"Ai, berbeda seperti emas yang ingin kusembunyikan dalam brankas, tapi dia juga seperti favoritku yang selalu saja ingin kulihat, dan sayangnya aku khawatir kalau dia tidak dimasukkan ke dalam brankas akan banyak orang yang melihatnya juga dan tertarik padanya."
Tapi wanita itu belum sempat menimpali lagi saat Reiko melanjutkan ucapannya.
"Aku takut ada yang melukainya kalau aku bawa keluar. Tapi aku selalu ingin Ai, bersamaku. Cuma aku tak tahu apakah dia aman dan apakah dia bisa tenang bersama denganku? Apakah dia bahagia denganku? Dan sebetulnya aku sudah menawarkan semua hal yang bisa membuatnya bahagia dengan bersamaku, hanya saja dia seperti masih khawatir kalau aku akan menyakitinya. Aku sadar aku belum pantas untuknya tapi …."
"Kakekmu sangat nasionalis sekali sampai dia tahu semua hal soal itu. Padahal aku yakin, tidak banyak orang yang paham tentang sejarah itu. Apa dia juga memberitahukan mu tentang buku Madilog dan Gerpolek yang ditulis Tan Malaka?" cicit Aifah cenderung satir."Anda benar." Reiko tak menampik. "Dan setiap tahun itu menjadi sebuah cerita yang berulang.""Hmm!" Aifah lalu manggut-manggut dengan senyum di bibirnya."Kakek suka bercerita tentang banyak hal. Semua yang berhubungan tentang sejarah terutama dengan sejarah di Kudus. Dia sangat bangga sekali dengan kretek yang dibuat olehnya dan perusahaan. Sirup kretek khusus dibuat olehnya dan sesuatu yang selalu berhubungan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, ini cerita
"Tan Malaka, Lesmana!"Sesaat sebelumnya di dalam ruangan ICU ketika Lesmana masuk ke dalamnya untuk memenuhi panggilan Adiwijaya."Tuan besar jangan terlalu banyak pikiran dulu …."Lesmana tahu apa yang mau disampaikan oleh Adiwijaya. Dia tahu ini pasti berhubungan dengan kemungkinan Adiwijaya melihat mantan istri dari putranya karena nama itu yang disebut duluan lah dan pasti yang membuatnya kambuh.Lesmana tahu apa yang diinginkan Adiwijaya.Tapi karena kekhawatirannya dengan kesehatan Adiwijaya, dia berusaha untuk mengingatkan kondisi kesehatan pria itu."Aku sudah tidak apa-apa Lesmana. Tadi dokter Juna kemari dan memberikanku satu injeksi. Dan dari situ aku merasa agak lega. Nafasku tak masalah lagi. Dan aku rasa Aku membutuhkan injeksinya itu untuk cadangan." Adiwijaya sangat antusias."Injeksi?""Iya, Lesmana!"Adiwijaya memberikan penekanan di sini."Sudah lupakan dulu itu. Pokoknya kamu sekarang pergi! Cari tahu tentang CCTV nya. Aku yakin kamu bisa melihat ada Tan Malaka."
"Eeeh, aku nggak kecapean kok Romo. Beneran aku nggak kecapean dan aku mau nungguin Romo sampai Romo sembuh di sini!"Lebih baik di sini dulu lah! Aku lelah kemarin juga tiga hari dengannya aku benar-benar capek.Memang sih ada perasaan yang tidak bisa dibohongi oleh Aida kalau dia menikmati itu juga, tapi membayangkannya itu sangatlah melelahkan dan kadang-kadang dia juga masih merasakan malu di hadapan Reiko karena ketidaksempurnaannya ini."Iya aku tahu kamu ndak capek, tapi gimana nanti kalau kondisimu juga ngedrop kayak aku nduk?"Adiwijaya tidak mau menerima permintaan dari Aida. Dia mengingatkan sesuatu yang pen
Woaaaah, Mas Reiko menggandengku kenceng banget. Dan jalannya cepat banget. Dia juga nggak bicara apa-apa. Kenapa dia?Aida jadi kepikiran. Tapi karena Reiko tidak memelankan langkahnya, dia hanya bisa diam saja dan mencoba mengikutinya sambil mempercepat langkah kecilnya. Maklum saja langkah Reiko itu lebar dan besar."Mas Reiko kita naik taksi, ya?"Aida mencoba untuk mencairkan suasana dan bertanya saat sudah di luar lobi rumah sakit.Tapi ndak dijawab, tuh! Kenapa ya? Dia marah padaku, bukan?Ada bisikan dalam hati Aida sepert
"Mas Reiko nih, aku minta jawaban kenapa malah mengecupku?"Reiko memang tidak menjawabnya. Justru dia menempelkan bibirnya pada Aida dan saat didorong malah semakin menyesap kuat.Hampir semenit akhirnya Aida baru bisa lolos dan kini wajahnya memerah. Sangat malu sekali dengan sang supir seandainya dilihat."Karena istriku cerewet banget!"Reiko menepuk-nepuk kepala Aida dan membawa wanita itu ke dalam rangkulannya."Aku laper. Kamu mau makan juga nggak? Dari tadi pagi kan kita cuma makan di pesawat doang, Ai."
"Ssst, kamu malu-maluin aku, kenapa teriak sih, Ai?"Dengan semena-mena setelah dia menggantikan tas Aida, Reiko bukan menaruh tas lama Aida di dalam paper bag dari belanjaan mereka, justru malah menaruhnya ke dalam tong sampah.Jelas saja Aida sedikit memekik.Dan namanya juga di konter barang-barang mewah, mereka biasanya hening dan tak ada yang meninggikan suaranya. Makanya suara Aida ini jelas saja menarik perhatian beberapa orang yang memperhatikan mereka jadinya.Sssh, kalau bukan istriku habis anak ini. Sayang saja dia sudah menguasai hatiku dan mau mengomelinya juga aku tak tega melihat matanya yang berair begitu.
"Huh? Maksud Mas Reiko, Nyonya Tan yang tadi ngasih Mas Reiko kartu nama?""Hmm. Iya Nyonya Tan yang itu. Tapi kamu jangan memanggilnya dengan sebutan itu ya, Ai. Dia tidak suka dipanggil seperti itu dan dia lebih suka dipanggil Nyonya Aifah.""Iya Mas. Kayaknya Mas Reiko udah kenal akrab dan deket sama dia sampe tau kalau dia gak suka.""Kalau dibilang deket dan akrab ya nggak sih. Aku cuman nganterin dia aja tadi dan cuman ngobrol selama di mobil aja dan dari obrolan itu aku tau."Makanan mereka datang sehingga obrolan terjeda dulu sejenak selepas Reiko bicara.
"Mas Reiko, memangnya Mas Reiko tahu kita naik bus nomor berapa?""Ai, dulu aku kuliah di sini aku bukan orang kaya gak pakai kendaraan mewah. Ke mana-mana ya aku juga sering naik bus juga.""Moso?""Hmm. Baru sejak bersama dengan Brigita saja aku merubah semuanya untuk mempermudah mobilisasi kami dan supaya ga ribet aja, makanya waktu itu aku beli mobil di sini dan beli apartemen.""Ooo," jawaban Aida hanya sesederhana itu saja. Tak mau berpikir terlalu jauh.Toh mereka memang punya kenangan di sini dan kenapa juga aku harus cemburu? Itu masa lalu mere