Dita POV“Charl….” Aku berhambur ke dalam pelukan Charlie setelah dia berdiri di ambang pintu.Aku legah. Insiden di aula itu tidak bisa membuatku tenang setelah tiba di apartemen. Kalut, bingung, dan sebenarnya apa yang terjadi di sana? Semua orang berteriak, dan semua memanggil ‘Tauke Besar’, itu artinya adalah Charlie.Wajahnya mungkin terlihat baik-baik saja. Tapi aku harus memastikan bahwa tidak ada satupun dari sudut tubuhnya yang terluka. Aku memutarinya, meraba setiap sudut.“Aku baik-baik saja, sayang. Apa kau terluka?”Tangan Charlie menahanku, dia tersenyum tapi seolah menahan sakit.“Maaf. Aku mengacaukannya lagi, harusnya aku tidak membawamu ke acara itu.”“Brat, siapa mereka?” Curis yang entah kenapa tenang saja sejak tadi melangkah ke sebelahku dengan wajah tenang. “Apa itu pekerjaan paman lagi?”“Aku tidak harus mengatakannya. Tapi dia sudah berakhir malam ini, kakek tidak memberi ampun lagi pada paman. Kali ini dia benar-benar keterlaluan.”“Well, baguslah. Aku bisa t
Tidak ada yang tahu jalan kehidupan seseorang. Semua penuh dengan teka-teki, dan seperti berjalan di jalan buntu. Firdaus tengah merenung, menatap Lady yang bahkan merasa tidak merasa bersalah sama-sekali. Tidak sedikitpun. Lelaki itu tersenyum seperti orang bodoh.“Mau kemana?”Langkah Lady berhenti, lalu menatap Firdaus yang sedang duduk di sofa sambil menonton dengan malas. Malam ini dia ingin clubbing dengan teman-temannya.“Ke club, ada masalah?”“Lady.”Firdaus menghela nafas. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan kemarahannya selama satu minggu ini. Tessa selalu mengatakan padanya untuk bermain secara bijak.Tapi makin di diamkan, Lady semakin menjadi-jadi. Entah anak siapapun yang tengah dikandungnya itu, tapi Lady sama-sekali tidak pernah menjaganya dengan baik.“Tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?” mata Firdaus tajam, dan lurus pada manik Lady. “Mengatakan apa?” Lady balas bertanya, menaikkan sebelah alisnya. Tapi tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia sedikit takut d
Pagi-pagi sekali Lady bangun. Membuatkan sarapan yang simpel, menyiapkan kemeja Firdaus yang masih tidur. Jika bukan karena permintaan Jack, tidak mungkin Lady mau bangun sepagi itu. Apalagi jadwalnya adalah pukul sembilan nanti.“Hey…sudah bangun?” Lady tersenyum, menatap Firdaus yang masih memasang wajah datar padanya. “Aku sudah menyiapkan sarapan, dan juga pakaianmu hari ini.”Kening Firdaus mengerut. Dia menatap Lady dari atas hingga bawah. Sudah rapi, dan ini masih pagi sekali untuk wanita itu.“Tumben.”Firdaus hanya diam saja. Tidak tersentuh sama-sekali. Jika ini terjadi sebelum dia mengetahui perselingkuhan sang istri, mungkin Firdaus akan merasa sangat senang. Dan tidak akan membandingkan dengan mantan istrinya. Tapi semua terasa hambar saat ini.Rasanya ini adalah lelucon di pagi hari. “Aku minta maaf karena semalam menamparmu. Selama ini mungkin sifatku tidak bisa memberikan kenyamanan untukmu. Itu benar-benar di luar kendaliku, aku sungguh minta maaf.”“Ya.”Kening Lady
Jack berlari ke arah Dita yang mendadak muncul dan menuju ke arah truk, berusaha untuk menghentikan wanita itu. Lady hendak mengejar, tapi Charlie menghambat. Menahan Lady, sambil tersenyum miring.“Dasar sialan, menyingkir dari sana, sialan.”Bruk—pukulan itu mengenai tepat di perut Jack. Dita tersenyum miring, sambil memainkan tangannya. Sebelum Jack berhasil meraihnya, dia kembali menghindar ke arah kiri. Pukulan Jack hanya mengenai angin.“Sialan, kau benar-benar wanita murahan. Sini kau, aku akan membunuhmu.”Dengan gerakan cepat, Jack berusaha menyerang lagi. Tapi gerakan Dita jauh lebih cepat. Lagi-lagi pukulan itu hanya mengenai angin kosong. Tidak menyerah, dia berusaha menyamai gerakan Dita. Satu pukulan dia tuju pada wajah Dita, namun serangan di perutnya membuatnya terlempar jauh.Jack mengerang, memegangi perutnya. Dita cekatan membuka bagasi truk itu, dan menatap Charlie yang mengangguk bangga.“Dasar sialan, kau…apa yang kau lakukan padanya.”Lady mendorong Charlie kasa
Dita PoVSuara tembakan memenuhi dermaga. Kapal-kapal berusaha bergerak menjauh, tapi itu tidak lepas dari pengawasan Charlie. Dia bergerak sangat cepat, begitu juga denganku yang berusaha mengimbangi gerakan mereka. Sebagai orang baru dalam dunia mereka, jelas aku tidak bisa se-ekspert mereka.Charlie melompat, mensejajarkan langkah larinya denganku. Kami menaiki kontainer, melompat dari satu anak tangga ke tangga lainnya.Ini menyenangkan.“Tembak, Dita.”Aku mengangguk tanpa mengulang dua kali perintah. Begitu kakiku menapak di darat, tanganku menekan pistol. Satu dua musuh di depan tumbang. Aku tersenyum puas. Bidikanku tidak meleset. Charlie tersenyum, lalu menarik tanganku berlari ke depan.Kami berada di tengah. Emilio, lelaki itu memimpin di depan bersama Curis. Beberapa orang berpakaian serba hitam mulai mengepung kami. Tapi tak mengurungkan semangat kami. Sesuai dengan rencana, aku tetap berada di dekat Charlie, dan posisi kami sudah hampir menuju ke tengah. Jantung transaks
Dita POVKehidupan terus berjalan. Alur kisah hidupku pun berubah. Ditemani segelas kopi, dan dinginnya udara malam. Aku sedang duduk di taman yang dikelilingi oleh gedung bertingkat. Di gedung itu banyak informasi penting tersimpan. Pusat bisnis salah satu teknologi besar di Indonesia sedang berjalan di sana. Diawasi dengan ketat, karena itu termasuk aset negara.Kamuflase. Aku mengatakan demikian karena setelah mengenal Charlie dan apa yang ada di bawah kekuasaannya. Kini otakku mulai paham sistem pemerintahan itu adalah bentuk halus. Gedung tinggi yang tepat di hadapanku saat ini adalah milik salah satu pemilik Shadow economic. Mereka berkamuflase, menyamar dan bekerja sama dengan pihak pemerintahan.Kenapa?Karena masyarakat percaya pemerintah bukan?Udara malam kota Jakarta malam ini cukup sepi, dan hening. Aku tidak tahu apakah karena sudah memasuki musim ujian. Jadi muda-mudi yang biasanya senang menghabiskan malam hari diluar, kini sedang bergelut dengan lembaran kertas dan
Dita POVAku tidak tahu apa yang Charlie rencanakan kali ini. Tapi semenjak kejadian itu, Firdaus selalu di suruh ini dan itu. Tanpa perlawanan. Seperti saat ini, Firdaus sedang membersihkan ruanganku. Ya, ruanganku. Charlie memberikan ruangan khusus untukku di rumah sakit. Padahal aku bukan siapa-siapa. Ruangannya dan ruanganku terhubung secara langsung, hanya di pisah dengan tirai sebenarnya. Tapi tidak apa, ini lebih daripada cukup.Firdaus berpindah ke tongkat pel. Dia sedang membersihkan lantai. Sesekali aku mendapatinya memperhatikanku.“Kau butuh sesuatu?”Dari pantulan cermin di hadapanku, dia memang sedang menatapku sendu. Aku berbalik dan menatapnya.“Tidak. Charlie sudah menyiapkan semuanya.”Wajah Firdaus langsung ditekuk. Dia lanjut membersihkan sudut-sudut lantai. Jujur aku kasihan melihatnya seperti itu. Tapi aku jauh lebih kasihan melihat diriku dulu. Ternyata dulu aku juga menjadi pesuruh baginya.Aku hendak berdiri dan pergi, tapi terhalang karena tubuh Firdaus mengh
Charlie POV“Mobil sudah siap, Tauke Besar.”Hansen gagah berdiri di belakang sofa, tempat Charlie tengah duduk dan membaca layar tabletnya. Sudah seharusnya dia yang turun tangan sendiri dengan hal ini. Dalam sekejap mobil hitam yang dikemudikan Hansen sudah melaju di jalanan Jakarta yang masih ramai. Tidak ada kata sepi untuk ibu kota ini, walau sebentar lagi gelar itu akan pindah.Dari kaca spion depan, Hansen mengamati sesekali tuannya itu. Terlihat tenang, dan tidak mengatakan apapun. Walau dia tau, kejadian di rumah sakit, itu sangat mengubah temperamen Charlie.Mobil sudah tiba di daerah gedung mall di salah satu daerah Jakarta. Sepi. Mobil memasuki daerah parkir, dan menuju ke ruangan dimana tidak ada orang tahu bahwa ruangan itu ada di sana.Butuh 30 menit mobil memutari jalan yang menuju ke bawah. Ada penjaga yang 24 jam bersiap di depan pintu. Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk. Ruangan itu masih hidup, seperti tidak kenal ada siang dan malam.Itu adalah salah satu