"Alhamdulillah kalau Nyonya suka."
"Huh, maksudnya?"
Dia tak mengerti makanya bertanya lagi pada Aida yang masih merasa lega.
"Nyonya sudah yakin kan itu bagus dan ndak ada kurang satu apa pun?"
"Nggak. Sesuai aja sama yang aku bilang tadi." Lalu dia tampak berpikir lagi ….
"Kenapa ya kamu tanya itu?"
Maklum saja teman Radit yang satu itu memang sangat kepo sekali dan kalau dia sudah ditanya sesuatu maka dia butuh jawaban dari orang itu atau dia bisa mati penasaran.
<"Ayok Mbak Inggrid!"Sesaat setelah Aida berjalan menjauh dari Radit dan teman-temannya.Tapi ini bukanlah akhir dari masalahnya. Ekor mata Radit mengarah pada Sandi yang sepertinya paham apa yang diinginkan tuannya sehingga dia mengangguk lalu menjauh mundur meninggalkan Radit dan teman-temannya.Dan saat inilah …."Denada!""Jangan sentuh aku!"Sudah bisa dibayangkan oleh Radit kalau itu pasti akan diucapkan oleh Nada. Dia tidak akan membuat semuanya menjadi mudah untu
PLAAAAK!Nada yang tak bisa menahan diri lagi. Dia menggerakkan telapak tangannya mendarat kasar pada wajah Radit."Denada kau puas sekarang?"Masalahnya Nada menampar di depan umum. Ya walaupun Sandi sudah berusaha untuk membuat security untuk tidak membuat karyawan di sana keluar, ini memalukan juga."Ke mana otakmu? Apa kau tak bisa berpikir, hmm?""Denada, dia sama seperti Sean. Baik di depan keluarganya, tapi di belakangnya seperti apa? Kau mengerti maksudku?""Sudahlah! K
"Ibu ….""Jangan merengek! Siapa ibumu? Aku gak kenal!"Selepas mengutarakan ini Riyanti pun pergi meninggalkan Radit.Hanya menyisakan Bambang yang memang harus segera menyusul istrinya, namun dia menyempatkan diri untuk bicara dulu dengan putranya."Raditya, kenapa kau tidak membicarakan ini padaku?" tanya Bambang yang membuat Raditya lelah, tapi tetap harus menjawabnya.Pagi ini, semua tak terlalu baik untuknya."Maafkan aku, Ayah!"
"Tahu Pak Raditya."Seno memberanikan diri bicara dan memaksa dirinya bicara setenang mungkin agar bisa fokus dengan semua pertanyaan yang pasti akan diberikan oleh Radit tak akan mudah dijawabnya."Silakan kalau ada yang ingin Bapak tanyakan karena saya tidak bisa lama-lama Pak Raditya. Soalnya saya harus mengikuti Mbak Aida. Saya disuruh untuk menjaga keamanannya.""Aku hanya bertanya sebentar padamu!" ucap Radit yang memang tidak ingin membuang waktu."Dia beneran tidak tahu di mana Reiko?""Mbak Aida tidak tahu sama sekali Pak Raditya. Dia hanya tahu ka
"Mau apa kau ke sana?""Tadi kau minta apa padaku?"Senyum Dimas merekah ketika mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu.Apakah ini artinya Radit sudah mulai luluh?"Jadi kau ingin membebaskan dia sesuai dengan saranku tadi?""Aku tidak mengatakan begitu!""Tadi kau bilang aku minta apa padamu? Kau ….""Jangan buang waktu Dimas! Sebelum aku benar-benar berubah pikiran, ayo antar aku!"
"Tak perlu menanyakan hal tidak berguna seperti itu di hadapanku. Kau bisa duduk dan kita bicara!"Reiko memang sudah tahu temperamen Radit dan dia tak berbasa basi lagi, sudah menduduki tempat yang diperintahkan."Apa yang ingin Anda bicarakan, Pak Raditya?""Apa kau tidak memberitahukan Aida tentang keberadaanmu di sini?""Apa Anda berniat untuk memberitahukannya?""Aku bertanya lebih dulu padamu, kenapa kau membalikkan padaku?"Radit tak suka. Tapi saat ini pembicaraan merek
"Aku menyuruhmu berkemas, tapi kenapa kau malah menatapku begitu?"Reiko tidak mengatakan apa pun pada Radit. Dia hanya memandang Radit tanpa kata-kata.Bahkan tak ada keinginan dalam hatinya untuk mempercayai pria itu akan membebaskannya tanpa mengucapkan syaratnya."Mungkin dia khawatir apa kau mengambil salah satu janji dari Reyhan atau dari ayahnya, Raditya! Makanya dia tak percaya kau membebaskannya.""Dengar! Aku tidak terlalu miskin untuk membiayai semua kebutuhanku. Dan aku memang sudah punya anggaran untuk Aurora City Town. Jadi jangan kau katakan kalau aku ingin menggunakan uang orang tuamu atau meminta belas kasihan dari sepu
"Nyonya Denada, apa Anda yakin akan pergi dan meninggalkan Tuan Raditya? Ndak coba bicara baik-baik dulu, Nyonya?"Sesaat sebelumnya ketika Nada yang sudah kesal berjalan menjauh dari tempat ice skating berada. Bi Ningsih, mencoba mengejarnya dan mengingatkan pada Nada untuk menggunakan hatinya sedikit dan tidak menimbulkan permasalahan ini jadi lebih pelik."Sekali-kali Radit memang perlu diberikan pelajaran!" Nada tak peduli. Dia sudah berjalan mendekat ke arah lift di mana tujuannya adalah parkiran mobil.Tadi pagi memang Nada berangkat bersama dengan Radit. Mobil mereka diparkir khusus bukan di depan lobi, tapi di parkiran hanya untuk mereka di basement.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku