"Nyonya ... Raihan?" ulang Ratu tanpa sanggup menyembunyikan senyumannya. Raihan mengangguk. Sudut matanya melirik Ratu yang masih tersenyum. Meski kini Ratu membuang pandangannya ke luar jendela, Raihan masih bisa melihat senyumannya. Tanpa ia sadari dirinya pun ikut tersenyum. Ada rasa hangat menyelimuti hatinya saat ini. "Oh ya, sekarang kita kemana?" Ratu baru ingat bahwa Raihan ingin memberinya kejutan malam ini. Sejujurnya ia sangat penasaran. "Ke satu tempat. Kalau aku kasih tahu, nggak jadi kejutan, dong!" Ratu cemberut. Rasa penasarannya masih membuatnya terus berpikir. Sepanjang perjalanan ia menoleh ke kanan dan kiri. Ia ingin tahu arah ke mana Raihan akan membawanya. "Kenapa tadi lama sekali?" Raihan mencoba mengalihkan pembicaraan.Mendengar pertanyaan Raihan, Ratu kembali menghempas napas kasar. "Kamu pasti nggak percaya. Tadi aku sempat disandera oleh Bety dan Vina. Ternyata mereka mendengar teriakanmu di ruangan Sonia tadi. Mereka penasaran, apa benar aku ini ist
"Kenapa sepi sekali? Kemana semua orang?" Ratu mengedarkan pandangannya, ia tidak menemukan siapapun. Kali ini ia merasa asing berada di rumah yang sejak kecil ia tempati. Perlahan Ratu melangkahkan kakinya menuju dapur. Tapi para pelayan juga tidak ada. Kemudian ia berjingkat-jingkat menuju ruang keluarga. Namun, di sana juga sepi. Netranya melirik kamar Rein dan Maira. Kamar dimana ia sering menghabiskan waktu bersama sang Daddy di sana. Tapi kali ini tidak ada keberanian sedikitpun untuk mendekat ke kamar itu. Ratu terus menuju ruang tamu, tapi tetap sepi. Akhirnya ia berbalik hendak kembali ke kamar mencari ponselnya untuk menghubungi Raihan.Namun saat ia melewati dinding kaca yang menembus ke halaman samping, samar-samar ia mendengar suara tawa beberapa orang. Ratu bergegas mendekat ke dinding kaca lalu membuka tirai. Dari kejauhan ia melihat beberapa orang berada di sekitar kolam renang. Namun karena malam, ia tidak bisa begitu jelas melihat siapa saja yang ada di sana. "Ap
"Ratu, buka matamu!" Suara Raihan kembali terdengar. Debaran yang dirasakan Ratu semakin cepat. Perlahan ia memberanikan diri untuk membuka mata. "Happy birtday, Sayang! Selamat pulang kembali ke rumah!" Yang pertama kali Ratu lihat ketika matanya terbuka adalah wajah cantik Maira yang tersenyum tepat di depannya. "Mamaaaa!" Ratu terpekik dan menangis. Ia sangat ingin memeluk Maira, tapi ada kue di tangan wanita paruh baya itu. "Tiup lilinnya!" "Tiup lilinnya!" Ratu tersenyum diantara derai air mata. Ia melihat semuanya bernyanyi untuknya. Persis yang ia rasakan di setiap tahunnya. Ia pikir tahun ini ia tidak akan merasakannya lagi. Pandangan Ratu cukup lama pada Rein yang ternyata juga berada di belakang Maira. Meski pria tampan itu tidak ikut bernyanyi, Rein ikut bertepuk tangan dengan senyumnya yang menawan. Pandangan mereka bertemu dalam beberapa detik. Ratu juga melihat Raihan telah berdiri di belakangnya. Suaminya itu sudah tidak berada di sebelah Analea lagi. "Ayo, Rat
Mata Ratu mengerjap dan perlahan terbuka. Ia tersentak melihat tubuh kekar yang kini sedang merengkuhnya. Tangan kokoh itu masih melingkar di tubuhnya sejak semalam. Ratu sedikit mendongak demi memandang wajah tampan rupawan yang kini berada di hadapannya. Ia tersenyum mengingat sesuatu yang ia lalui semalam. Hingga ia menarik selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang polos. Kini Ratu bisa merasakan hembusan napas Raihan dengan aroma mint. Kini ia bisa menyentuh dada bidang yang lebar dambaan setiap wanita itu. "Ternyata suamiku tampan sekali," lirihnya pelan. Jemarinya bergerak menyusuri wajah yang nyaris sempurna di matanya itu. Ratu baru menyadari bahwa Raihan memiliki netra elang yang begitu indah, rahang yang begitu kokoh serta hidung yang tegak menjulang. Tidak heran jika banyak wanita yang menginginkannya. Ia kembali tersenyum mengingat malam yang baru saja ia lalui bersama Raihan. Jemari Ratu menyentuh bibir tipis yang semalam menyusuri setiap inchi tubuhnya. Raihan mampu m
"Ratu, kalian kerja hari ini?" Analea menyapa saat telah tiba di meja makan. "Ya." Ratu hanya menjawab singkat sambil tersenyum samar. Ia sempat melirik pada Rein yang ternyata langsung melangkah menuju kamarnya. Hatinya mencelos melihat sikap Rein. Ia menduga Rein masih menghindar darinya. Demi menenangkan hatinya yang seakan diremas, Ratu menghela napas panjang beberapa kali. "Hari ini ada rapat direksi. Jadi, maaf kami harus ke kantor," jelas Raihan yang melihat perubahan pada raut wajah Ratu. Ia memahami apa yang dirasakan istrinya itu. Diam-diam satu tangannya meremas lembut jemari Ratu yang berada di bawah meja, seakan ingin memberikan kekuatan pada hatinya yang sedang bersedih. "Nanti malam nginap sini lagi, kan?" Analea meraih kursi dan duduk tepat di sebelah Ratu. "Liat nanti, deh!" sahut Ratu pelan menunduk. Dalam hatinya ia belum sanggup untuk bersandiwara saat ini. Pura-pura bahagia di depan semua orang. Meski ia sadar posisinya hanyalah anak angkat, hati kecilnya sela
"Selamat pagi Pak Raihan, Bu ... hah?" Security itu ternganga setelah menyapa Raihan dan menoleh pada Ratu. "Selamat lagi, Pak!" sapa Ratu lebih dulu, lalu ia mengikuti langkah Raihan meninggalkan security yang masih terus menatap Ratu tak percaya. Ia berkali-kali menggosok-gosok matanya saat melihat Ratu yang sangat berbeda pagi itu. Raihan dan Ratu hampir sampai di pintu kaca. Ratu melangkah dengan sedikit mengangkat dagunya. Seorang wanita bertubuh gemuk memakai seragam OB buru-buru berdiri agak membungkuk ketika pintu kaca mulai terbuka. "Selamat pagi Pak, Bu ...." "Pagi, Mbak Susi!" Ratu tersenyum manis saat melewati Susi. Di tangan wanita gemuk itu ada peralatan yang biasa Ratu gunakan. Ia terkikik dalam hati melihat Susi yang langsung turun tangan untuk menggantikannya. "Itu ... itu ..." Ratu tergagap hingga tak sanggup bicara. "Mbak Susi, Mbak Susi!" Wanita sang resepsionis tergopoh-gopoh menghampiri Susi. "Mbak, itu, kan, Ratu? Jadi, apa yang dia bilang tempo hari itu
"Selamat pagi! Mari kita mulai saja rapatnya!" pinta Raihan ketika baru saja masuk. Ruang rapat telah lengkap dihadiri oleh para direksi dari pusat serta tim Audit. Ada Yumaina juga di sana. Wanita itu tersenyun pada Ratu sambil mengedipkan sebelah matanya. Ia takjub dengan penampilan Ratu hari ini. Raihan menarik sebuah kursi dan meminta Ratu untuk duduk, lalu ia ikut duduk tepat di sebelah Ratu. Sikap Raihan itu mengundang perhatian semua yang hadir di ruangan itu. Sonia susah payah menelan salivanya karena gugup. Keringat dingin telah mengalir di keningnya. Berkali-kali ia menarik napas dalam untuk menenangkan diri. Sedangkan Bety dan Vina duduk bersisian. Bety, wanita paruh baya itu tampak pasrah, meski raut wajahnya terlihat sangat sedih. Rapat di mulai dengan memaparkan bukti-bukti kuat yang ditunjukkan tim audit. Sonia beberapa kali mencoba membela diri, namun pembelaannya berhasil dipatahkan oleh Bety. Ratu pun ikut membantu memberikan kesaksian. Setelah semua jelas akhirn
"Masih sibuk?" Raihan masuk ke ruangan Ratu tanpa mengetuk. "Astaga! Aku lupa kamu belum makan siang. Sebentar!" Ratu tersadar suaminya belum makan, buru-buru mematikan laptop di depannya. "Aku sudah pesan makanan. Tapi kenapa belum datang?" Ratu membuka ponselnya untuk menghubungi seseorang. Sedangkan Raihan duduk bersandar di sofa. Ia terus memandang Ratu yang sibuk mengetik pesan. "Sedang berkirim pesan pada siapa?" "Aku meminta Nanang untuk membeli makanan. Tapi ternyata dia belum jalan. Sepertinya dia kerepotan dengan pekerjaannya." "Batalkan saja! Ayo ikut aku!" Raihan seketika bangkit meraih tangan Ratu dan membawa istrinya itu keluar dari ruangan. "Raiii, kita mau ke mana?" Ratu bergegas menyambar tasnya sebelum mengikuti Raihan. "Makan di luar." "Makan di luar? Pekerjaanku masih banyak, Rai. Kita pesan online saja, ya!" Ratu mencoba membujuk. Raihan tidak memperdulikan ucapan istrinya. Ia terus menggandeng Ratu melangkah menuju lift, dan hal itu kembali menjadi pusa