"Semoga saja dia tahu kalau ancaman itu bukan pura-pura!"
Alina yang sudah keluar dari rumah Ellena dan sudah berteleportasi kembali ke rumahnya baru saja bercuap-cuap begitu sambil menahan kesal pada adiknya.
Yah, sudah dibilang kan kalau dia tidak percaya pada Ellena tadi?
"Ayah, maafkan aku. Kalau aku terpaksa harus membunuh anak kesayanganmu yang manja itu bukan karena aku tidak menyayanginya. Tapi karena dia membuat masalah pada rencanaku. Aku harap kau mengerti dan tidak akan membuat perhitungan denganku. Aku hanya mengikuti caramu dan berusaha untuk memenuhi semua janji kepadamu."
Alina sambil berjalan menuju meja kerjanya dia baru saja berucap begitu dan kini mengetik sesuatu dengan laptopnya untuk pengacaranya.
Ada beberapa hal yang tidak bisa diurus oleh Alina sendiri karena itu dia membutuhkan seseoran
"Ai, kamu tunggu di kamar. Nanti aku ke sini lagi setelah membereskan urusan di bawah. Jangan lakukan apapun, jangan turun dari tempat tidurmu.""Iya Mas."Aida mengangguk patuh."aku suamimu dan aku ingin kamu menurut padaku. Selangkah pun aku tak ingin kamu turun ke lantai.""Iya Mas.""Dan ada handphone di samping! Tapi kamu tahu kan siapa saja yang kuizinkan untuk diangkat teleponnya atau kamu balas pesannya. Jangan menentangku dan mengujiku!""Iya Mas."Aida memang tak mau membantah pria yang kini matanya memintanya mengikuti semua peraturan yang dibuatnya itu."Tunggu di sini. Kamu boleh membaca bukumu aau tidur saja. Dan untuk kuliahmu, bulan depan ba
Ku-kurasa boleh. Mungkin disuruh sama ibu? Soalnya biasanya kan dia mengirim pesan bukan telepon. mungkin saja penting?Dan selepas Aida menentukan pilihannya itu....Aida: Assalamu'alaikum Lingga. Ada apa?Lihatlah, bahkan untuk menentukan apakah dia akan mengangkat telepon dari adiknya sendiri atau tidak itu membuat Aida gugup sendiri dan ketakutan.Dia bukan wanita yang seperti ini! Tapi sekarang kondisinya memang jadi seperti ini. Kecemasan berlebih seperti anxiety.Itu ditunjukkan dari tangannya yang masih bergetar saat memegang handphone itu dan mendekatkannya di telinga.Lingga: Wa'alaikumsalam Mbak Aida. Aku libur nih sekarang. Hehehe. Aku main ke tempatnya Mbak Aida, ya? Udah lama aku juga nggak ketemu sama Mb
Siapa yang pura-pura lupa?Aida yang mulutnya masih penuh dan tak bisa menatap kemanapun karena memang kepalanya dipegang cukup kuat, sebetulnya sensi dengan ucapan suaminya itu.Bisakah dia marah-marah padaku tidak sambil memakai tubuhku begini? Sakit kan!Percuma juga Aida menitikan air mata dan hanya meringis di dalam hatinya macam ini karena orang yang ada di hadapannya seolah tak mau mendengarnya."Kamu milikku, cuma aku!"Kalau sudah dipenuhi dengan emosi Memang agak berat untuk berpikir jernih! Suami Aida sudah menjadi pria yang seakan Aida tak kenal!"Kamu milikku jadi ikuti mauku, aku yang menentukan! Aku, Ai!"Belum cukup Aida istirahat tapi sekarang rasa tubuhnya sudah ke
"Enggak Mas Reiko, aku gak akan ninggalin Mas Reiko. Selamanya!"Tentu saja Aida tidak akan tega melakukan apa yang diduga oleh suaminya itu. Apalagi sudah mendengar sindiran Reiko barusan. Dan makin terbawa suasana saat mengingat bagaimana kehidupan suaminya dulu yang memang sedikit sekali mendapatkan kasih sayang.Hati Aida iba."Jangan berpikir gitu, Mas. Aku tetep di sini sama Mas Reiko."Karena itu, alih-alih pergi Aida justru membuka kedua tangannya dan memeluk pinggang suaminya membuat tangan Reiko yang tadi mencengkram pipinya cukup kencang kini perlahan melonggarkan cengkeramannya."Maafkan aku, Ai--"Sejenak Reiko melupakan orang yang sudah memencet bel pintu apartemennya dan dia justru melepaskan tangannya dari wajah Aida dan
"Hmm ya benar kata my woody. mana istrimu Tuan Adiwijaya? Aku sudah kangen dengannya. Cuma aku tak berani bertanya aku takut kau marah dan berpikir aku ingin menyuruh-nyuruh istrimu lagi.""Makanya aku tanyakan, Tasya. Kau ingin berteman dengan Aida?" Richard menimpali sambil mengubah posisi tangannya merangkul Tasya."Iya Richard," ucap Tasya setelah Richard memberikan kecupan di pipi istrinya."Dia gadis baik. Aku suka sekali bicara dengannya dan mendengar sarannya," lalu Tasya menatap Reiko."Dia tak membenciku pasal seblak itukan?" tanya Tasya yang membuat Reiko sadar kalau dirinya tadi masih berdiri mematung dengan nampan."Tidak, Nyonya Tasya."dan Tasya yang ikut celingukan setelah suaminya bertanya, dengan wajah memelas dan terlihat jujur membuat hati Reiko jadi lebih tenan
"Sudah dua minggu!"Sesaat sebelumnya di tempat yang berbeda ada seseorang yang berjalan bolak-balik dan dia mulai memikirkan sesuatu yang membuatnya penat sendiri."Terakhir aku menghubunginya dua minggu yang lalu. Tapi sampai saat ini dia belum menghubungiku? Kemana kau Reiko? padahal biasanya kalau aku mengomel sehari saja sudah panik dan membujukku!"Seorang wanita yang kebingungan dia duduk di ujung tempat tidurnya sambil menenggak lagi air di dalam botol minuman yang dari tadi memang dipegangnya."Dia tak begini!"Wanita itu semakin mabuk dan semakin tak terima apalagi kalau dia memikirkan perubahan pria dipikirannya sangat drastis itu."Tidak mungkin selama dua minggu tidak menghubungiku hanya karena dia marah aku menyebutnya seb
Apa yang salah dengannya?Dan pertanyaan ini sudah berulang-ulang kali dipertanyakan oleh Aida pada dirinya sendiri. Tapi selama dua minggu ini tetap memang dia belum mengetahui jawaban yang sebenarnya dari perubahan sikap suaminya."Heish, sudahlah!"Aida buntu. Lagi pula banyak sekarang yang harus dia lakukan dan bukan hal itu saja yang harus dikhawatirkan.Sekali lukaku terlihat akan jadi masalah seperti kejadian di villa Tuan Raditya.Bagaimana dia menutupi semua luka-lukanya, ini lebih penting. Aida segera mungkin mengambil pakaiannya untuk bersiap bertemu dengan Tasya dan Richard Peterson.Aida sendiri berusaha untuk menahan lagi semua rasa sakit di tubuhnya dan lebih mengedepankan logikanya karena tak mau membua
Dia waras gak sih? Nama itu dia nggak kenal? Dia gak mungkin gak mengenal nama kekasihnya kan? Ratu lebah idamannya, loh! Mana masih ada fotonya juga itu. Becanda ga sih? Atau pura-pura?Nama Brigita di handphone itu tetap masih sama. Tapi Reiko memang seperti orang tidak mengenalnya meski foto Brigita tak pernah dihapusnya.Makin heran Aida. Apa yang salah dengan otak suaminya?"Angkat Mas. Mungkin penting.""Aku kasih nama sejelek ini mungkin karena dia itu bahaya, kan? Lebah kan sengatannya bahaya?"Hihihi, ya memang bahaya karena itu menyakiti hatiku kalau dia mengangkatnya. Tapi aku tidak mau kalau sampai dia mengingat nama itu dia berpikir bahwa aku memanfaatkan kejadian ini untuk membuat wanita itu terlihat buruk dan dia malah membenciku nanti.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku