“Isabelle?” Daren memejamkan mata saat mengucapkan nama itu. Nama yang bahkan tidak ingin Daren ingat. Jika dia bisa, maka Daren ingin menghapus nama itu dari ingatannya. Hatinya merasa perih dan nyeri. Sepasang mata biru dan wajah Eropa yang cantik melintas dalam ingatan Daren. Sosok yang pernah menjadi bagian terbaik hidup Daren. Sekaligus wanita yang memberikan Daren penderitaan panjang.Saat Daren membuka mata, dia membalikkan tubuh. “Aku sudah mengubur Isabelle dari ingatanku,” ucapnya sambil berjalan menjauhi Andi.Pernyataan yang sama sekali berbeda dari kenyataan. Andi bisa melihat bahwa Daren sedang mencoba mengkhianati dirinya sendiri. Dia bisa melihat Daren sangat terluka setiap kali dia mengingat wanita yang pernah menjadi tunangannya itu. Bertahun-tahun Andoi melihat Daren begitu menderita karena Isabelle. Andi adalah saksi perjalanan Daren saat dia berjuang untuk kembali hidup setelah kejadian buruk dan menyedihkan yang dialaminya. Andilah yang telah menyelamatkan Daren
“Apakah Nyonya Hayati tidak memberitahu keluarganya?” Dokter Silvia merasa aneh dengan reaksi yang Anggara tunjukkan.Anggara menggeleng perlahan. “Dia baru saja bercerai dari suaminya. Kami sama sekali tidak tahu kalau Hayati hamil.” Saat Anggara terdiam. “Lalu bagaimana keadaanya dan bayinya?” lanjut Anggara.Dokter Silvia memegang bahu Anggara. “Itulah yang ingin saya sampaikan. Ibu Hayati baru saja kehilangan bayinya. Benturan keras itu telah membuatnya keguguran. Kita akan melakukan pembersihan untuk sisa kehamilan yang masih ada di rahimnya. Lalu tindakan lain juga diperlukan untuk cidera di tangannya. Operasi untuk tulang tangan yang patah.”“Sebanyak itu?” tanya Anggara lirih.“Akan dilakukan secara bertahap. Tapi, kami perlu persetujuan keluarga. Lebih tepatnya orang yang bertanggung jawab atas Nyonya Hayati,” pungkas doker Silvia.“Saya yang akan bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan.” Anggara segera memutuskan.Dokter Silvia mengangguk. “Baiklah, mari kita ke
Pria itu terkejut dan berbalik. Wajahnya langsung menunjukkan kelegaan begitu melihat Anggara. "Ya, saya salah satu teman Hayati. Saya baru datang dari luar kota," jawabnya cepat, seolah ingin menegaskan posisinya.Anggara memindai pria itu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Dia berpikir sejak kapan Hayati memiliki teman laki-laki. Terlebih pria itu tampaknya bukan orang biasa. Celana pendek dan kaosnya tidak bisa menutupi bahwa pria itu adalah orang dari kalangan atas.Anggara mencoba mengingat-ingat apakah dia pernah bertemu pria ini. Namun setelah beberapa menit dia yakin tidak pernah melihat atau mengenal pria tersebut.Anggara mengangguk perlahan, lalu mendekat. "Saya Anggara, kakaknya Hayati. Anda siapa?"Pria itu mengulurkan tangan tanpa seulas senyum pun di wajahnya. Sikap kaku pria itu dan ketegasan yang ada di matanya memperlihatkan bahwa pria itu dalam kondisi hati yang sedang kacau. "Saya Daren, teman Hayati. Saya baru tahu tentang kecelakaan ini dari berita yang bere
“Seseorang mengirim uang dalam jumlah sangat banyak ke rumah saya. Dua puluh juta. Dia bilang itu ucapan terima kasih karena saya telah memberikan rekaman video itu pada Bapak.” Tukang parkir itu menjelaskan dengan seksama.Kali ini Anggara yang tercengang. “Saya tidak mengirimkan uang itu. Apakah orang yang memberikan anda uang mengatakan sesuatu yang lain?”Tukang parkir itu terdiam dan mencoba mengingat. “Entahlah, sepertinya saya mendengar supir yang mengantarnya menyebut nama pria itu Andi.”Anggara terdiam. Satu-satunya Andi yang dia kenal adalah Andi dari jaringan Argowinangun Group. Perusahaan tempat hayati menjalin kerjasama bisnis kuliner yang dia lakoni. Jika itu memang Andi yang dia kenal, bagaimana Andi bisa tahu tentang tukang parkir dan video itu.Sejak Hayati kecelakaan, dia bahkan belum pernah bertemu Andi. Lagi pula apa pentingnya pria itu memberikan uang pada tukang parkir itu sebagai pembalas jasa? Berbagai pertanyaan ada di benak Anggara.“Pak.” Suara tukang parki
Dimas terdiam sejenak, menelan ludah dan merasa sulit untuk mengutarakan perasaannya. Suasana menjadi hening. Hayati menatap lurus wajah Dimas dengan berbagai perasaan yang sulit dia tebak.Dalam beberapa helaan nafas, Dimas berusaha menyampaikan apa yang ada di hatinya.“Aku... aku hanya ingin kita kembali seperti dulu, Hayati. Aku merasa kesal karena kau memenangkan harta gono-gini itu. Aku merasa dikhianati, seolah-olah semua yang kita bangun bersama tidak ada artinya. Aku kehilangan segalanya, dan itu membuatku marah.” Dimas bahkan tidak berani menatap mata Hayati saat dia mengatakan semuanya.Hayati enggan berkedip. Dia tidak percaya bahwa orang yang pernah menjadi cinta dalam hidupnya bisa memiliki perasaan dan keinginan seburuk itu.Hayati menatap Dimas dengan mata yang penuh luka. “Kau merasa kesal karena aku memenangkan harta gono-gini? Itu semua yang kau pedulikan, Dimas? Kau tidak peduli pada perasaan anak-anak kita? Pada keselamatan mereka? Pada keselamatanku?”Tanpa teras
Hayati menatap teduh layar ponselnya. Itu adalah pesan dari Daren. Tanpa alasan hati Hayati berdegup cepat. Mencoba menepiskan perasaan yang membuatnya takut, Hayati mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang dia rasakan semata karena emosinya pada Dimas.Berusana tenang, Hayati merekam balasan untuk pesan Daren. Tangan kirinya sama sekali tidak boleh digerakkan, itu akan membuat lukanya semakin parah. Jadi Hayati merekam suaranya dalam voice note sebagai penjawab pesan Daren.Seminggu kemudian, Hayati telah selesai melewati operasi yang dijadwalkan oleh dokter. Baik operasi bedah tulang untuk tangan kirinya yang terluka, juga untuk pembersihan sisa kehamilan dalam kandungannya.Dia sedang duduk di ruang keluarga di rumah ibunya yang sederhana. Laksmi mendekati Hayati dengan langkah tertatih. Wanita tua itu bahkan sudah merasa lemah dengan keadaannya sendiri. Namun ibu tetaplah seorang ibu. Alih-alih mengkhawatirkan keadaannya sendiri, Laksmi jauh lebih mengkhawatirkan keadaan
“Apa informasi itu penting untukmu?” Daren baik bertanya.Wajahnya yang semula cerah seketika seperti kehilangan darah. Sekilas Hayati bisa melihat bahwa Daren tidak terlalu suka dengan pertanyaan yang dia ajukan. Hayati menyesal dengan kata-katanya sendiri. Rasa penasaran membuatnya mengatakan sesuatu yang membuat Daren tidak nyaman. Dia berharap itu tidak membuat Daren tersinggung dan berefek pada hubungan bisnis mereka.“Ti-tidak. Informasi itu tidak penting buatku. Aku hanya ingin tahu.” Hayati menundukkan kepala untuk menghindari tatapan tajam yang Daren layangkan.“Kenapa?” sekali lagi Daren menuntut jawaban.Hayati menarik nafas panjang. “Terlalu banyak kebetulan yang terjadi padaku akhir-akhir ini. Dan entah bagaimana itu semua melibatkanmu. Aku berpikir bagaiman kau bisa mendapatkan akses dan informasi dengan mudah dan banyak. Aku berpikir….”Daren tersenyum kecil. Senyum yang membuat Hayati lega.“Kau terlalu banyak berpikir,” ujar Daren di sela-sela giginya yang tampak kare
Dokter Burhan menghela napas sejenak, dia mencoba merangkai kata-kata terbaik untuk menyampaikan keadaan Laksmi pada Hayati dan Andini. "Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan besar ibu kalian akan mengalami penurunan kesadaran secara bertahap. Tubuhnya sedang berjuang melawan berbagai komplikasi, dan kami khawatir masa-masa kritis ini akan sangat sulit dilalui."Walau kata-kata itu sudah diperkirakan oleh Hayati dan Andini, konfirmasi dokter Burhan tak ayal tetap menjadi hantaman bagi keduanya. Andini meremas tangan Hayati dengan kuat, mencoba mencari ketegaran di tengah rasa takut yang melanda. Hayati menggenggam tangan Andini dan menelan ludah, berusaha keras menahan tangis yang sudah membendung di pelupuk matanya. Mereka berusaha menguatkan satu sama lain."Apa... apa yang bisa kami lakukan, Dok?" tanya Hayati dengan suara bergetar."Kalian bisa terus berada di sisinya, memberikan dukungan emosional. Meskipun mungkin ibu kalian tidak sepenuhnya sadar, tapi kehadiran dan cinta kal