"Sebelum membahas masalah imbalan, keluarga Grace adalah keluarga yang sangat baik sekali padaku dan mereka adalah teman dekatku. Kau tidak akan melakukan sesuatu yang buruk pada Jason Ramos kan? Maksudku--"
"Membunuhnya begitu?"
"Hmm!"
Ellena mengangguk karena dia masih memiliki rasa belas kasihan pada sahabatnya yang sudah membantunya selama ini. Dia tidak ingin sampai keluarganya bermasalah apalagi Jason setahu Ellena adalah seorang pria yang sangat diidamkan oleh anak dari Grace, Louisa. Karirnya juga gemilang. Makanya dia merasa sangat cemas.
"Aku tidak akan membunuhnya. Aku hanya ingin mengambil sesuatu yang ada di rumahnya dan sebaiknya kau tidak terlalu tahu banyak supaya kau tidak pusing juga nantinya."
Yah, apa yang mau diambil oleh saudara kembarnya ini memang m
"Semoga saja dia tahu kalau ancaman itu bukan pura-pura!"Alina yang sudah keluar dari rumah Ellena dan sudah berteleportasi kembali ke rumahnya baru saja bercuap-cuap begitu sambil menahan kesal pada adiknya.Yah, sudah dibilang kan kalau dia tidak percaya pada Ellena tadi?"Ayah, maafkan aku. Kalau aku terpaksa harus membunuh anak kesayanganmu yang manja itu bukan karena aku tidak menyayanginya. Tapi karena dia membuat masalah pada rencanaku. Aku harap kau mengerti dan tidak akan membuat perhitungan denganku. Aku hanya mengikuti caramu dan berusaha untuk memenuhi semua janji kepadamu."Alina sambil berjalan menuju meja kerjanya dia baru saja berucap begitu dan kini mengetik sesuatu dengan laptopnya untuk pengacaranya.Ada beberapa hal yang tidak bisa diurus oleh Alina sendiri karena itu dia membutuhkan seseoran
"Ai, kamu tunggu di kamar. Nanti aku ke sini lagi setelah membereskan urusan di bawah. Jangan lakukan apapun, jangan turun dari tempat tidurmu.""Iya Mas."Aida mengangguk patuh."aku suamimu dan aku ingin kamu menurut padaku. Selangkah pun aku tak ingin kamu turun ke lantai.""Iya Mas.""Dan ada handphone di samping! Tapi kamu tahu kan siapa saja yang kuizinkan untuk diangkat teleponnya atau kamu balas pesannya. Jangan menentangku dan mengujiku!""Iya Mas."Aida memang tak mau membantah pria yang kini matanya memintanya mengikuti semua peraturan yang dibuatnya itu."Tunggu di sini. Kamu boleh membaca bukumu aau tidur saja. Dan untuk kuliahmu, bulan depan ba
Ku-kurasa boleh. Mungkin disuruh sama ibu? Soalnya biasanya kan dia mengirim pesan bukan telepon. mungkin saja penting?Dan selepas Aida menentukan pilihannya itu....Aida: Assalamu'alaikum Lingga. Ada apa?Lihatlah, bahkan untuk menentukan apakah dia akan mengangkat telepon dari adiknya sendiri atau tidak itu membuat Aida gugup sendiri dan ketakutan.Dia bukan wanita yang seperti ini! Tapi sekarang kondisinya memang jadi seperti ini. Kecemasan berlebih seperti anxiety.Itu ditunjukkan dari tangannya yang masih bergetar saat memegang handphone itu dan mendekatkannya di telinga.Lingga: Wa'alaikumsalam Mbak Aida. Aku libur nih sekarang. Hehehe. Aku main ke tempatnya Mbak Aida, ya? Udah lama aku juga nggak ketemu sama Mb
Siapa yang pura-pura lupa?Aida yang mulutnya masih penuh dan tak bisa menatap kemanapun karena memang kepalanya dipegang cukup kuat, sebetulnya sensi dengan ucapan suaminya itu.Bisakah dia marah-marah padaku tidak sambil memakai tubuhku begini? Sakit kan!Percuma juga Aida menitikan air mata dan hanya meringis di dalam hatinya macam ini karena orang yang ada di hadapannya seolah tak mau mendengarnya."Kamu milikku, cuma aku!"Kalau sudah dipenuhi dengan emosi Memang agak berat untuk berpikir jernih! Suami Aida sudah menjadi pria yang seakan Aida tak kenal!"Kamu milikku jadi ikuti mauku, aku yang menentukan! Aku, Ai!"Belum cukup Aida istirahat tapi sekarang rasa tubuhnya sudah ke
"Enggak Mas Reiko, aku gak akan ninggalin Mas Reiko. Selamanya!"Tentu saja Aida tidak akan tega melakukan apa yang diduga oleh suaminya itu. Apalagi sudah mendengar sindiran Reiko barusan. Dan makin terbawa suasana saat mengingat bagaimana kehidupan suaminya dulu yang memang sedikit sekali mendapatkan kasih sayang.Hati Aida iba."Jangan berpikir gitu, Mas. Aku tetep di sini sama Mas Reiko."Karena itu, alih-alih pergi Aida justru membuka kedua tangannya dan memeluk pinggang suaminya membuat tangan Reiko yang tadi mencengkram pipinya cukup kencang kini perlahan melonggarkan cengkeramannya."Maafkan aku, Ai--"Sejenak Reiko melupakan orang yang sudah memencet bel pintu apartemennya dan dia justru melepaskan tangannya dari wajah Aida dan
"Hmm ya benar kata my woody. mana istrimu Tuan Adiwijaya? Aku sudah kangen dengannya. Cuma aku tak berani bertanya aku takut kau marah dan berpikir aku ingin menyuruh-nyuruh istrimu lagi.""Makanya aku tanyakan, Tasya. Kau ingin berteman dengan Aida?" Richard menimpali sambil mengubah posisi tangannya merangkul Tasya."Iya Richard," ucap Tasya setelah Richard memberikan kecupan di pipi istrinya."Dia gadis baik. Aku suka sekali bicara dengannya dan mendengar sarannya," lalu Tasya menatap Reiko."Dia tak membenciku pasal seblak itukan?" tanya Tasya yang membuat Reiko sadar kalau dirinya tadi masih berdiri mematung dengan nampan."Tidak, Nyonya Tasya."dan Tasya yang ikut celingukan setelah suaminya bertanya, dengan wajah memelas dan terlihat jujur membuat hati Reiko jadi lebih tenan
"Sudah dua minggu!"Sesaat sebelumnya di tempat yang berbeda ada seseorang yang berjalan bolak-balik dan dia mulai memikirkan sesuatu yang membuatnya penat sendiri."Terakhir aku menghubunginya dua minggu yang lalu. Tapi sampai saat ini dia belum menghubungiku? Kemana kau Reiko? padahal biasanya kalau aku mengomel sehari saja sudah panik dan membujukku!"Seorang wanita yang kebingungan dia duduk di ujung tempat tidurnya sambil menenggak lagi air di dalam botol minuman yang dari tadi memang dipegangnya."Dia tak begini!"Wanita itu semakin mabuk dan semakin tak terima apalagi kalau dia memikirkan perubahan pria dipikirannya sangat drastis itu."Tidak mungkin selama dua minggu tidak menghubungiku hanya karena dia marah aku menyebutnya seb
Apa yang salah dengannya?Dan pertanyaan ini sudah berulang-ulang kali dipertanyakan oleh Aida pada dirinya sendiri. Tapi selama dua minggu ini tetap memang dia belum mengetahui jawaban yang sebenarnya dari perubahan sikap suaminya."Heish, sudahlah!"Aida buntu. Lagi pula banyak sekarang yang harus dia lakukan dan bukan hal itu saja yang harus dikhawatirkan.Sekali lukaku terlihat akan jadi masalah seperti kejadian di villa Tuan Raditya.Bagaimana dia menutupi semua luka-lukanya, ini lebih penting. Aida segera mungkin mengambil pakaiannya untuk bersiap bertemu dengan Tasya dan Richard Peterson.Aida sendiri berusaha untuk menahan lagi semua rasa sakit di tubuhnya dan lebih mengedepankan logikanya karena tak mau membua