Charlie POV“Aku tahu apa maksudmu, tapi dengan melibatkan wanita dalam pekerjaan ini. Semua akan menjadi sulit, Charlie.”Tadinya, aku tidak ingin melibatkan kakek a.k.a Tauke besar dalam masalah pribadiku. Soal Dita, aku yang memutuskan untuk membantunya. Mengesampingkan perasaanku tentunya. Sebab aku tidak mau memaksakan perasaan pada seseorang. Itu sedikit menyakitkan.Si lelaki tua—maksudku kakek, sedang menghisap cerobong asapnya. Meskipun sudah tua, dia tetap mengabdikan dirinya pada tembakau yang dilipat itu. Gayanya sungguh klasik.“Jika begitu. Mungkin, dulu Anda juga tidak akan punya bapak, Tauke Besar.”“Aigoo…”dia terkekeh pelan. Menatapku dengan kerutan keras di sekitar area matanya. Adikku—Curis, sepertinya benar. Usia kakek mungkin tidak akan melewati tahun itu. Rasanya sungguh berbeda, dan aku tidak pernah mempersiapkan hatiku untuk hal itu.“Benarkah kau menyukainya? Lalu kau sudah tahu bagaimana perasaannya padamu, Charlie? Mendekatlah sebentar, kakek ingin melihat
Author POVDita bekerja kembali di rumah sakit yang sama dengan Firdaus. Wajah lelaki itu tidak bisa menyembunyikan kebohongan, bahwa dengan berubahnya Dita, dia sedikit terdistraksi. Banyak bisik-bisik yang terdengar di sana sini. Bahkan tidak jarang dokter yang membicarakan Dita saat ini.Memberikan pujian tentang kecantikan dan auranya yang positif. “Dita. Antarakan ini kepada dokter Charlie, sekarang!” sebuah amplop di campakkan di hadapan Dita. Oh ya. Dita juga masih punya beberapa perawat yang menganggap dirinya rendah. Salah satunya adalah Aminah—perawat yang menyuruhnya barusan. Dita berhenti mengetik sebentar, menatap angkuh ke arah Aminah. Di sini umur Dita jauh lebih tua, dan dia jauh lebih senior.“Kenapa harus saya? Kau kan punya kaki, perawat Aminah.”Beberapa perawat yang sedang di resepsionis terkejut. Jika biasanya Dita hanya diam saja saat di suruh-suruh, sekarang malah kebalikannya. Aminah jelas malu, dia menatap Dita tajam dan menghampiri kursi wanita itu. Dengan
Dita POVAku tidak tahu jika Charlie juga punya ruangan khusus untuk olahraga. Waktu kuliah dulu, sepertinya aku pernah mendatangi tempat seperti ini sekali. Ada banyak alat olahraga di dalam. Tempat gymnya lumayan sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang berlari di treadmill.Kami tidak menyentuh alat-alat gym itu sama-sekali. Tapi memasuki sebuah pintu yang aksesnya terbatas. Ada dua penjaga bertubuh besar yang berjaga di sana. Mereka membungkuk hormat begitu melihat Charlie. Dia benar-benar membuatku semakin tertarik.Seumur-umur aku hidup. Ini seperti dalam sebuah cuplikan film yang setiap malam aku tonton jika bosan. Dimana ada seorang bos mafia yang begitu berjalan, semua orang akan hormat padanya. Begitu lah kini pandanganku pada Charlie.Terkait pengakuan perasaannya. Jujurly, aku masih terkejut hingga detik ini. Dia sudah menyukaiku sejak duduk di bangku kuliah? Sudah lama sekali berarti. Padahal aku kira, hanya Firdaus yang mau menyukai gadis miskin sepertiku.“Kau akan ke
Firdaus POVHari yang ditunggu akhirnya tiba. Aku tidak tahu, apakah hari ini aku bahagia atau tidak. Balutan kemeja mahal menutupi tubuhku. Ibu dan Bella sedang menungguku di luar. Lagi dan lagi aku menghela nafas, ini kali kedua aku menikah. Rasanya berbeda. Aku bahkan tidak merasakan deg-degan. Tidak seperti saat aku menikahi Dita. Bahkan perasaanku hampa.Pintu terbuka. Jhon memasuki ruangan dengan wajah bahagia.“Wah, menantuku sangat luar biasa tampan. Kau pasti gugup bukan? Ini kali pertama bagimu. Saat menikahi ibu Lady, dulu aku juga sangat gugup.”Aku tersenyum. Tidak tahu harus mengatakan apa. Jika aku mengatakan bahwa ini bukan pernikahan pertamaku, aku yakin semuanya akan kacau. Jhon tidak tahu jika aku adalah seorang duda. Lady mengancamku jika memberitahu yang sebenarnya.Tapi batinku menolak. Aku tidak bisa diam terus. Melihat Dita bahagia saat ini, membuatku marah. Kenapa tidak dari dulu dia berdandan? Kenapa? Aku tidak tahu perasaan apa yang membelengguku setiap kali
“Babe, kemejaku belum disetrika?”Menurunkan majalah yang sedang dibaca, Lady menatap Firdaus sambil memutar mata. Dia tidak tahu-menahu masalah kemeja, dan itu bukan tanggung jawabnya. Dia bukan pembantu di rumahnya sendiri. Lady sama-sekali tidak beranjak dari duduknya, dan hanya menaikkan bahu.Membuat Firdaus tidak bisa berkata-kata. Dia hanya mengenakan singlet, karena kemejanya tidak ada yang layak digunakan ke rumah sakit. Padahal dia sedang buru-buru karena ada audit eksternal. Sungguh dadakan. Dengan wajah kesal, Firdaus kembali memasuki kamar. Menatap pakaiannya yang tidak rapi dengan wajah pias.“Aku berangkat dulu, lain kalo tolong hargai aku sebagai suamimu, Lady. Aku bukan orang asing yang menumpang tinggal di sini. Tapi suamimu, catat baik-baik.”Kening Lady berkerut. Dia melempar kasar majalah ke atas meja.“Kau memang suamiku, tapi aku bukan pembantu yang harus menyiapkan pakaianmu. Apa kau masih anak kecil?”Rahang Firdaus mengeras. Dia baru saja tiba dari perjalanan
Dita POVAku tidak ke rumah sakit lebih dari seminggu. Charlie membawaku ke suatu tempat yang jauh. Dan sudah lebih dari tiga hari, Charlie tidak mengunjungiku sama-sekali. Membuat banyak pertanyaan muncul di benakku. Apakah dia baik-baik saja? Atau…apa yang dia lakukan?Namun, lebih daripada itu semua. Ada kekhawatiran terbesar yang memenuhi otak kecilku. Kini aku sedang diam, duduk di toilet sambil menatap test pack yang baru aku beli.Belakangan ini aku merasa mual, dan sering muntah di pagi hari. Haidku juga berhenti sejak bulan lalu. Tidak mungkin kan aku hamil mendadak? Itu tidak lucu, karena Charlie tidak pernah menyentuhku sama-sekali. Dia lelaki terhormat. Jika tidak salah. Sebelum bercerai, aku dan Firdaus sempat berhubungan badan malam itu.Ironi sekali jika aku hamil. Tapi ada terbesit keinginanku untuk hamil. Jika benar begitu, tandanya aku dan Firdaus sama-sama normal. Berarti selama ini ada orang lain yang menginginkan pernikahanku dan Firdaus hancur.Menutup mata. Aku
Dita POVTernyata tujuan kami berbeda dari apa yang dibicarakan sebelumnya. Setelah keluar dan berbicara sebentar dengan seorang lelaki dari keluarga Dominic, Charlie kembali membawaku pergi. Entahlah berapa banyak para pebisnis yang dia kenal.Mobil sudah berganti menjadi limosin yang panjangnya bisa sampai dua ukuran mobil biasa. Ada hal lain, lelaki bernama Edward Dominic itu juga ikut dengan kami. Tidak lupa dengan wanita berparas cantik yang duduk di sebelahnya. Namanya Jane Syakira ( Ada di Novel Ranjang Tuan Muda).Tata bahasanya sungguh tertata, dan mereka menyambut kami hangat.“Aku sudah lama sekali tidak mengunjungi keluarga Dominic. Sejak kapan kau menjadi ahli waris dari keluarga mereka, Ed?” Charlie memulai percakapan.“Well. Ceritanya panjang, Charlie. Aku yakin kau juga bingung siapa istri cantikku ini.” Edward merangkul wanita cantik itu, dan tersenyum tipis. “Aku dan Hana cerai baik-baik, dia sudah bahagia dengan ayah kandung Lia. Sekarang, aku juga bahagia dengan wa
Dita POV“Yes.”Aku tidak sanggup untuk menolak keinginannya. Karena aku pun menginginkannya. Dia langsung melucuti pakaiannya, dan beranjak ke atasku.Nafas kami berdua terdengar ngos-ngosan di dalam kamar. Charlie bermain di daerah bawahku dengan sangat lembut. Dua jarinya masuk kedalam miss v ku yang sudah basah sekali. Dia naik, dan mencium bibirku kembali.Kami sudah sama-sama naked. Di cermin, aku bisa melihat pantulan tubuh kami yang sedang dipenuhi gairah. Charlie diam sejenak, dan mengikuti arah pandangku. Dia tersenyum, kembali membuat fokus ku tertuju padanya.Tangannya meremas kedua gunung kembarku dengan pelan, dan memainkan nippleku. “Arghh… jangan berhenti.” Aku terus menekan kepalanya agar bermain semakin dalam.Kakiku terangkat, meransak miliknya yang sudah tegak. Dia menatapku dalam, dan mencium keningku lama.“Aku akan masuk.”Perlahan, dia mendorong miliknya. Bahkan dalam hal ini, Charlie tidak mementingkan kepuasannya sendiri. Dia selalu bertanya apakah itu sakit