[Kristal. SMA kelas 2.]
Renjana memperhatikan mata sahabatnya yang juga merupakan teman sebangkunya dengan saksama. Lima menit kemudian, ia akhirnya bersuara, “Matamu kenapa?”
“Bengkak.”
Renjana menatap Kristal dengan khawatir. “Nangisin Ferdi lagi?”
“Atau nangisin Kai?” sambar Hafi yang baru datang dan duduk di kursinya, yang ada di depan meja Kristal dan Renjana.
“Bukan!” Kristal cemberut. “Salah semua. Coba lebih kreatif lagi.”
Hafi yang baru selesai menaruh tasnya di laci meja langsung tertawa. “Hei, gimana kita mau lebih kreatif lagi? Kamu, kan, suka nangisin hal-hal nggak penting.”
“Fi&hel
[Kai. Kuliah tahun ketiga.]“Apa mungkin aku membiarkannya terlalu lama?” gumam Cessa sambil mengetukkan pulpen di atas bukunya yang terbuka.Perpustakaan fakultas saat ini tidak terlalu ramai. Karena hari ini masih libur semester, tentu tidak banyak mahasiswa yang ke kampus. Kebanyakan yang Cessa temui di kampus hari ini adalah anggota BEM yang tengah sibuk dengan OSPEK dan mahasiswa yang tengah mengurus administrasi seperti dirinya.Kepergian Cessa ke Melbourne hanya tinggal menghitung hari. Empat belas hari lagi, ia dan teman-temannya yang menempuh pendidikan S1 kelas Internasional akan berangkat ke Melbourne di mana mereka akan melanjutkan sisa dua tahun kuliah mereka.Bahkan kemungkinan besar akan kurang dari dua tahun.Kalau Cessa hitung-
[Kristal. Kuliah tahun ketiga.]Waktu berjalan begitu cepat sampai akhirnya Kristal sudah sibuk berkutat dengan skripsinya. Hanya tinggal selangkah lagi untuk lulus kuliah tiga setengah tahun. Sambil magang di GPP, Kristal dan Aksa berusaha untuk menamatkan kuliah mereka secepat mungkin.“Princess.”“Apa?” tanya Kristal tanpa menoleh. Ia sibuk menyumpit sushi-nya dengan mata yang tertuju pada lembaran revisiannya.Saat ini masih jam makan siang. Keduanya makan di mall yang tidak jauh dari kantor GPP dan Kristal memilih untuk membaca poin revisi skripsi sambil memakan makan siangnya.“Aku mau ambil tawaran beasiswa Master di Belanda.”Kristal menghentikan kunyahannya
[Tahun pertama pernikahan Kai dan Kristal.]Kai masih ingat bagaimana waktu pertama kali Kristal akhirnya setuju untuk pindah ke kamarnya. Ia mengajak Kristal untuk pindah ke kamarnya di bulan keempat pernikahannya dan beruntungnya, di hari itu Kristal langsung setuju.Mereka tidak langsung memindahkan barang-barang Kristal. Perempuan itu mencicilnya dengan membawa skincare dan makeup-nya terlebih dahulu, kemudian disusul dengan baju kerja dan baju rumahnya.“Kamu hari ini nggak niat mau pake lingerie gitu, Ta?” goda Kai yang tidak benar-benar menuntut Kristal harus memakai pakaian seksi itu untuk tidur malam ini.Kristal yang sedang memindahkan pakaiannya ke walk-in-closet Kai, langsung berkacak pinggang sambil menatap Kai yang sedang duduk di
Biasanya tidak ada yang spesial dari rutinitas pagi Kristal. Ia hanya bangun tidur, bersiap ke kantor, sarapan sendiri, kemudian berangkat ke kantor dengan mobil kesayangannya.Akan tetapi, rutinitasnya berbeda setelah hubungannya dengan Kai membaik dan mereka sudah satu kamar.“Ugh….”“Morning, Tata.”“Morning, Kai. Bisa nggak kali ini nggak ninggalin bekas?” tanya Kristal dengan suara mengantuk. “Kamu bukan vampir, kan? Lagian aku nggak mau pake turtleneck di cuaca panas begini.”Kai menjauh dari leher Kristal, namun tetap tidak melepaskan dekapannya dari tubuh mungil istrinya itu. Ia mencium leher Kristal beberapa kali sebelum beralih ke bibir tipis Kristal.
Sabtu itu Kristal sedang asyik bermain bersama Lulu saat ponselnya berdering kencang, mengumandangkan lagu Sorry Not Sorry yang khusus ia pasang sebagai nada dering untuk Hafi.Lulu yang sudah menggemuk dan membuat Kristal semakin gemas dengannya, langsung meloncat dari pangkuan Kristal karena kaget dan Kristal hanya bisa menghela napas.“Ngapain lagi ini playboy satu?” gumam Kristal sambil meraih ponselnya. “Heh, ngapain ganggu weekend orang? Lagi jomblo, ya?”“Selamat pagi juga, Princess,” sindir Hafi. “Eh, ke sini, dong.”“Ke mana?”“Apartemenku. Di kuningan.”“Males.” Kristal meraih remote dan mengganti channel
“Kamu… apa?”“Aku butuh bantuan Kristal.” Cessa mengulang permintaannya. “Kudengar dari Britta, istrimu jadi konsultan di Big Screen, kan?”“Tapi untuk apa?” Kai mengerutkan keningnya. “Aku nggak menerima komplain apa pun dari pihak STORM.”“Kamu… tahu kan kalau sebulan lalu muncul rumor tentang video….”Cessa tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Kai berpikir keras sampai akhirnya menyadari apa yang dimaksud Cessa.Sebulan yang lalu, di sebuah portal berita daring yang tidak terlalu terkenal, muncul berita kalau tersebar sex tape antara Cessa dan Sagara Koesmadji Zantman atau yang biasa dikenal publik sebagai Sagara Zantman.Sagara ada
“Baiklah.”Akhirnya Kristal mengambil keputusan. Jauh di dalam hatinya, entah kenapa ia tahu kalau mengiakan permintaan Cessa tentu bukan hal yang mudah.Bagaimana pun Cessa adalah mantan kekasih suaminya dan background perkara ini bukan… hal yang mudah. Tapi ia juga tidak tega harus membuat Cessa mencari pengacara lain dan membicarakan hal yang tidak ingin diingatnya berulang kali.“Kamu mau membantuku?”Suara Cessa dipenuhi harapan dan keterkejutan yang tidak ia coba sembunyikan.Kristal mengangguk pelan. “Tapi kalau nantinya Sagara nggak melepaskan kamu dengan mudah dan aku butuh beberapa partner-ku untuk menjadi tim kuasa hukum kamu… is that okay?”Cessa me
[Cessa. Lulus kuliah.]“Kamu langsung pergi setelah wisuda?”Kai mengangguk. “Masih banyak yang harus aku urus untuk kuliah masterku. Kamu nggak apa-apa kan aku tinggal sendiri di sini?”Cessa mencoba tersenyum menenangkan kekasihnya itu. Mereka baru pulang dari Melbourne dua minggu yang lalu, tapi masih bisa dihitung jari berapa kali mereka bertemu.Di Melbourne pun, proses adaptasi dan tugas yang menumpuk membuat mereka jarang mendapat quality time.Kadang Cessa curiga, entah kesibukan mereka atau Kai yang berusaha menjaga jarak dan bersikap sebaik mungkin padanya.“Nggak apa-apa.” Cessa kembali meyakinkan kekasihnya. “Kita masih punya waktu beberapa hari sebelum kamu
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya