"Kalau Bapak mati, saya dapet warisan ndak?"
"Hey, kau-- sssssh!" Mau mengomel tapi rasa perih yang muncul tiba-tiba membuat Reiko meringis.
"Hahahah!"
Jelas membuat Aida tak bisa menutupi tawa di bibirnya meski saat itu ekor mata Reiko menatap tajam padanya.
"Kamu tuh, memang kamu pikir aku bakal kasih warisan ke kamu?"
"Ya ndak sih Pak, tapi Romo pasti kasih saya sesuatu pasti kaaaan, ya kan kan?" tanya Aida sambil main mata. "Lumayan buat modal nikah sama suami baru nanti."
"Hah, gak mau Pak!" Aida jelas menolak tegas tak berkeinginan melakukan itu!Bayangannya sudah mengerikan saja memikirkan ini."Katamu itu yang dilakukan ibumu, kamu menipuku?''"Enggak lah Pak! Masa ya saya berani nipu Bapak? Cari mati saya!""Ya udah lakuin, ssssh ... sakit ni perutku!" Reiko meringis lagi menahan perih, ngilu, campur baur rasa perutnya. Dia berusaha untuk buang angin tapi memang tidak bisa-bisa."Kamu ingin ngobatin aku, kalau setengah-setengah gini gimana?" makanya Reiko langsung bicara lagi. "Aku beneran gak bisa buang angin. Mampet, perih perutku, kayak sesek juga!"
Tepat aku sedang mendongak dan pas depan hidungku itu bolongan gas-nya, aish, berasa ada angin neraka ke wajahku, kurang ajar! Aida mau meledak.Meminta pertanggungjawaban atas pencemaran pada paru-parunya.TapiMungkin ini teguran Tuhan supaya aku tidak macam-macam dan ini untuk menghukum otakku yang berpikir seperti orang bodoh! Terima kasih Tuhan kesadaranku kembali karena aroma….."Ehm!" Reiko berdehem dan membuat Aida tak melanjutkan apa yang ada dibenaknya."Hihi, lega ya Pak?"Di saat Reiko meringis karena tak enak hati, Ai
"Sakit perutku!"Kini wajah Reiko menatap pada Aida."Kalau aku nggak pakai apa-apa kayak gini badanku jadi enakan. Lagian nggak ada bedanya kan aku tampil kayak gini ataupun aku pakai baju kamu nggak akan tertarik padaku kan?""Seratus persen pangkat seratus saya ndak tertarik Pak! Tapi mata saya tercemar."Jelas saja Aida menggelengkan kepalanya yang membuat Reiko tentu saja tersenyum."Ya udah jadi apa masalahmu? Lagian juga kamu masih terikat denganku! Suka ataupun tidak aku dan kamu itu terikat dalam hubungan pernikahan! Tercemar olehku gak akan dosa untukmu!"
Ssssh!Aida mendengus dalam hatinya meski berusaha untuk tetap membuat mimik wajahnya datar.Sabar Aida! Dia bisa melihat melalui CCTV jika kamu marah-marah, itu bisa membuat kesenangan sendiri untuk dirinya. Jadi sekarang fokus untuk buat makanannya dan Jangan berpikir macam-macam! Walaupun kamu kesal, tunggu sampai kamu masuk ke dalam kamarmu dan mengungkapkan semua kesalmu!Saat ini Aida baru saja keluar dari ruang kerja Reiko dan dia baru menuruni tangga menuju ke arah dapur.Mana ada sih pikiran wanita yang tidak kacau balau melihat penampilan Reiko tadi di ruang kerjanya.
"Apaan sih Pak!""Aku lagi sakit dan aku lagi gak pengen pegang sendok."Rasa-rasanya sudah paling benar tadi aku tuh nggak usah ikut campur, dia mau sakit mau apa dan aku harusnya telepon aja dokter Alif dan tak usah peduli padanya! Dikasih hati lah benar-benar dia minta jantung loh! kesal dan gemas hati Aida.Makanya dia berusaha untuk menguatkan dirinya menjawab dan menolak keinginan Reiko.Tapi….Dreet Dreet DreeetTelepon di meja yang bergetar membuat Pria itu segera mengambil handphonenya lagi sebel
Manusia satu ini! Dia sengaja bukan memanjang-manjangi teleponnya itu supaya Aku tidak bisa banyak bicara?Sudah kesel sampai ubun-ubun Aida, tapi Dia memang tidak mungkin bisa mengatakan apapun di depan Adiwijaya bukan?Adiwijaya: Lah kamu lagi mesra-mesra sama Istrimu, kok malah mau ngobrol sama Kakekmu, toh Le?Makanya, Aida hanya bisa diam dan mendengarkan ketika Adiwijaya menyindir Reiko begini.Reiko: Sudah lama kan, Aku tidak bicara dengan Kakek l! Lagi pula mengobrol seperti ini sambil Aku disuapinkan juga tidak mengganggu kan, Kakek!Lalu
"Eish, Kamu ini, Kakek sedang bicara denganku malah dimatikan teleponnya sih! berani sekali Kamu menggangguku menelepon.""Iiiish!" Aida jadi gemas lagi. "Pakai dulu bajunya Pak, ish, gilani tau ndak sih!" Aida tak mau melihat Reiko dan memalingkan wajahnya."Kamu suka sama Aku? Kepengen sama Aku kalau liat? Makanya malingin muka?"Baru juga Aida ingin memalingkan wajah tapi karena sindiran itu dia kembali menatap Reiko dengan matanya yang membulat ke netra Pria itu sebagai tanda, kalau memang Dia tidak punya rasa."Ndak, ndak sama sekali! Nih makan sendiri!" Aida pun menyodorkan mangkuk supaya dipegang Reiko.
"Eeeh, kenapa bisa jadi kasur di sini sih Pak?"Sofa yang tadi diduduki oleh Reiko, memang bisa jadi sofa bed dan dia hanya perlu mendorong meja menjauh sehingga sofa itu bisa terbuka dan seperti yang dilihat Aida sekarang. Reiko duduk bersandar di sana sambil melonjorkan kakinya."Sakit kakiku kalau harus digantung seperti tadi. Dan cepat masuklah! Suapin aku lagi! Aku ingin makan sambil nonton TV!"Lagi, Aida baru menyadari sesuatu yang membuat dirinya menengok ke sumber yang tadi ditunjuk oleh Reiko."Jadi rak buku ini bisa di geser, terus rak buku ini ada TV di belakangnya Pak?"
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku