Firdaus POVAku tidak tahu kemana Dita pergi setelah kejadian di rumah makan. Sudah 2 minggu dia tidak membalas pesanku sama-sekali. Sialnya. Besok kami harus bertemu di pengadilan untuk melangsungkan sidang. Aku tidak bisa terus-terusan bertahan dengan rengekan Lady.Jalanan ibukota macet. Seperti biasa. Lebih lagi dengan libur lebaran dan yeah, aku sebenarnya malas untuk tinggal di ibu kota. Macet, polusi, berserakan di mana-mana. But well, ada sisi baiknya juga di sini. Begitu memasuki apartemen yang dulu aku tempati, semua kenangan itu mendadak muncul kembali. Aku pikir Dita akan mengganti passwordnya, tapi sama saja.Tidak ada perubahan sama-sekali. Juga, tidak ada orang. Bahkan semua barang-barang Dita ada di tempatnya.“Dia tidak ada di sini, sir. Kami juga sudah mencari selama 2 minggu belakangan ini, dan….”“Dan?” aku berbalik, dan menatap Partick. Sudah lebih dari beberapa minggu ini, dia menjadi pengawal pribadiku atas perintah Lady.Sebuah surat dia berikan padaku. Meliha
1 bulan KemudianAnindita POVAku tidak tahu kemana Charlie membawaku hari ini. Tapi dia bilang akan mengubah penampilanku. Entah apa maksudnya, aku setuju saja dengannya. Bahkan tadi, saat asistennya meminta tanda tanganku untuk sidang akhir, aku segera memberinya. Tanpa berpikir lama.Keputusanku untuk balas dendam pada Firdaus sudah bulat. Aku juga sudah menerima surat cerai itu.Lelaki sombong itu akan bertekuk lutut di bawah kakiku karena menyia-nyiakan hidupku selama 5 tahun untuk menjadi BABUNYA. Aku anggap dulu aku begitu bodoh. Cinta? Bulshit. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan.Entah kenapa tidak sejak dulu lahir keberanian ini padaku.“Kita kemana?”“Tenanglah, sebentar lagi kita akan tiba.”Mengendarai mobil Porsche limited edition yang entah darimana Charlie dapat, aku juga tidak peduli. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang dikerjakan oleh keluarga Charlie, hingga dia terlihat…ralat, bukan terlihat, tapi sangat kaya.Rumahnya besar—aku baru tahu. Mobilnya ada banyak. Bahka
Anindita POVAku dan Charlie turun tepat di depan salah satu hotel yang sudah dipesan untuk acara rumah sakit. Aku tidak yakin acara ini hanya acara makan malam biasa, karena lobby dipenuhi dengan papan bunga. Ucapan selamat. Dan nama Firdaus terpampang jelas di sana.“Sudah siap?”Charlie berhenti sebentar untuk meyakinkanku.Butuh beberapa menit untukku, agar mendapatkan kepercayaan diri itu lagi. Sejak tadi, banyak mata yang tertuju padaku. Itulah alasan terbesar yang membuatku gugup.“Yeah?”“Yeah?”ulang Charlie bertanya, dia menaikkan alisnya. “Kelihatannya kamu tidak yakin, kemari sebentar.” Dia membawaku ke arah ruangan yang lebih sepi. Tatapannya datar, dia menatapku seolah-olah kali ini aku melakukan sebuah kesalahan lagi. “Ada yang membuatmu menjadi ragu?”Helaan nafasku terdengar untuk kesekian kalinya. “Semua orang menatapku. Apa ada yang salah dengan penampilanku kali ini?” sekali lagi aku memeriksa pakaianku. Aku rasa tidak ada yang salah. Bukan jawaban yang aku dengar.
Firdaus POVSejak pesta dansa malam itu, pikiranku benar-benar terbagi. Tidak mungkin itu adalah Dita kan? Wanita yang menarik perhatianku itu sejak awal tidak mungkin Dita. Saat awal dia memasuki ruang dansa, semua mata tertuju padanya, termasuk aku. Kecantikan luar biasa indah terpancar darinya. Bahkan gerakannya pun seperti sudah terlatih, meskipun masih sesekali menginjak kakiku. Jadi, tidak mungkin dia adalah Dita?! Wanita buluk itu untuk apa datang juga? Kami juga sudah bercerai. Dan tidak satupun dia hadir di pengadilan. Membuatku benar-benar marah. Tapi juga senang, karena prosesnya lebih cepat. Tapi. Aku tidak bisa menampik, bahwa suara, tatapan dan senyuman itu sama. Aku kenal dengan mantan istriku itu. Semuanya. Tidak ada yang tidak aku ketahui. Dan jujur, pengaruhnya sangat besar, hingga saat ini.Apa waktu terakhir ini dia gunakan untuk merubah penampilannya? Bodoh. Sekalipun iya, aku tidak akan tertarik dengannya. Bagiku, Dita hanyalah sebatas nama. Tidak lebih.“Sedan
Charlie POV“Aku tahu apa maksudmu, tapi dengan melibatkan wanita dalam pekerjaan ini. Semua akan menjadi sulit, Charlie.”Tadinya, aku tidak ingin melibatkan kakek a.k.a Tauke besar dalam masalah pribadiku. Soal Dita, aku yang memutuskan untuk membantunya. Mengesampingkan perasaanku tentunya. Sebab aku tidak mau memaksakan perasaan pada seseorang. Itu sedikit menyakitkan.Si lelaki tua—maksudku kakek, sedang menghisap cerobong asapnya. Meskipun sudah tua, dia tetap mengabdikan dirinya pada tembakau yang dilipat itu. Gayanya sungguh klasik.“Jika begitu. Mungkin, dulu Anda juga tidak akan punya bapak, Tauke Besar.”“Aigoo…”dia terkekeh pelan. Menatapku dengan kerutan keras di sekitar area matanya. Adikku—Curis, sepertinya benar. Usia kakek mungkin tidak akan melewati tahun itu. Rasanya sungguh berbeda, dan aku tidak pernah mempersiapkan hatiku untuk hal itu.“Benarkah kau menyukainya? Lalu kau sudah tahu bagaimana perasaannya padamu, Charlie? Mendekatlah sebentar, kakek ingin melihat
Author POVDita bekerja kembali di rumah sakit yang sama dengan Firdaus. Wajah lelaki itu tidak bisa menyembunyikan kebohongan, bahwa dengan berubahnya Dita, dia sedikit terdistraksi. Banyak bisik-bisik yang terdengar di sana sini. Bahkan tidak jarang dokter yang membicarakan Dita saat ini.Memberikan pujian tentang kecantikan dan auranya yang positif. “Dita. Antarakan ini kepada dokter Charlie, sekarang!” sebuah amplop di campakkan di hadapan Dita. Oh ya. Dita juga masih punya beberapa perawat yang menganggap dirinya rendah. Salah satunya adalah Aminah—perawat yang menyuruhnya barusan. Dita berhenti mengetik sebentar, menatap angkuh ke arah Aminah. Di sini umur Dita jauh lebih tua, dan dia jauh lebih senior.“Kenapa harus saya? Kau kan punya kaki, perawat Aminah.”Beberapa perawat yang sedang di resepsionis terkejut. Jika biasanya Dita hanya diam saja saat di suruh-suruh, sekarang malah kebalikannya. Aminah jelas malu, dia menatap Dita tajam dan menghampiri kursi wanita itu. Dengan
Dita POVAku tidak tahu jika Charlie juga punya ruangan khusus untuk olahraga. Waktu kuliah dulu, sepertinya aku pernah mendatangi tempat seperti ini sekali. Ada banyak alat olahraga di dalam. Tempat gymnya lumayan sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang berlari di treadmill.Kami tidak menyentuh alat-alat gym itu sama-sekali. Tapi memasuki sebuah pintu yang aksesnya terbatas. Ada dua penjaga bertubuh besar yang berjaga di sana. Mereka membungkuk hormat begitu melihat Charlie. Dia benar-benar membuatku semakin tertarik.Seumur-umur aku hidup. Ini seperti dalam sebuah cuplikan film yang setiap malam aku tonton jika bosan. Dimana ada seorang bos mafia yang begitu berjalan, semua orang akan hormat padanya. Begitu lah kini pandanganku pada Charlie.Terkait pengakuan perasaannya. Jujurly, aku masih terkejut hingga detik ini. Dia sudah menyukaiku sejak duduk di bangku kuliah? Sudah lama sekali berarti. Padahal aku kira, hanya Firdaus yang mau menyukai gadis miskin sepertiku.“Kau akan ke
Firdaus POVHari yang ditunggu akhirnya tiba. Aku tidak tahu, apakah hari ini aku bahagia atau tidak. Balutan kemeja mahal menutupi tubuhku. Ibu dan Bella sedang menungguku di luar. Lagi dan lagi aku menghela nafas, ini kali kedua aku menikah. Rasanya berbeda. Aku bahkan tidak merasakan deg-degan. Tidak seperti saat aku menikahi Dita. Bahkan perasaanku hampa.Pintu terbuka. Jhon memasuki ruangan dengan wajah bahagia.“Wah, menantuku sangat luar biasa tampan. Kau pasti gugup bukan? Ini kali pertama bagimu. Saat menikahi ibu Lady, dulu aku juga sangat gugup.”Aku tersenyum. Tidak tahu harus mengatakan apa. Jika aku mengatakan bahwa ini bukan pernikahan pertamaku, aku yakin semuanya akan kacau. Jhon tidak tahu jika aku adalah seorang duda. Lady mengancamku jika memberitahu yang sebenarnya.Tapi batinku menolak. Aku tidak bisa diam terus. Melihat Dita bahagia saat ini, membuatku marah. Kenapa tidak dari dulu dia berdandan? Kenapa? Aku tidak tahu perasaan apa yang membelengguku setiap kali
“Apa…apa yang kau…”“Dita…! Hey….sadarlah.”Suara itu, perlahan mata Dita terbuka dengan cepat. Melihat Charlie yang masih lengkap dengan pakain dan kening mengerutnya. Dita berubah panik dan melihat isi pakaiannya yang masih lengkap. “Apa yang terjadi, kau berteriak memanggil namaku tadi. Aku kira terjadi sesuatu makanya aku menerobos masuk!”Wajah Dita memerah, dia benar-benar tidak mengerti mimpi sialan apa yang masuk di kepalanya. “Tidak ada, maaf, sepertinya aku hanya kelelahan saja. Kau bisa keluar, Charlie.”“Lain kali tutup pintumu dengan baik, Dita. Kau tidak tau apa yang akan aku lakukan kan?”“Memangnya apa yang akan kau lakukan hah?” Teriak Dita panik. Buru-buru Charlie keluar sambil terkekeh. Membuat Dita malu bukan main dan kembali merebahkan tubuhnya. Dia benar-benar merasa ada sesuatu yang dia lewatkan, persis seperti apa yang Charlie katakan. Namun, tidak bagian itu juga kan? Benar-benar membuatnya merasa malu. ******“Kemana kau membawaku?”“Ahhh…kau sudah bangun
Dita menghela nafas panjang, hari ini dia pulang lebih awal dan kembali istirahat di rumah Charlie. Setelah meminjamkannya ruang tidur, lelaki itu pergi entah kemana. Mata Dita mulai lelap, terasa seperti lelah sekali hari ini. Dia ingin tidur yang benar-benar lelap. ***Hari-hari berlalu dengan cepat. Aku sedang berada di dalam kereta api, menikmati pemandangan gedung-gedung indah dari balik kaca. Langit sore dan lintasan laut ditambah dengan matahari yang kembali ke peraduannya membuatku ingin berhenti sejenak.Aku ingin melihat kampungku dulu, tempat dimana aku dibesarkan di panti asuhan. Tidak punya ibu membuatku tidak tahu bagaimana harus mengadu. Tidak punya ayah membuatku tidak tahu bahwa dunia itu sangat kejam.Charlie awalnya ingin ikut. Namun ada urusan mendadak sehingga aku berangkat sendiri walau dia tetap memaksa agar aku ditemani. Namun kali ini aku benar-benar ingin sendiri.Lembaran baru sudah dimulai, tapi aku ingin melihat dengan seksama. Siapakah Dita yang sekarang
Dengan marah dan tergesa-gasa Firdaus memasuki sebuah ruangan gelap dengan tangan kanannya menarik Dita. Sungguh! Dia begitu marah dan tidak bisa menahan diri terhadap apa yang sudah dilakukan istrinya. “Menurutmu, apa yang sudah kau perbuat hah? Apa maumu, katakan Dita!” “Mauku? Tidak ada, emangnya apa yang membuatmu sampai semarah ini?”Mata Firdaus memerah, dipenuhi dengan kemarahan. Dadanya naik turun sambil menghela nafas yang panjang. “Aku tau sekarang kau sedang balas dendam kepadaku, tapi apa kau pikir bisa menang melawanku? Tidak Dita! Tidak sama-sekali. Pikirmu dengan mengungkap semuanya bisa membuatmu hidup dengan bahagia dan membuatku menyesal? Tentu tidak! Seharusnya aku mendengar kata ibuku dulu untuk tidak menikahi wanita licik sepertimu. Tidak ada bedanya dengan manusia sampah!”“Benarkah? Itu membuatku sangat takut. Tapi…”Firdaus mengerutkan kening dan bulu kuduknya berdiri saat mendengar perkataan yang seolah ejekan itu. Dia…dia tidak pernah melihat bagaimana Dit
Nafas Dita terengah-engah begitu cengkraman di lehernya lepas. Tepat sebelum tamparan Firdaus mendarat di pipinya, pintu terbuka dengan lebar. Mata Dita menangkap sosok yang baru saja menyelamatkan hidupnya. “Charlie?” bisik Dita, dia tidak tau kenapa laki-laki yang baru saja mengantarkannya pulang itu, kini berada di hadapannya. Namun ponselnya yang ada bersama dengan lelaki itu cukup menjawab semuanya. “Ponselmu tertinggal di mobilku tadi, ceroboh sekali.” Perlahan melangkah mendekatinya, Dita terdiam cukup lama sampai tubuhnya di bawah jauh dari Firdaus. Dia merasa perselisihan di antara keduanya. “Siapa kau berhak masuk ke rumahku hah?” Bentak Firdaus. “Bukankah ini apartemenmu, Dita?” Dita mengangguk, itu memang apartemennya, dan semua gaji bulanannya yang tidak seberapa dia dedikasikan semua untuk apartemen dan semua perabotannya. Termasuk untuk biaya sekolah Firdaus juga. Dia memang bodoh, bahkan untuk dirinya sendiri, dia tidak memikirkannya. Selama ini Dita hidup dengan
“Kau melihat itu? Wah, aku sungguh tidak percaya dengannya, hanya selang sehari tidak masuk namun sudah bertindak sejauh ini. Atau karena kepalanya kena benturan sehingga dia kehilangan rasa hormatnya?”Firdaus masih mendengar ucapan buruk itu sejak tadi, biasanya dia akan menghiraukan mereka, namun untuk kali ini telinganya sedikit memanas mendengar nama dokter Charlie ikut disebutkan. Bahkan terang-terangan dikatakan jika dokter itu menyukai Dita. “Ah, kamu disini juga, Dokter Firdaus?”Firdaus hanya mengangguk, lalu kembali memeriksa rekam medis pasien yang baru saja selesai dia operasi. Pikirannya cukup terganggu dengan sikap Dita hari ini dan dia ingin menanyakannya sepulang ke rumah. Pintunya ditutup, tatapan Firdaus jatuh pada Lady yang berjalan ke arahnya dengan sensual. Dia tahu wanita itu tidak akan pernah menyerah. Mereka pernah melakukannya beberapa kali, namun untuk kali ini Firdaus tidak ingin. Satu hal yang ingin dia lakukan adalah pulang secepatnya. “Kau sudah berj
Mata Dita melebar, tidak menatap lelaki dengan tinggi 10 centi meter lebih tinggi darinya. Mereka berdiam di balik pintu, sambil mendengar percakapan Firdaus dan Lady yang penuh dengan hasrat. Begitu tangan lelaki itu dilepas dari mulutnya, Dita mundur beberapa langkah dan menendangnya. “Kau gila?”“Hey, aku justru membantumu. Kenapa menguping pembicaraan orang lain? Tindakanmu jelas kriminal, kau juga tau siapa Lady kan? Dia itu putri pak wadir, bisa jadi kau akan dikeluarkan jika ketahuan.”“Kenapa? Aku juga berhak tau apa yang mereka lakukan.”“Berhak? Ayolah suster Dita?” Lelaki itu berhenti sejenak untuk menatap name tag Dita, dan mengelus kakinya yang terasa sakit, “wahh, tendanganmu lumayan juga.”“Aku istri dokter Firdaus, dan apa kau dokter baru?”Anggukan itu membuat Dita diam, kepalanya sedikit pusing. Dia diam melihat punggung lelaki berjas putih itu. Rasanya familiar, aromanya menenangkan, namun dia tidak tahu kapan mereka pernah bertemu. “Setahuku dokter Firdaus masih
Mobil berjalan dengan keheningan yang menyelimuti didalam. Baik Charlie dan Dita, tidak satupun yang mengeluarkan suara. Persis dibelakang dan didepan, mobil mereka dikawal bak rombongan. Charlie melirik sekilas, mengamati wajah Dita, menggenggam tangan wanita itu dan mengelusnya dengan jari jempolnya. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja setelah kejadian yang mereka lewati. Tapi beberapa saat Charlie yang sedang fokus mengemudi menarik nafas dalam. Dia selalu khawatir akan nasib mereka. Kehidupan yang dia ingin bina, bisa saja hancur dalam sekejab. Terlebih, dia bukan orang sembarangan. Banyak musuh yang ingin nyawanya. Mungkin Charlie bisa mengatakan bahwa Dita akan selalu aman dalam pengawasannya, dan itu adalah ucapan terbodoh yang pernah dia lakukan. Ucapan untuk menenangkan jiwanya yang sangat ketakutan. “Terlihat murung, ada yang ingin dibicarakan?” tanya Charlie dikeheningan mobil. Tatapannya tertuju pada Dita yang masih diam dengan raut alis yang bertaut, namun peg
Charlie berlari sekencang mungkin menuju ruangan dimana kesadarannya dibuat hampir melayang. Pintu terbuka lebar, langkahnya berhenti di ambang pintu. Bahkan kumisnya masih tersisa setengah karena mendengar kabar bahwa Dita sudah sadar. Air mata Charlie jatuh, dia berjalan perlahan. Jantungnya berdetak kencang, menatap Dita yang kini tengah duduk di ranjang namun tidak memberikan reaksi apa-apa. Malah menatapnya dengan tatapan bingung dan kosong. Mengabaikan semua orang diruangan itu, Charlie memeluk tubuh rapuh itu. “Dita…sayang, akhirnya kamu sadar.”Dita mengerutkan keningnya, menatap Charlie bingung, bahkan tidak bereaksi apapun saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dengan genangan air mata. Namun rasanya nyaman, tapi Dita tidak mengingat apapun. Para dokter yang berjejer di ruangan itu menundukkan kepala, mereka belum memberitahu bahwa Dita mengalami lumpuh otak sementara yang mengakibatkan ingatannya sedikit menghilang. Sedangkan Charlie? Dia masih memeluk Dita dengan erat, m
Dita POV“Sekalipun ini mimpi, aku tetap akan bersyukur telah memilikimu. Kini, besok, seribu tahun yang akan datang, aku akan tetap berada disampingmu. Aku akan menjagamu.”“Kamu berjanji?”“Tentu saja.”“Aku akan selalu ada disampingmu! Jadi, pulanglah. Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Suara itu. Aku sudah berkali-kali mencari siapa yang berbicara. Namun tidak ada orang sama-sekali. Setiap hari aku menjalani kehidupan yang tidak ada habisnya, bertemu dengan orang-orang yang tidak aku kenali. Tubuhku seolah tidak ingin pergi dari kenangan itu. “Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Lagi. Suara serak dan penuh dengan harapan itu membuatku berlari asal, suara itu terus menghantuiku. Nafasku kian sedikit, setiap hari berlari tiada henti. “Tolong, siapapun apakah ada yang mendengarku?”Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang mendengar. Aku menarik nafas dalam, memilih untuk duduk. Namun tidak lama cahaya putih menyilaukan mata membuatku menutup