Setelah menghabiskan jahe hangatnya, Malik kembali ke sofa. Ia hanya menghela napas berat melihat sikap Kimberly yang sudah kumat jika dia merajuk.“Gimana pekerjaanmu?” Malik membuka percakapan di antara mereka.“Baik,” jawab Kimberly singkat. Ia duduk di single sofa sembari memainkan ponsel.Malik memandangi Kimberly dan terdiam sebentar. “Besok hari Senin. Kebanyakan orang nggak suka sama hari Senin karena harus kembali sibuk dengan segudang aktifitas di kantor. Gimana denganmu?”“Biasa aja tuh!”Helaan napas Malik terasa berat menghadapi tanggapan ketus itu, tapi ia tidak menyerah dan kembali bicara, “Kaki dan tanganku pegal-pegal, bisa tolong pijitin?”Kimberly mendelik, tapi ia tidak menolak. Ia menaruh ponsel dan duduk di samping pria itu, lalu memijat lengannya dengan malas-malasan. Malik mengulum senyum tanpa bicara apapun lagi.“Bisa tolong ambilkan aku minum? Aku haus,” pinta Malik beberapa menit kemudian.Kimberly membuang napas kasar. "Manja banget sih," ketusnya sambil b
Kimberly tercenung. Ia tidak tahu hubungan apa yang Malik dan wanita itu miliki. Namun, ucapan wanita itu barusan membuat Kimberly merasa tidak diinginkan kehadirannya di sini.Ia menghela napas panjang. Kemudian kembali ke ruang tengah dengan wajah keruh. Setelah berpikir selama beberapa saat, ia memutuskan untuk pulang saja, lalu ia meraih tasnya.“Mau ke mana?”Suara bariton Malik membuat Kimberly menoleh, lalu berdiri. “Aku harus pulang sekarang.”“Kenapa buru-buru?”“Em… aku… kebetulan ada perlu.”Alis Malik terangkat, mata hitamnya menatap Kimberly dengan lekat. “Temani aku makan malam dulu. Nanti aku antar kamu pulang.”“Nggak usah!” Kimberly menarik tangannya yang baru saja Malik genggam. Ia membuang muka saat Malik menatapnya penuh kebingungan. “Lebih baik aku pulang saja, sepertinya kehadiranku di sini mengganggu acara kalian berdua.”“Kalian?” ulang Malik dengan kening berkerut. “Ah. Maksudmu aku dan adikku?”“Ya?!” Secara spontan Kimberly menoleh pada Malik. “A-adik?”Malik
“Alamat rumah kamu di mana?”“Hah?!”“Rumah kamu di mana?” ulang Malik dengan suara lebih tinggi supaya terdengar Kimberly di belakangnya.Kimberly mengalihkan perhatiannya dari gedung-gedung tinggi yang dihiasi lampu, ke arah depan. Ia berpikir sejenak, lalu menyebutkan alamat apartemen miliknya alih-alih rumah orang tuanya.Ya, Kimberly memiliki satu unit apartemen yang ia beli dengan uangnya sendiri. Namun jarang sekali ia tempati karena ayahnya tidak mengizinkan dirinya tinggal sendirian.Malik mengangguk, ia menepikan motor ke pinggir jalan untuk mengecek map digital. Pria itu tersenyum kecil. “Apartemenmu ada di kawasan elit.”Kimberly terkejut, ia lupa dengan hal itu. “Em… itu… sebenarnya aku menempati aset perusahaan,” dustanya, “gajiku sendiri mana bisa beli apartemen semewah itu.” Ia lantas tertawa untuk menyamarkan rasa gugupnya.Tatapan Malik beralih dari layar ponsel ke arah Kimberly, menatapnya dengan tatapan curiga. “Aset… perusahaan?”“Jangan salah paham!” sanggah Kimb
Kimberly menutup pintu dengan terburu-buru lalu bersandar di daun pintu itu sambil memegangi dadanya yang berdebar kencang. Sampai-sampai Kimberly khawatir, jika tidak dipegangi jantungnya akan melompat keluar dari dadanya.Kakinya masih terasa lemas, pipinya semakin panas dan merasa banyak kupu-kupu beterbangan di perutnya.“Astaga… bisa gila aku lama-lama begini,” gumamnya sambil berlari ke kamar dan menatap pantulan dirinya di cermin.Ugh! Rona merah di pipinya jelas sekali terlihat, dan lipstik di bibirnya berantakan.Pantas saja tadi Malik bilang, "Aku pernah dengar, katanya ada jenis lipstik waterproof ya? Mungkin lain kali kamu harus pakai yang waterproof," kata pria itu sembari memandangi bibirnya.Saat itu Kimberly tidak mengerti, tapi sekarang ia paham maksud ucapan Malik. Itu membuatnya jadi salah tingkah dan malu sendiri.Kimberly duduk di tepian ranjang sambil mengipasi pipinya menggunakan tangan. Kemudian merapikan lipstiknya.Pada saat yang sama, ponselnya berdenting, i
Pintu lift berdenting, Kimberly melangkah keluar dan mencari mobil putih sport yang sesuai dengan foto yang Malik kirimkan kepadanya beberapa saat yang lalu. Tak butuh waktu lama bagi Kimberly untuk menemukannya. Mobil itu terparkir tak jauh dari lift. Ia melihat seseorang duduk bersandar pada bagian depan kap mobil, sedang menunduk pada ponsel di tangannya.Malik menoleh, lalu berdiri. Sosoknya yang tampan dan gagah dengan jas hitam yang melekat pas di tubuhnya hingga mencetak otot lengannya, membuat debaran jantung Kimberly meningkat dua kali lipat. Dengan salah tingkah Kimberly menghampiri pria itu dan menunduk malu. Saat sudah berdiri di hadapannya, barulah Kimberly mendongak dan tersenyum kikuk. “Hai,” sapanya dengan suara pelan. Malik tidak menjawab. Pria itu hanya diam, menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. Tanpa berkedip.Kimberly jadi makin salah tingkah dan merasa ada yang aneh dengan penampilannya. “Mau… berangkat sekarang?” gumam Kimberly lagi, tapi Malik masih b
Laki-laki itu menoleh ke arahnya, Kimberly terkesiap, lalu buru-buru membuang muka dan menunduk.Sial! Kenapa harus ada orang itu di sini?“Kenapa?” tanya Malik.“Huh? Ng-nggak!” Kimberly menggeleng cepat, lalu tertawa canggung untuk menyamarkan keterkejutannya. Ia meraih segelas air putih yang sudah tersedia di meja dan meminumnya.Tiba-tiba Kimberly tersedak, ia terbatuk-batuk, wajahnya memerah.Buru-buru Malik menepuk tengkuk Kimberly dengan pelan sembari geleng-geleng kepala. “Ada mantan kekasihmu di sini?”“Ya?!” Mata Kimberly membeliak. Kenapa Malik bisa tahu kalau Marco ada di sini?Tunggu!Memangnya Malik tahu siapa Marco? Seingat Kimberly, ia tak pernah menceritakan tentang kisah asmaranya yang malang itu kepada Malik.“Ma-mantan kekasih?” ulang Kimberly.Malik mengulum senyum. “Bercanda. Soalnya aku lihat barusan kamu seperti melihat hantu,” katanya sembari menarik tangannya dari tengkuk Kimberly yang sudah berhenti batuk.Kimberly menghela napas lega. “Lebih baik aku lihat
“Kamu masih mencintai dia? Apa saja yang sudah dia lakukan padamu selama kalian berpacaran?”Mata Kimberly menyipit mendengar pertanyaan itu, yang entah kenapa justru malah membuat hatinya tercubit. “Kamu pikir aku masih mencintai laki-laki berengsek itu?”“Aku cuma nanya, Kim.”“Tapi nggak seharusnya kamu nanya kayak gitu.” Ekspresi Kimberly mendadak berubah suram, ia merasa tersinggung dengan pertanyaan Malik. “Pertanyaan kamu sama aja nuduh aku sudah melakukan yang nggak-nggak sama dia.”“Kim, bukan begitu maksudku.”“Lalu apa maksudnya?!!”Malik terdiam. Lalu mengusap wajah dengan kasar dan mulai melajukan kendaraan. Ia seolah kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan perasaannya saat ini. Yang jelas, Malik tidak suka jika sebelumnya pernah ada yang menempati hati Kimberly.“Nggak bisa jawab, ‘kan?” Kimberly mendengus. Ia melipat tangan di dada dan membuang muka ke kiri. “Kalau dipikir-pikir, sejak awal bertemu, kamu nggak pernah percaya sama aku sekalipun aku memohon-mohon memint
Kimberly memperhatikan jalan sambil melahap kentang goreng, ia duduk sendirian di restoran cepat saji berlogo huruf ‘M’ favoritnya. Sambil menunggu Malik yang katanya kejebak macet.Namun tak sampai lima menit kemudian, Kimberly melihat mobil sport putih yang berhenti di depan restoran. Buru-buru ia keluar sambil menenteng tasnya di tangan kanan, sementara tangan kirinya memeluk kentang goreng ukuran mediumnya.“Jangan turun!” seru Kimberly sembari melambaikan tangan di udara. Ini tempat umum, Kimberly tak mau orang lain menyadari kehadiran Malik di sini.Tapi sepertinya suaranya tidak terdengar oleh Malik, atau Maliknya yang justru mengabaikan seruan itu, karena pria itu tetap turun tanpa mengenakan masker atau topi. Lalu membukakan pintu penumpang untuk Kimberly.“Maaf membuatmu menunggu,” kata pria itu sambil mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas.“Telat lima menit lagi aku bakal pulang lagi.” Kimberly merotasi matanya dengan malas lalu masuk ke mobil, melewati Malik yang berpaka