Kai menatap Kristal dengan penasaran. Sejak tadi perempuan itu turun dari kamarnya di lantai dua, ia terlihat lesu dan jarang bicara.
“Kamu kenapa? Sakit?”
Kai mencondongkan tubuhnya dari seberang meja makan untuk mengecek suhu tubuh Kristal, namun dengan cepat Kristal menepis tangannya. Hal itu membuat kerutan di kening Kai semakin bertambah dalam.
“Nggak apa-apa,” jawab Kristal pelan.
Kai baru akan bicara lagi saat interkom rumah mereka berbunyi. Menandakan satpam di posnya ingin menyampaikan ada tamu. Kristal yang tahu siapa tamunya pagi ini, langsung meraih Balenciaga-nya dari kursi di sebelahnya.
“Aku duluan, ya.”
Aksa menatap perempuan di hadapannya ini dengan penasaran. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk bertanya, “Ta, are you okay?”Apa aku sebegitu mengkhawatirkannya, ya, sampai semua orang mengatakan hal yang sama? batin Kristal sambil mencoba tersenyum sebaik mungkin.“I’m okay.” Kristal tertawa kecil untuk meringankan suasana. “Tadi kita sampai di mana?”Aksa tahu kalau Kristal tidak ingin membahas apa pun yang membuatnya terlihat risau hari ini. Maka dari itu ia tidak bertanya lebih lanjut. Mungkin juga masalah Kristal adalah masalah rumah tangga yang jelas-jelas tidak bisa diceritakan padanya, yang hanya orang luar.Siang ini Aksa sengaja datang ke kantor Kristal untuk membahas mengenai salah satu kasus di mana kasus
“How’s life?”“Great.”Renjana tertawa melihat bagaimana jawaban Kristal justru tidak serasi dengan raut wajahnya yang masam.“He’s not here,” keluh Kristal sambil memeluk bantalnya.Renjana mengecilkan volume televisi kamar hotel yang mereka tempati saat ini. Dua hari yang lalu, Kristal datang ke Bali dalam rangka bekerja.Semalam ia pindah dari Kuta ke Uluwatu dan memesan kamar di Raddison Blu Bali Uluwatu dengan kamar yang memiliki pemandangan laut yang indah.Kepergiannya ke Uluwatu adalah salah satu aksi ngambeknya karena Kai harus pergi ke luar negeri di hari ulang tahunnya.Di hari jadi pernikahan mereka yang pertama.
[Bulan keempat pernikahan Kristal dan Kai.]“Kai?”“Apa?”“Kita, nih, apa, sih?”“Manusia,” jawab Kai tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.Hari ini hari Minggu dan Kai sedang tidak ada janji meeting atau pesta yang harus dihadiri. Kristal menghabiskan waktunya menonton drama Korea yang tengah ramai diperbincangkan karena kegigihan pasangan beda negara yang saling mencintai itu.Lulu yang selalu anteng di dekat Kristal pun ikut menonton bersamanya. Sesekali mengeong ketika Kristal menangis terharu.Setelah makan siang, Kai memutuskan bergabung dengan Kristal di ruang tengah walaupun ia sibuk mengerjakan pekerjaannya.
[Kristal. SMA kelas 2.]“Jadi udah move on beneran dari Kai?” goda Renjana pada Kristal yang tengah membungkus kado untuk kekasihnya saat ini, Ferdi.Kristal nyengir lebar. “Kuharap begitu. Capek rasanya berharap sama orang yang sama dari aku kecil sampai sekarang. Akunya galau, dianya bahagia sama perempuan lain.”Renjana menepuk bahu Kristal. “Good, good.”Ferdi adalah rekor pacar terlama Kristal selama Renjana mengenalnya. Mereka sudah pacaran selama satu tahun dan hari ini adalah ulang tahun Ferdi.Karena semalam Kristal terlalu sibuk mengerjakan tugas sekolah, baru siang ini ia sempat membungkus kado untuk Ferdi di kelas.“Kamu sendiri kapan move on
[Kai. Kuliah tahun kedua]Cessa merupakan seseorang yang mengamati orang lain dengan detail dan bisa dalam waktu yang lama. Ia suka mengobservasi seseorang, mengamati bagaimana mereka melakukan hal secara berulang kali atau bahkan reaksi mereka saat mencoba sesuatu yang baru.Jadi ketika akhir-akhir ini rutinitas Kai berubah, perempuan berkulit kuning langsat dan berambut sebahu itu menyadari perubahannya. Namun, ia tidak menyuarakannya karena menurutnya… hal ini belum terlalu mengusiknya.Tapi setidaknya, Kristal menyadarinya.“Kamu habis ini mau ke mana?”Kelas Cessa dan Kai selesai di waktu yang bersamaan. Tapi karena berbeda jurusan walau masih sama-sama di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, keduanya hari ini memiliki kelas yang berbeda.
[Kristal. SMA kelas 2.]Renjana memperhatikan mata sahabatnya yang juga merupakan teman sebangkunya dengan saksama. Lima menit kemudian, ia akhirnya bersuara, “Matamu kenapa?”“Bengkak.”Renjana menatap Kristal dengan khawatir. “Nangisin Ferdi lagi?”“Atau nangisin Kai?” sambar Hafi yang baru datang dan duduk di kursinya, yang ada di depan meja Kristal dan Renjana.“Bukan!” Kristal cemberut. “Salah semua. Coba lebih kreatif lagi.”Hafi yang baru selesai menaruh tasnya di laci meja langsung tertawa. “Hei, gimana kita mau lebih kreatif lagi? Kamu, kan, suka nangisin hal-hal nggak penting.”“Fi&hel
[Kai. Kuliah tahun ketiga.]“Apa mungkin aku membiarkannya terlalu lama?” gumam Cessa sambil mengetukkan pulpen di atas bukunya yang terbuka.Perpustakaan fakultas saat ini tidak terlalu ramai. Karena hari ini masih libur semester, tentu tidak banyak mahasiswa yang ke kampus. Kebanyakan yang Cessa temui di kampus hari ini adalah anggota BEM yang tengah sibuk dengan OSPEK dan mahasiswa yang tengah mengurus administrasi seperti dirinya.Kepergian Cessa ke Melbourne hanya tinggal menghitung hari. Empat belas hari lagi, ia dan teman-temannya yang menempuh pendidikan S1 kelas Internasional akan berangkat ke Melbourne di mana mereka akan melanjutkan sisa dua tahun kuliah mereka.Bahkan kemungkinan besar akan kurang dari dua tahun.Kalau Cessa hitung-
[Kristal. Kuliah tahun ketiga.]Waktu berjalan begitu cepat sampai akhirnya Kristal sudah sibuk berkutat dengan skripsinya. Hanya tinggal selangkah lagi untuk lulus kuliah tiga setengah tahun. Sambil magang di GPP, Kristal dan Aksa berusaha untuk menamatkan kuliah mereka secepat mungkin.“Princess.”“Apa?” tanya Kristal tanpa menoleh. Ia sibuk menyumpit sushi-nya dengan mata yang tertuju pada lembaran revisiannya.Saat ini masih jam makan siang. Keduanya makan di mall yang tidak jauh dari kantor GPP dan Kristal memilih untuk membaca poin revisi skripsi sambil memakan makan siangnya.“Aku mau ambil tawaran beasiswa Master di Belanda.”Kristal menghentikan kunyahannya
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya