"Aku menyuruhmu berkemas, tapi kenapa kau malah menatapku begitu?"
Reiko tidak mengatakan apa pun pada Radit. Dia hanya memandang Radit tanpa kata-kata.
Bahkan tak ada keinginan dalam hatinya untuk mempercayai pria itu akan membebaskannya tanpa mengucapkan syaratnya.
"Mungkin dia khawatir apa kau mengambil salah satu janji dari Reyhan atau dari ayahnya, Raditya! Makanya dia tak percaya kau membebaskannya."
"Dengar! Aku tidak terlalu miskin untuk membiayai semua kebutuhanku. Dan aku memang sudah punya anggaran untuk Aurora City Town. Jadi jangan kau katakan kalau aku ingin menggunakan uang orang tuamu atau meminta belas kasihan dari sepu
"Nyonya Denada, apa Anda yakin akan pergi dan meninggalkan Tuan Raditya? Ndak coba bicara baik-baik dulu, Nyonya?"Sesaat sebelumnya ketika Nada yang sudah kesal berjalan menjauh dari tempat ice skating berada. Bi Ningsih, mencoba mengejarnya dan mengingatkan pada Nada untuk menggunakan hatinya sedikit dan tidak menimbulkan permasalahan ini jadi lebih pelik."Sekali-kali Radit memang perlu diberikan pelajaran!" Nada tak peduli. Dia sudah berjalan mendekat ke arah lift di mana tujuannya adalah parkiran mobil.Tadi pagi memang Nada berangkat bersama dengan Radit. Mobil mereka diparkir khusus bukan di depan lobi, tapi di parkiran hanya untuk mereka di basement.
"Aurora Mall, ada apa dengannya?"Beberapa saat sebelumnya, setelah Reiko mendengar nama tempat yang tadi disebut oleh Radit dia refleks bertanya dengan wajahnya yang terlihat kalut."Kau tahu dia ke sana?""Aku sudah katakan padamu dia bicara denganku melalui CCTV yang ada di kamarnya. Dan aku juga menyuruh Seno untuk mengikutinya!"Jelas sudah mau diulang-ulang seperti apa pun jawaban dari Reiko tetap sama."Apa yang terjadi dengannya?"Radit hanya menatap Sandi dan pria itu
Brigita : Tapi dia tidak punya niat jahat padaku. Dia menceritakan semua yang dia lihat karena kepeduliannya padaku.Reiko : Dia melihatnya? Bukan hanya berdasarkan cerita?Dan ini yang membuat Reiko makin tertarik. Dia tadi hanya bisa melihat melalui CCTV tanpa tahu apa yang dikatakan oleh Aida pada Radit.Brigita : Dengar! Hari ini Shandra mewakili BIA untuk datang ke Grand opening dari salah satu customer kami. Shandra jauh daripada yang kamu pikirkan kalau dia hanya mendapatkan deviden saja tanpa melakukan pekerjaannya. Dia sudah melakukan yang terbaik dan dia melayani costumer. Dia bukan lintah yang hanya memakan keuntungan dari BIA.
Brigita : Reiko, maafkan aku sayang! Bukan seperti itu maksudku. Ayolah jangan marah dulu padaku.Reiko : Apa kamu kecewa karena keluargaku tidak sekaya keluarga Raditya?Brigita : Aku tidak sama sekali bicara begitu. Maksudku bukan seperti itu. Maksudku, dia itu datang dari kampung dan dia bukan siapa-siapa lalu alangkah beruntungnya dia bisa mengenal orang terkaya nomor satu. Dan itu diperkenalkan olehmu. Makanya aku benar-benar sakit hati sekali. Aku tidak menyangka seperti itu. Maksudku, aku sendiri pun tidak pernah kamu perkenalkan pada Raditya. Tapi kenapa kamu malah memperkenalkan wanita murahan macam dia?Huh, semoga dia tidak emosi lagi dan semoga dia mau mendengarkan apa yang aku katakan. Kenapa
"Eeh, bukan begitu maksudku ….""Sudahlah! Nafsu makanku jadi hilang karena melihatmu dan kebodohanmu macam ini!"Brigita tadinya ingin membalikan badan dan pergi namun ketika dia melihat seorang pria bule mendekat pada wanita yang ada di hadapannya dan membuat wanita itu terlihat mungil sekali di sisinya saat pria itu merangkulnya."Sayang, ada apa?"Apalagi saat pria itu menanyakan pertanyaan begini, senyum Brigita kembali terurai, tapi bukan sebuah senyum yang menenangkan."Kalau asalnya dari kampung tetep aja dari kampung. Tetap aja kampungan. Wa
"Fuuuh! Semoga saja Bee benar-benar percaya dan semoga saja sahabat kesayangannya itu tidak membuat masalah baru denganku! Eish!"Reiko kesal sendiri pada dirinya."Aku melindungi diriku supaya bisa menjaga janjiku pada Ai, tapi malahan sekarang aku jadi membohongi Bee!"Reiko memang masih ingat kalau dia tidak akan membocorkan hubungannya dengan Aida. Janji yang sudah dibuat olehnya. Janji yang sebenarnya tidak ingin lama-lama diembannya."Tapi aku memang belum bisa banyak bicara dengannya. Lagi pula kalau aku bicara lewat telepon seperti ini nantinya akan membuat Bee jadi salah paham. Lagian dia sekarang ada di London juga untuk mengikuti beberapa kelas desain!"
"Selamat pagi dokter!"Dan bukan Aida yang menjawabnya, tapi Inggrid."Halo Mbak Aida, gimana nih kondisinya? Bisa ceritakan dulu, tadi bisa pingsannya kenapa? Atau mbaknya yang nemenin bisa cerita?" Dokter membuka percakapan, sekedar basa-basi sekaligus membuat Aida meresponnya karena sebetulnya dia juga sudah tahu dari catatan medis yang berasal dari IGD."Ehm …." Aida berdehem pelan dan mengangguk menyanggupi dan berusaha untuk fokus. Dia tak menegur Irsyad karena bingung juga harus bicara apa dengan pria itu."Kurang tahu ya Dokter tadi tiba-tiba saja gelap dan pusing terus hilang aja begitu."
"Dimas sebaiknya kau pergi dan bawa temanmu juga pergi sekarang. Di sini bukan tempat untuk bermain-main karena ada orang yang sakit!"Ruangan itu hening sesaat sebelum Nada menyentak mencoba untuk mengusir para pria yang tidak berkepentingan menurutnya.Apalagi dia memang masih belum memaafkan Radit dan belum tertarik untuk memulai pembicaraan dengan suaminya itu."Nada jangan terlalu sinis lah. Kamu bisa pergi dulu bersama dengan Radit bicaralah soal permasalahan pribadimu di luar ruangan sana. Aku biar bicara di sini bersama dengan Aida dan menemaninya. Ada beberapa hal juga yang ingin aku tanyakan padanya. Lagi pula suamimu juga sudah melakukan sesuatu yang benar. Jangan gunakan emosimu!"