Mati Aku! Dimas pasti denger, ini kan?
Hati Reiko berbisik pelan disaat yang bersamaan.
"Nah bener, ini memang suaminya Aida! Tampan kan? Wajahnya Aku pikir-pikir mirip loh sama neneknya."
"Enggak kok Ayah. Aku rasa wajahnya mirip sama Romo Adiwijaya."
"Hahahah! Waluyo, Kau dengar tidak kata anakmu itu apa? Putrimu Mutia ini adalah anak yang jujur, tak mungkin Dia berbohong, toh?"
Tentu saja saat ini Waluyo yang mendengar tak setuju dan mencebik pada Adiwijaya yang sepertinya berbunga hatinya.
"Ehm, maaf Mutia, tapi sepertinya hadiahmu itu biar disimpan dulu sama Bule, tidak apa-apa?"Lagi-lagi keberuntungan ada di pihak Reiko. Sebelum dirinya menjawab, Ratna sudah lebih dulu mem-back up menantu kesayangannya itu."Oh kenapa gitu, Bule?"Gadis dengan kerudung menjuntai bahkan bagian depan kerudungnya itu lebih panjang dari yang biasa Aida gunakan menutupi bagian atas tubuhnya sempurna hingga ke pangkal kaki dan di bagian belakang ujung terpanjang hampir ke lututnya jelas penasaran dengan yang dikatakan Ratna. Itu sebabnya Mutia refleks bertanya."Karena Nak Reiko datang ke sini tidak bilang-bilang pada Aida dan sebetulnya sud
"Ini dokter Juna yang tempo hari Aku ceritakan padamu dan Dia adalah dokter muda berbakat di London. Dalam usianya semuda ini, Juna sudah menjadi dokter spesialis bedah terkenal.""Wow! Luar biasa ya, ngomong-ngomong kenapa kita ngomongnya di depan pagar begini? Ayo masuk!"Farhan mempersilakan dan keduanya pun mengikuti saat dirinya menutup pagar, bertepatan dengan sebuah mobil yang baru saja keluar dari rumah keluarga Adiwijaya.Tentu saja kedua tamu ini tidak dilihat oleh mobil itu."Pasti kalian berdua sangat sibuk sekali, bukan?""Aku sih tidak, karena
"Garis bibirnya pas senyum itu garis bibir Sulastri, loh Romo!"Waluyo memang sudah lama tidak bertemu dengan wanita itu. Tapi Sulastri Listyaningrum memang tak lekang oleh waktu. Tetap masih ada di dalam pikirannya.Makanya Dia memang memperhatikan sekali seseorang di sana."Ndang cepat lihat fotomu. Kamu bisa lihat nanti, bisa ngebandingin."Lah, iya sebentar Romo, tak cari sek, neng endi yo?""Halah! Moso foto ngono ae neng endi, koe simpen neng endi memang?"Adiwijaya jadi
"Pak Dimas bisa tunggu sebentar, tidak? Saya ada janji jam lima, jadi Saya mau….""Teleponlah. Daripada nanti Kau kena omel sama Raditya. Kau janjian dengan mertuanya kan? Tapi lebih baik Kau telepon Sandi saja, daripada Kau telepon Raditya, karena bukan urusanmu selesai tapi Kau akan kena makiannya."Sampai ke tahap ini pun Dimas tahu. Reiko tidak bisa berkata-kata. Dia hanya membuka mulutnya dan tertawa tanpa suara ketika mereka baru saja memasuki pagar rumah Adiwijaya."Jangan kaget juga. Aku tahu kalau Kau ada janji dengan ayahnya Denada itu. Aku tadi pagi ke rumahnya Raditya, ada beberapa hal yang ingin Aku bicarakan dengannya dan tak sengaja Aku juga mendengar obrolan kalau Sandi baru menghubungi Padri,
"Kau punya minuman di pesawatmu?"Aku pikir Dia ingin membicarakan sesuatu yang serius! Ternyata minuman?Tak tahulah Reiko harus berkomentar apa, tapi Dia sudah menganggukkan kepalanya di hadapan seseorang yang tampak senang bisa mendapatkan sedikit alkohol."Ah, baguslah! Aku sedikit pusing dan ingin sedikit sparkling!"Dimas bicara sambil turun dari helikopter yang sudah membawa mereka ke tempat tujuan.Kini mereka hanya perlu mengendarai mobil kurang dari 5 menit untuk sampai ke parkiran pesawat jet.
"Hahaha! Tak perlu tegang begitulah! Cukup panggil Aku dengan Mas saja, kan tadi sudah Aku bilang?"Dimas ini kadang-kadang memang suka iseng! Ada saja ulahnya untuk membuat orang sedikit emosi."Aku tidak ingin mengambil Istrimu, soalnya Aku sudah punya anak dan istri. Kataku juga, kalau Aku belum punya anak dan belum punya istri jelas Aku akan merebutnya darimu, apalagi Dia keluarganya Farhan!"Dua kali lagi Dimas memberikan penekanan terhadap keluarga Farhan, yang makin membuat hati Reiko tak menyukai sosok itu.Dia tidak bercanda denganku! Reiko paham akan hal ini.
Haduh, ternyata mereka yang datang? lemas dalam relung hati Aida.Sssh, ya tentu saja mereka tahu nomor PIN apartemen ini, karena mereka adalah ibu dan adik-adiknya, bisik di dalam hati Aida ketika melihat siapa sosok yang baru saja masuk dan kini berhadapan dengannya langsung.Sosok yang sebenarnya tak ingin dilihat olehnya dan kalau bisa, Aida lebih memilih untuk mengunci pintu kamarnya tadi dan tidak keluar-keluar. Berpura-pura tidur di dalam kamar, daripada sekarang dirinya harus berpapasan tak tahu harus bicara apa dengan mereka."Wah, wah, enaknya hidupmu! Tidak ada siapa-siapa di sini dan bebas melakukan apapun!"
"Maafkan Saya, Nyonya."Sssh, salahku di mananya coba? Aida tak paham.Tapi demi keamanan bersama, Dia memilih minta maaf saja.Aida berusaha tetap kalem. Tak meringis walaupun di sudut bibirnya ada bekas luka darah keluar di sana."Sejam dari sekarang, kalau sampai terlambat, Kau tahu akibatnya!"Rika memang mengizinkan Aida untuk membuat sesuai dengan waktu yang tadi dinegosiasikan oleh Aida."Jika terlambat, ada konsekuensinya untukmu!" seru Rika lagi, ketus.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku