperti berjalan di jalan buntu. Firdaus tengah merenung, menatap Lady yang bahkan merasa tidak merasa bersalah sama-sekali. Tidak sedikitpun. Lelaki itu tersenyum seperti orang bodoh.“Mau kemana?”Langkah Lady berhenti, lalu menatap Firdaus yang sedang duduk di sofa sambil menonton dengan malas. Malam ini dia ingin clubbing dengan teman-temannya.“Ke club, ada masalah?”“Lady.”Firdaus menghela nafas. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan kemarahannya selama satu minggu ini. Tessa selalu mengatakan padanya untuk bermain secara bijak.Tapi makin di diamkan, Lady semakin menjadi-jadi. Entah anak siapapun yang tengah dikandungnya itu, tapi Lady sama-sekali tidak pernah menjaganya dengan baik.“Tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?” mata Firdaus tajam, dan lurus pada manik Lady. “Mengatakan apa?” Lady balas bertanya, menaikkan sebelah alisnya. Tapi tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia sedikit takut d
Pagi-pagi sekali Lady bangun. Membuatkan sarapan yang simpel, menyiapkan kemeja Firdaus yang masih tidur. Jika bukan karena permintaan Jack, tidak mungkin Lady mau bangun sepagi itu. Apalagi jadwalnya adalah pukul sembilan nanti.“Hey…sudah bangun?” Lady tersenyum, menatap Firdaus yang masih memasang wajah datar padanya. “Aku sudah menyiapkan sarapan, dan juga pakaianmu hari ini.”Kening Firdaus mengerut. Dia menatap Lady dari atas hingga bawah. Sudah rapi, dan ini masih pagi sekali untuk wanita itu.“Tumben.”Firdaus hanya diam saja. Tidak tersentuh sama-sekali. Jika ini terjadi sebelum dia mengetahui perselingkuhan sang istri, mungkin Firdaus akan merasa sangat senang. Dan tidak akan membandingkan dengan mantan istrinya. Tapi semua terasa hambar saat ini.Rasanya ini adalah lelucon di pagi hari. “Aku minta maaf karena semalam menamparmu. Selama ini mungkin sifatku tidak bisa memberikan kenyamanan untukmu. Itu benar-benar di luar kendaliku, aku sungguh minta maaf.”“Ya.”Kening Lady
Jack berlari ke arah Dita yang mendadak muncul dan menuju ke arah truk, berusaha untuk menghentikan wanita itu. Lady hendak mengejar, tapi Charlie menghambat. Menahan Lady, sambil tersenyum miring.“Dasar sialan, menyingkir dari sana, sialan.”Bruk—pukulan itu mengenai tepat di perut Jack. Dita tersenyum miring, sambil memainkan tangannya. Sebelum Jack berhasil meraihnya, dia kembali menghindar ke arah kiri. Pukulan Jack hanya mengenai angin.“Sialan, kau benar-benar wanita murahan. Sini kau, aku akan membunuhmu.”Dengan gerakan cepat, Jack berusaha menyerang lagi. Tapi gerakan Dita jauh lebih cepat. Lagi-lagi pukulan itu hanya mengenai angin kosong. Tidak menyerah, dia berusaha menyamai gerakan Dita. Satu pukulan dia tuju pada wajah Dita, namun serangan di perutnya membuatnya terlempar jauh.Jack mengerang, memegangi perutnya. Dita cekatan membuka bagasi truk itu, dan menatap Charlie yang mengangguk bangga.“Dasar sialan, kau…apa yang kau lakukan padanya.”Lady mendorong Charlie kasa
Dita PoVSuara tembakan memenuhi dermaga. Kapal-kapal berusaha bergerak menjauh, tapi itu tidak lepas dari pengawasan Charlie. Dia bergerak sangat cepat, begitu juga denganku yang berusaha mengimbangi gerakan mereka. Sebagai orang baru dalam dunia mereka, jelas aku tidak bisa se-ekspert mereka.Charlie melompat, mensejajarkan langkah larinya denganku. Kami menaiki kontainer, melompat dari satu anak tangga ke tangga lainnya.Ini menyenangkan.“Tembak, Dita.”Aku mengangguk tanpa mengulang dua kali perintah. Begitu kakiku menapak di darat, tanganku menekan pistol. Satu dua musuh di depan tumbang. Aku tersenyum puas. Bidikanku tidak meleset. Charlie tersenyum, lalu menarik tanganku berlari ke depan.Kami berada di tengah. Emilio, lelaki itu memimpin di depan bersama Curis. Beberapa orang berpakaian serba hitam mulai mengepung kami. Tapi tak mengurungkan semangat kami. Sesuai dengan rencana, aku tetap berada di dekat Charlie, dan posisi kami sudah hampir menuju ke tengah. Jantung transaks
Dita POVKehidupan terus berjalan. Alur kisah hidupku pun berubah. Ditemani segelas kopi, dan dinginnya udara malam. Aku sedang duduk di taman yang dikelilingi oleh gedung bertingkat. Di gedung itu banyak informasi penting tersimpan. Pusat bisnis salah satu teknologi besar di Indonesia sedang berjalan di sana. Diawasi dengan ketat, karena itu termasuk aset negara.Kamuflase. Aku mengatakan demikian karena setelah mengenal Charlie dan apa yang ada di bawah kekuasaannya. Kini otakku mulai paham sistem pemerintahan itu adalah bentuk halus. Gedung tinggi yang tepat di hadapanku saat ini adalah milik salah satu pemilik Shadow economic. Mereka berkamuflase, menyamar dan bekerja sama dengan pihak pemerintahan.Kenapa?Karena masyarakat percaya pemerintah bukan?Udara malam kota Jakarta malam ini cukup sepi, dan hening. Aku tidak tahu apakah karena sudah memasuki musim ujian. Jadi muda-mudi yang biasanya senang menghabiskan malam hari diluar, kini sedang bergelut dengan lembaran kertas dan