"Fuuuh, gara-gara kamu, lihat tadi! Aku jadi kena sial lagi!" gerutu Reiko, di saat bersamaan dia juga sudah menutup jendelanya dan menginjak pedal gas, bersiap meninggalkan bahu jalan itu.
Aida tak tahu dia harus menangis kah atau harus tertawa mendengar keluhan yang baru saja dikatakan oleh Reiko.
"Tapi kan bukan saya yang menyuruh Mas Reiko buat berhenti di situ tadi. Lagian kenapa juga Mas …."
"Hmm, kamu nyalahin aku lagi?"
Walaupun masih ingin mengomel pada Aida, tapi Reiko tidak berhenti saat ini. Dia lebih memilih untuk terus mengemudikan mobilnya di jalurnya.
"Hihihi, aku pikir ada agenda penting apaan tahunya cuman kayak gitu doang?"Malah Aida terkekeh mendengarnya."Ya iyalah! Aku udah susah payah harus ngedengerin ceramah Ibra selama seminggu, terus bantuin buat berulang kali ngasih soal-soal ujian untukmu, masa di hari besarnya aku nggak nganterin?"Ada sedikit rasa tersanjung di dalam hati Aida ketika mendengar ini."Makasih ya, Mas Reiko!""Kamu harus berhasil, Ai!" ucapan yang membuat Aida kembali menatap Reiko dan mengangguk.
Baru bertemu dengannya lagi dan dia sudah mempermalukanku. Pengantar barang? Kencang sekali dia bicara? Gak sekalian pakai speaker. Apa dia ingin mempermalukanku?Pria yang masih jongkok memungut semua bukunya itu sangat kesal sekali mendengar apa yang baru saja terlontar dari bibir Aida. Padahal dia pakai masker. Tapi memang suaranya sangat dihafal sekali oleh wanita itu dan ini mengesalkan untuknya.Apalagi, koridor sekarang cukup ramai. Ish.Dan dia sudah menganggap Aida mengatakan sesuatu yang memang ingin menyudutkannya.Jadi dia berencana mempermalukanku? Dan aku pun akan melakukan hal yang sama jika dia bica
Huh, di-dia bilang apa? Dan apa dia tidak sadar kalau banyak orang di sini? Sepertinya dia salah paham kepadaku, ya?Aida tak menyangka kalau dia akan dapat semprotan seperti ini di luar mushola dengan kondisi banyak orang lalu lalang dan mereka memiliki telinga yang meskipun mereka tidak mau mendengar ucapan dari pria tadi, tapi sesuatu yang masuk ke telinga mereka membuat mereka melirik sedikit pada Aida.Termasuk telinga seseorang yang baru saja pakai sepatu dan dia baru mau keluar dari mushola dan mendengar dengan jelas apa yang tadi dikatakan oleh seorang pria yang kini sudah ngeloyor pergi.Maunya sih Aida mengejarnya dan bicara dengannya.
"Iyalah, gue tau lo emang sangat sayang sama nyokap lo, tapikan urusan nasab …."Dreet dreet dreet"Angkat tuh telepon, gak usah ngomentarin gue dulu, Syad!"Handphone Irsyad bergetar, karena itulah dia segera mungkin hendak mengikuti saran dari sahabatnya."Bentar, ya!" Irsyad agak menjauh.Irsyad : Assalamualaikum Mbak! Kenapa Mbak?Komariah : Waalaikumsalam. Irsyad ayah dan ibu sudah sampai Jakarta. Kamu nanti mampir ke rumah Mbak, nggak?
Reiko : Iya, Kakek. Aku akan segera mengurusnya. Pokoknya Kakek tidak perlu khawatir.Tenanglah hati Adiwijaya ketika mendengar ini.Karena memang inilah yang diharapkan olehnya untuk membantu Waluyo.Adiwijaya : Tapi, koe tenanan loh, Ko. Soalnya aku kasihan sama Waluyo. Dia itu sejak kepergian teman dari Farhan jadi sering bengong sendirian dan memikirkan tentang cinta pertamanya.Reiko : Iya, Kek iya. Nanti aku akan mengatur semuanya dan mengurus izin ke Papa. Kakek tenang saja. Aku ke Abu Dhabi dulu dan nanti dua minggu terakhir aku akan mengantar Kakek.
Ya Tuhan … pasti Mas Irsyad mikir macam-macam tentang aku. Apa mungkin aku bisa menjelaskan semuanya, kalau tadi itu hanya kesalahpahaman? Tapi, aku sendiri sekarang kabur seperti ini dan belum tahu bagaimana cara menjelaskan awal dari kesalahpahaman ini. Duh, kenapa jadi pelik begini semuanya, ya?Aida sambil berlari menyusuri koridor itu, dia sambil memikirkan masalah yang tidak sama sekali pernah dipikirkannya akan terjadi pada hari dimana dia harusnya konsentrasi untuk mengikuti tes, malah masalah perasaan ini yang mengganggunya.Dan apa pula yang membuat pria tadi begitu emosional padanya?Aku menyapanya baik-baik saja loh, tadi. Aku mencoba bicara dengannya sebaik mungkin dan aku sama sekal
Sudahlah, semua kacau balau! Dia pasti melihat Mas Reiko sama aku, kan? Dan dia pasti benar-benar berpikir kalau aku memang pembantunya Mas Reiko yang merebut Mas Reiko dari istrinya. Ini semua salahku, karena aku juga yang memperkenalkan diriku adalah pembantu di rumah itu saat pertama kali bertemu dengannya!Aida melihat pria bermasker itu melewatinya. Tapi, tentu saja Aida tidak bisa memanggilnya dan memperjelas semua yang terjadi.Yang ada dirinya sekarang hanya ingin menangis menyesali semua yang sudah dikatakannya.Bagaimana jika kesalahpahaman ini akan merembet ke masalah lain nantinya?"Ai, kenapa kamu? Ada masalah kah saat mengerjakan soal ujiannya?""Eh, nggak!""Kok keliatan stress banget? Kan sudah kubilang harus pede!""Ndak ada masalah kok Mas Reiko, beneran ndak ada. Aku ndak apa-apa, yuk kita cepet-cepet pulang.""Kamu kok nggak mengomentari bunga yang aku bawa tadi?"Masih sempet-sempetnya Reiko bertanya begini.Gemas sudah hati Aida sebetulnya.Tapi, Reiko tidak bisa
"Heh? Mulai lagi kan lo, Mas!""Ya … gue bicara sebenarnya aja sesuai sama isi hati gue tentang perasaan gue."Dimas bersikeras dengan semua yang ada dalam benaknya dan dia memang merasakan kekecewaan yang besar dalam hatinya masalah ini."Gue benci Tuhan karena dia nakdirin hidup gue kayak gini!"Dimas kalau sudah bicara seperti ini memang dia sangat ekspresif sekali. Wajahnya pun menunjukkan emosinya."Gue benci bokap gue! Gue benci sumber malapetaka di hidup gue itu!"Lihatlah. Bocah itu memang benar-benar membenci ayahnya.Kalau sudah begini, Irsyad biasanya hanya bisa menepuk-nepuk bahunya sambil bicara perlahan-lahan."Lo tau nggak Mas, dari sejak pertama kali gue kenal lo di kampus ini, udah berapa kali lo cerita soal lo benci ama bokap lo?""Tau deh, gue nggak pernah ngitungin tuh! Kayaknya hampir tiap hari gue bilang ama lo, kalau gue benci sama dia!"Senyum Irsyad pun kembali terurai mendapatkan jawaban tadi."Lucu buat lo?""Yang gue tahu, mungkin lo kangen ama bokap lo. Lo
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku