Feli ternganga melihat pemandangan di depan matanya. Kelopak matanya tak berkedip. Ia merasa seperti masih ada di alam mimpi.Bagaimana tidak?Di depan kabinet dapur ia melihat Archer memakai celemek tengah mengiris-iris bawang bombay dengan gerakan sedikit kaku. Lalu di depan wastafel, Kimberly berdiri di atas kursi sambil mencuci tomat.Feli mengerjapkan matanya, mencoba menyadarkan diri kalau ia sudah terbangun dari tidurnya. Ia memang bangun kesiangan hari ini. Kehamilannya yang sekarang membuatnya mudah mengantuk dan tidur yang lama.“Papi, lihat tomatnya sudah bersih belum?”Celotehan Kimberly membuat Feli sadar kalau ini bukan mimpi. Ia lantas bersandar pada kusen pintu, memilih memperhatikan mereka berdua dari kejauhan.“Sudah. Sini, bawa tomatnya. Mau Papi iris.” Archer menoleh pada putrinya sejenak.Kimberly turun dari kursi, lalu mendorong kursi itu ke dekat sang ayah, ia menaikinya lagi untuk menyesuaikan tinggi tubuhnya dengan table counter. Kimberly menyerahkan tomat pad
Kedua sudut bibir Archer terangkat samar. Jari telunjuk dan ibu jarinya mengusap-usap dagu. Ia duduk bersandar pada kursi kebesarannya dengan pandangan menerawang jauh.Vicky menatap bosnya dengan kening berkerut. Seharian ini kerjaan sang CEO kebanyakan melamun, kadang senyum-senyum sendiri, dan tak jarang terlihat kehilangan fokus. Aneh. Vicky merasa ini seperti bukan bosnya yang biasanya. Bahkan, tadi pagi saja Archer terlambat datang hampir satu jam.Vicky berdehem. “Tuan, apa pembahasannya akan dilanjutkan nanti saja?”Pertanyaan Vicky membuat Archer terkejut. Ia membetulkan posisi duduknya, lalu memfokuskan pandangan pada layar MacBook di hadapannya, berusaha mengalihkan ingatannya tentang percintaan panasnya bersama Feli tadi pagi di ruangan istrinya itu yang terus memenuhi kepalanya.Dan ya, itu pengalaman pertama mereka melakukannya selain di rumah. Selama ini Archer selalu meminta haknya tanpa memedulikan perasaan Feli dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri. Namun tadi pa
Feli menurunkan kedua kaki polosnya ke lantai, lalu ia duduk di tepian ranjang. Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi tapi Archer sudah tidak terlihat di sebelahnya.Feli lalu mendapati ada secarik kertas menggantung di ujung lampu tidur, ditempelkan menggunakan solatif. Ia mencabutnya lalu membaca tulisan tangan Archer.‘Ada urusan yang harus aku kerjakan pagi-pagi. Nanti sore aku jemput kamu. Oh ya, jangan lupa diminum susunya.’Tatapan Feli lalu tertuju pada segelas susu khusus kehamilan di dekat lampu itu. Ia baru sadar ada susu di sana.“Dia kenapa?” gumam Feli sembari mengambil minuman tersebut. Sudah agak dingin. Itu artinya Archer sudah cukup lama perginya. “Setiap hari kelakuannya makin aneh aja.”Ah ya, Feli baru sadar kalau ada janin di perutnya. Archer berubah akhir-akhir ini karena demi darah dagingnya di dalam perut.Setelah Feli menghabiskan setengah gelas susu itu, ia menyempatkan diri mengecek ponsel. Tumben pesan masuknya banyak banget, pikirnya.Ia merasa terkejut
Feli memperhatikan Kimberly dan Aurora yang tengah asyik melihat ikan di kolam buatan, yang ada di terminal tiga keberangkatan internasional. Ia harus memastikan kedua anak itu berdiri di jembatan, aman dan tidak terjatuh.Hari ini Feli sengaja mengenakan pakaian simpel. Hanya memakai celana jeans pensil dengan panjang sedikit di atas mata kaki, dipadukan dengan kaos putih kedodoran, berlengan pendek. Kakinya dibalut sneakers. Rambut panjangnya dicepol asal ala-ala wanita di dalam drama Korea.Ia bersedekap dada, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling yang sudah dipenuhi penumpang yang menunggu tempat check-in dibuka. Mungkin sekitar 10 menit lagi baru bisa check-in? pikir Feli sembari melirik arloji.Pandangan Feli lalu tertuju pada sekumpulan pramugari berseragam navy, tampak cantik, elegan dan stylish, menggeret koper masing-masing, berjalan beriringan di belakang dua pria berjas hitam dengan pin lambang maskapai di bagian dada kiri dan garis tegas di bagian ujung lengan.Pria ya
A-apa? Sayang?Ugh! Ingin rasanya Feli mengeluarkan seluruh isi perutnya di depan Archer saat ini juga!Panggilan sayang yang keluar dari mulut pria berjas hitam itu membuat perutnya melilit.“Ngapain kamu di sini?” desis Feli dengan tatapan tak suka.Archer menaruh majalah ke atas meja. Lalu ia mendongak, menatap Feli dengan tatapan tak terbaca, rahangnya tampak mengeras. Feli merasa genggaman tangan Archer semakin erat di tangannya.“Alasan apa yang membuatmu pergi ke luar negeri tanpa izin padaku, hem?”Feli cukup terkejut mendengar suara lembut itu. Ia pikir, Archer akan ngamuk seperti yang sudah-sudah. Tapi kali ini sebaliknya. Alih-alih marah, Archer malah menanyakan alasannya yang membuat Feli berpikir kalau pria di hadapannya itu seperti bukan Archer.“Aku ingin menghindarimu,” jawab Feli apa adanya.Seketika Archer terdiam.“Jadi tolong, kalau nggak ada kepentingan, lebih baik pulang lagi saja. Beri aku waktu untuk sendiri.” Feli membuang muka ketika tatapan Archer terasa beg
“Kamu cuma mau memberikan alasannya, ‘kan? Kenapa kita malah jauh-jauh ke sini? Bilang sekarang memangnya nggak bisa?” Archer bertanya dengan nada tak sabar ketika mereka turun dari mobil yang mereka sewa selama tiga hari di Sydney.Sang sopir menutup pintu kembali setelah kaki Feli menapaki jalan.“Ikut aja.” Feli berjalan mendahului Archer.Di depan matanya ada deretan toko dengan bangunan bergaya modern. Semua toko yang saling berdampingan itu memiliki dinding kaca di bagian depan.Mereka baru tiba di Sydney tadi pagi. Istirahat sebentar di hotel, lalu melakukan city tour di daerah dekat hotel, berempat, sedangkan Auriga memilih tidur untuk memulihkan energi setelah hampir 8 jam berada di udara.Kini, waktu sudah menjelang sore. Feli menitipkan Kimberly pada Auriga bersama Aurora. Sementara dirinya membawa Archer yang terus menerus menagih janjinya untuk mengatakan apa alasan Feli tidak pernah menatapnya setiap kali mereka bercinta.Oh, ralat. Feli merasa mereka tak pernah bercinta
Archer menatap pantulan dirinya yang setengah telanjang di depan cermin. Menatap tato kecil di dada kirinya.Pikirannya terasa penuh dan semrawut. Letupan emosional istrinya tadi sore dan tatapan terlukanya, membuat Archer tak bisa diam dengan tenang. Entah mengapa. Bahkan dadanya pun kini mendadak terasa sesak.Archer ingat, tato ini sudah ada sejak tujuh tahun lalu. Tiga bulan setelah kecelakaan Belvina terjadi. Ketika itu Belvina terus merajuk karena tidak percaya jika Archer benar-benar mencintainya setelah kehilangan anak mereka dan Belvina insecure karena fisiknya cacat.Dengan kondisi fisik yang belum stabil, Belvina membawa Archer ke tattoo studio—seperti yang Feli lakukan tadi, membawanya tanpa Archer ketahui apa maksudnya. Setelah mereka berada di tempat itu, Belvina meminta Archer agar membuktikan cintanya dengan membuat tato di dadanya.Suara deringan ponsel membuyarkan lamunan pria yang hanya memakai handuk itu. Ia mengambil ponsel dari dekat wastafel.Belvina.Archer ter
Feli baru kembali ke kamarnya pagi itu setelah mengantarkan Kimberly ke kamar Aurora dan Auriga.Begitu menutup pintu, Feli melihat Archer tengah duduk di tepian ranjang, hanya mengenakan celana jeans dan kaos singlet. Pria itu lantas berdiri dan menjulurkan kemeja putih di tangannya saat Feli menghampirinya.“Pakaikan kemeja ini untukku.”Feli ternganga. “Sejak kapan kamu nggak bisa pakai kemeja sendiri?”“Sejak pagi ini.” Archer lantas memakai kemeja itu tanpa mengancingkannya. “Karena mulai sekarang tugasmu yang menautkan semua kancingnya.”Hell! Feli mengumpat di dalam hati dengan mata membelalak. Maunya apa sih laki-laki yang hatinya sudah dibutakan wanita lain bertahun-tahun ini?!“Kamu masih punya jari-jari yang masih berfungsi.” Feli menghiraukan Archer dan memilih menghampiri kaca rias. “Atau kalau kamu masih nggak bisa pakai sendiri, minta bantuan saja sama wanita yang selalu ada di hatimu itu. Aku bukan boneka yang bisa kamu kendalikan sesuka hati.” Dengan santai Feli menyah