"KETERLALUAN! APA YANG KALIAN LAKUKAN PADA ISTRI SAYA?" Tiba-tiba Raihan masuk dan spontan berteriak melihat rambut dan wajah Ratu basah. Sementara Sonia, Bety dan Vina berdiri mengelilinginya sambil menunjuk-nunjuk wajah Ratu. Napas Raihan naik turun. Tatapan nyalangnya tertuju pada ketiga wanita yang berdiri di dekat Ratu "Raaaiii ...!" desis Ratu pelan saat melihat Raihan di depan pintu. Tatapan pria itu berkilat-kilat tertuju pada sekeliling Ratu. "Pak Raihan? Tadi Bapak bilang apa? Istri?" Sonia juga terkejut mendengar ucapan Raihan. Karena tidak begitu jelas, ia berharap yang ia dengar barusan adalah salah. Sementara Bety dan Vina langsung diam tak berkutik ketika melihat Raihan masuk dan membentak mereka. Karena sedang sibuk memaki-maki Ratu, Vina tidak mendengar begitu jelas apa yang diucapkan Raihan tadi. "Apa yang kalian lakukan padanya?" ulang Raihan dengan geram. "Maaf Pak Raihan, OB ini mencari masalah dengan kami. Dia mengintip kami dari depan pintu. Dia diam-diam
"Silakan duduk!" Raihan sedang berada di atas kursi kebesarannya, memandang tajam pada ketiga wanita yang baru saja masuk ke ruangannya. Sonia yang berdiri paling depan bergegas duduk dan disusul oleh Bety dan Vina. "Sonia, kamu tau kenapa kalian saya minta menghadap ke sini?" "Tau, Pak. Karena ada laporan dari tim audit kemarin." Raihan mengangguk. Ia melihat wajah Sonia sangat tenang. Sementara Bety dan Vina sudah memucat sejak tadi. "Ada banyak pengeluaran fiktif yang ditemukan. Dan jumlahnya pun tidak sedikit. Anda bisa jelas semua ini?" Raihan menghempaskan satu bundel berkas ke hadapan Sonia. Wanita itu tersentak. Raut wajahnya tampak kebingungan. "Kenapa diam? Saya minta kamu jelaskan!" Suara Raihan mulai meninggi. Andai saja tiga orang di hadapannya bukan wanita, mungkin sudah ia luapkan emosinya sejak tadi. "B-baik, Pak." Sonia mulai memberi penjelasan pada Raihan. Dari semua keterangannya itu seolah-olah ia tidak mengetahui apa yang terjadi di bagian keuangan. Menden
"Nyonya ... Raihan?" ulang Ratu tanpa sanggup menyembunyikan senyumannya. Raihan mengangguk. Sudut matanya melirik Ratu yang masih tersenyum. Meski kini Ratu membuang pandangannya ke luar jendela, Raihan masih bisa melihat senyumannya. Tanpa ia sadari dirinya pun ikut tersenyum. Ada rasa hangat menyelimuti hatinya saat ini. "Oh ya, sekarang kita kemana?" Ratu baru ingat bahwa Raihan ingin memberinya kejutan malam ini. Sejujurnya ia sangat penasaran. "Ke satu tempat. Kalau aku kasih tahu, nggak jadi kejutan, dong!" Ratu cemberut. Rasa penasarannya masih membuatnya terus berpikir. Sepanjang perjalanan ia menoleh ke kanan dan kiri. Ia ingin tahu arah ke mana Raihan akan membawanya. "Kenapa tadi lama sekali?" Raihan mencoba mengalihkan pembicaraan.Mendengar pertanyaan Raihan, Ratu kembali menghempas napas kasar. "Kamu pasti nggak percaya. Tadi aku sempat disandera oleh Bety dan Vina. Ternyata mereka mendengar teriakanmu di ruangan Sonia tadi. Mereka penasaran, apa benar aku ini ist
"Kenapa sepi sekali? Kemana semua orang?" Ratu mengedarkan pandangannya, ia tidak menemukan siapapun. Kali ini ia merasa asing berada di rumah yang sejak kecil ia tempati. Perlahan Ratu melangkahkan kakinya menuju dapur. Tapi para pelayan juga tidak ada. Kemudian ia berjingkat-jingkat menuju ruang keluarga. Namun, di sana juga sepi. Netranya melirik kamar Rein dan Maira. Kamar dimana ia sering menghabiskan waktu bersama sang Daddy di sana. Tapi kali ini tidak ada keberanian sedikitpun untuk mendekat ke kamar itu. Ratu terus menuju ruang tamu, tapi tetap sepi. Akhirnya ia berbalik hendak kembali ke kamar mencari ponselnya untuk menghubungi Raihan.Namun saat ia melewati dinding kaca yang menembus ke halaman samping, samar-samar ia mendengar suara tawa beberapa orang. Ratu bergegas mendekat ke dinding kaca lalu membuka tirai. Dari kejauhan ia melihat beberapa orang berada di sekitar kolam renang. Namun karena malam, ia tidak bisa begitu jelas melihat siapa saja yang ada di sana. "Ap
"Ratu, buka matamu!" Suara Raihan kembali terdengar. Debaran yang dirasakan Ratu semakin cepat. Perlahan ia memberanikan diri untuk membuka mata. "Happy birtday, Sayang! Selamat pulang kembali ke rumah!" Yang pertama kali Ratu lihat ketika matanya terbuka adalah wajah cantik Maira yang tersenyum tepat di depannya. "Mamaaaa!" Ratu terpekik dan menangis. Ia sangat ingin memeluk Maira, tapi ada kue di tangan wanita paruh baya itu. "Tiup lilinnya!" "Tiup lilinnya!" Ratu tersenyum diantara derai air mata. Ia melihat semuanya bernyanyi untuknya. Persis yang ia rasakan di setiap tahunnya. Ia pikir tahun ini ia tidak akan merasakannya lagi. Pandangan Ratu cukup lama pada Rein yang ternyata juga berada di belakang Maira. Meski pria tampan itu tidak ikut bernyanyi, Rein ikut bertepuk tangan dengan senyumnya yang menawan. Pandangan mereka bertemu dalam beberapa detik. Ratu juga melihat Raihan telah berdiri di belakangnya. Suaminya itu sudah tidak berada di sebelah Analea lagi. "Ayo, Rat
Mata Ratu mengerjap dan perlahan terbuka. Ia tersentak melihat tubuh kekar yang kini sedang merengkuhnya. Tangan kokoh itu masih melingkar di tubuhnya sejak semalam. Ratu sedikit mendongak demi memandang wajah tampan rupawan yang kini berada di hadapannya. Ia tersenyum mengingat sesuatu yang ia lalui semalam. Hingga ia menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang polos. Kini Ratu bisa merasakan hembusan napas Raihan dengan aroma mint. Kini ia bisa menyentuh dada bidang yang lebar dambaan setiap wanita itu. "Ternyata suamiku tampan sekali," lirihnya pelan. Jemarinya bergerak menyusuri wajah yang nyaris sempurna di matanya itu. Ratu baru menyadari bahwa Raihan memiliki netra elang yang begitu indah, rahang yang begitu kokoh serta hidung yang tegak menjulang. Tidak heran jika banyak wanita yang menginginkannya. Ia kembali tersenyum mengingat malam yang baru saja ia lalui bersama Raihan. Jemari Ratu menyentuh bibir tipis yang semalam menyusuri setiap inchi tubuhnya. Raihan mampu m
"Ratu, kalian kerja hari ini?" Analea menyapa saat telah tiba di meja makan. "Ya." Ratu hanya menjawab singkat sambil tersenyum samar. Ia sempat melirik pada Rein yang ternyata langsung melangkah menuju kamarnya. Hatinya mencelos melihat sikap Rein. Ia menduga Rein masih menghindar darinya. Demi menenangkan hatinya yang seakan diremas, Ratu menghela napas panjang beberapa kali. "Hari ini ada rapat direksi. Jadi, maaf kami harus ke kantor," jelas Raihan yang melihat perubahan pada raut wajah Ratu. Ia memahami apa yang dirasakan istrinya itu. Diam-diam satu tangannya meremas lembut jemari Ratu yang berada di bawah meja, seakan ingin memberikan kekuatan pada hatinya yang sedang bersedih. "Nanti malam nginap sini lagi, kan?" Analea meraih kursi dan duduk tepat di sebelah Ratu. "Liat nanti, deh!" sahut Ratu pelan menunduk. Dalam hatinya ia belum sanggup untuk bersandiwara saat ini. Pura-pura bahagia di depan semua orang. Meski ia sadar posisinya hanyalah anak angkat, hati kecilnya sela
"Selamat pagi Pak Raihan, Bu ... hah?" Security itu ternganga setelah menyapa Raihan dan menoleh pada Ratu. "Selamat lagi, Pak!" sapa Ratu lebih dulu, lalu ia mengikuti langkah Raihan meninggalkan security yang masih terus menatap Ratu tak percaya. Ia berkali-kali menggosok-gosok matanya saat melihat Ratu yang sangat berbeda pagi itu. Raihan dan Ratu hampir sampai di pintu kaca. Ratu melangkah dengan sedikit mengangkat dagunya. Seorang wanita bertubuh gemuk memakai seragam OB buru-buru berdiri agak membungkuk ketika pintu kaca mulai terbuka. "Selamat pagi Pak, Bu ...." "Pagi, Mbak Susi!" Ratu tersenyum manis saat melewati Susi. Di tangan wanita gemuk itu ada peralatan yang biasa Ratu gunakan. Ia terkikik dalam hati melihat Susi yang langsung turun tangan untuk menggantikannya. "Itu ... itu ..." Ratu tergagap hingga tak sanggup bicara. "Mbak Susi, Mbak Susi!" Wanita sang resepsionis tergopoh-gopoh menghampiri Susi. "Mbak, itu, kan, Ratu? Jadi, apa yang dia bilang tempo hari itu