Air kolam renang bergelombang ketika Archer menceburkan diri. Tubuh atletisnya bergerak dari ujung ke ujung kolam. Sangat lincah dan atraktif, membuat Feli berusaha menahan diri untuk tidak ikut menceburkan dirinya ke dalam.“Hey hey hey! Mau ngapain?!”Feli menghentikan langkahnya saat mendengar seruan Archer dari sudut kolam. Ia lantas menunjuk tepian kolam di dekat Archer seraya menjawab, “Mau duduk di situ.”“Jangan ke sini! Licin! Biar aku yang ke situ!”Feli mengangguk. Kemudian ia duduk di tepian kolam yang tengah ia pijak. Kedua kakinya menggantung di dalam air. Tak perlu ia menggulung celana, sebab celana yang Feli gunakan tingginya hanya setengah paha.“Kamu mau ikut berenang?”Dada telanjang Archer yang tiba-tiba menyembul dari dalam air di hadapannya, membuat Feli terkejut. Feli lantas menggelengkan kepala. “Lagi males. Udah, lanjutin aja berenangnya. Aku cuma mau duduk merhatiin doang, kok.”“Kalau ada kamu, mana mungkin berenang jadi jauh lebih menarik?” Archer terkekeh d
Feli tak berhenti menggerutu dengan bibir sedikit maju, jemarinya sibuk mengoleskan cairan liquid berwarna ivory ke lehernya. Perlu waktu cukup lama sampai akhirnya empat tanda merah yang membentuk tak beraturan di sana tertutupi semua. Hingga warnanya rata dengan warna kulit asli.“Kenapa ditutup, hem? Bagus begitu, biar orang lain tahu kamu milikku,” kelakar Archer, sembari mengulum senyum saat melihat istrinya yang terus menggerutu sejak tadi.Feli mendelik, menatap Archer yang tengah memakai sepatu di tepian ranjang melalui cermin. “Memangnya kalau orang lain lihat, mereka akan tahu ini kamu yang bikin?” gerutunya lagi, “kecuali kalau kamu kasih nama Archer di sini,” sindirnya sembari menunjuk lehernya.“Ide bagus.” Satu sudut bibir Archer terangkat. “Lain waktu aku akan membuat namaku dengan bibirku di lehermu.”Mata Feli mengerjap. Sindirannya malah diartikan sebagai saran oleh pria yang beberapa saat lalu membuatnya ‘terbang’ di kolam renang itu. Iya, semuanya gara-gara ide gil
Motor sport hitam itu melaju cukup kencang, membelah jalanan sore hari yang cukup padat. Feli mengeratkan pelukannya di perut Archer, bibirnya tak berhenti mengulum senyum di balik helm-nya.Ternyata begini rasanya… memeluk lelaki ini ketika sedang berkendara di motor. Sensasinya sangat berbeda dengan pelukan yang sering mereka lakukan.Saat jalanan sedang lengang, Archer menurunkan kecepatan laju kendaraannya, melepaskan tangan kirinya dari stang motor hanya untuk menggenggam tangan Feli yang memeluknya.Hanya sentuhan ringan dan sekejap, tapi mampu membuat hati Feli tergelitik. Kupu-kupu beterbangan di perutnya. Jantungnya berdebar dan terasa membahagiakan. Feli sampai khawatir punggung Archer bisa merasakan detak jantungnya yang tak karuan ini.“Eh?! Stop! Stop! Stop!”Tepukan cepat di bahu—persis seperti penumpang yang tengah meminta tukang ojek berhenti, nyaris membuat Archer mengerem mendadak. Untung saja Archer segera sadar wanitanya itu sedang hamil dan di belakang mereka ada
Archer seketika terdiam setelah mendengar gumaman Feli, yang terasa seperti sedang menamparnya. Feli tak akan tahu bagaimana menyesalnya Archer karena telah menghabiskan waktu tujuh tahunnya dengan wanita yang salah. Tujuh tahun yang sia-sia.“Kamu tahu? Kalau Tuhan memberiku kesempatan satu kali untuk kembali ke masa lalu, hal apa yang ingin aku lakukan?”Mata Feli mengerjap, menaikkan pandangannya dari meja warna merah, ke arah Archer. Ia menggeleng, tak punya gambaran sama sekali.Kedua sudut bibir Archer terangkat, getir. “Aku ingin mengutarakan perasaanku padamu setelah aku sadar kalau aku mencintaimu.”“Kenapa?” Feli bergumam dengan tatapan tak percaya.“Karena dulu aku pengecut. Semua penderitaanmu berawal dari sikapku yang sangat pengecut.” Helaan napas Archer terasa berat. “Andai aku berani menyatakan cintaku, aku pasti tahu perasaanmu padaku yang sebenarnya. Sehingga aku nggak perlu percaya pada dua orang itu (Eden dan Belvina).”“Sudahlah. Mau bagaimana lagi? Nasi sudah men
Feli terkekeh-kekeh melihat penampilan suaminya. Hoodie kuning cerah itu sama sekali tidak membuat Archer terlihat aneh. Em… lebih tepatnya pria tinggi itu tampak macho dan lucu dalam waktu bersamaan. Archer menggulung lengan bajunya sampai siku, memperlihatkan urat-urat dan bulu halus di tangannya.“Berhenti menatapku seperti itu,” gerutu Archer sembari mengusap tengkuk, berdehem pelan. “Aku jadi ingin membuat lubang di bawah kakiku.”Feli tertawa. Ia menyeimbangkan langkahnya dengan langkah Archer yang besar, tangannya terasa hangat karena terus berada dalam genggaman Archer.“Em… kamu pernah melakukan ini sama… mantan kekasihmu?”Pertanyaan ragu-ragu Feli membuat langkah kaki Archer terhenti. Mata elang pria itu menyipit, bibirnya mendekat ke telinga Feli, berbisik, “Nggak pernah. Dan jangan membahas orang lain saat kita sedang berkencan.”“Lalu apa saja yang kalian lakukan selama pacaran?” Feli seakan tengah menggali lubang penderitaannya sendiri, dan ia tak memedulikan ucapan Arc
“Ternyata tadi dia sedang upload postingan ini?” gumam Feli sembari terkekeh sendiri. Ia jadi merasa bersalah karena tadi sempat menggerutu ketika Archer memainkan ponselnya.Tak lupa Feli me-like postingan tersebut, lalu membagikan di story.Seakan tak puas, Feli lantas mengecek feed milik Archer. Ia mengecek postingannya satu persatu.Tubuh Feli seketika membeku saat membaca caption postingan gambar langit, dibagikan satu tahun lalu. Caption-nya hanya kata ‘hai’ dan emoticon matahari.'Hai, Sunshine?'“Sunshine? Siapa matahari yang dimaksud dia di sini?” gumam Feli, matanya seketika membulat. “Apa itu untukku?”Tidak. Tidak!Feli segera menggeleng, tidak ingin GR dulu. Lagi pula postingan itu dibuat satu tahun lalu. Saat itu hubungan mereka masih rumit.Kemudian Feli melihat postingan gambar motor sport hitam. ‘Someday #withyou’ begitu caption-nya. Diunggah 2 tahun lalu.‘Ini pasti untuk Belvina,’ batin Feli sembari mengesah kecewa.“Kenapa murung begitu? Ada orang yang mengganggumu
Beberapa bulan berlalu....Feli berdiri di pintu keluar gate kedatangan internasional, sedikit menghindari kerumunan orang-orang—yang tengah menjemput keluarga, sanak saudara, pasangan atau siapapunlah itu—untuk melindungi kandungannya yang sudah berusia 32 minggu agar tidak berdesak-desakan.Matanya awas memperhatikan setiap orang yang keluar dari dalam, tapi ia tak juga menemukan sosok yang sedang ditunggu-tunggu.“Seharusnya pesawatnya udah sampai dua puluh menit yang lalu,” gumam Feli seraya melirik arloji di tangan kanannya.“Mami, Papi masih belum datang?”Feli menoleh ke samping, Kimberly baru saja membeli minuman ditemani Dewi—pengasuhnya. Ia lantas mengelus puncak kepala putrinya yang hari ini rambutnya dicepol asal.“Belum, Nak. Mungkin sebentar lagi.”Bibir Kimberly mengerucut. Anak itu menyerahkan botol minumnya kepada Dewi, lalu mengaduk isi tas ransel bermotif kuda poni demi mencari sesuatu. Feli mengerutkan kening memperhatikannya.“Nyari apa, Sayang?”“Ketemu!” seru Ki
Penampilan pria itu agak sedikit acak-acakan. Rambutnya tidak rapi seperti biasanya—yang selalu dioles pomade, Feli memaklumi karena penerbangan yang memakan waktu lama. Namun, justru Archer yang seperti ini terlihat lebih mempesona dan jauh lebih muda dari usianya.Bulu halus di rahangnya cukup lebat, entah kapan terakhir kali pria itu mencukurnya. Tangan Feli jadi gatal ingin memainkan rahang suaminya itu.Sekarang lihatlah, Archer malah asyik memeluk dan menciumi Kimberly sambil tertawa. Feli merasa cemburu karena pria itu sama sekali belum menyapanya. Padahal Archer tak tahu seberapa besar rasa rindu Feli yang selama ini tertahan.Berada jauh dari Archer satu bulan, membuatnya sulit mendapatkan tidur yang berkualitas.Archer lantas menoleh dengan mata mengerling, tapi Feli sama sekali tidak ingin tersenyum. Ia kesal.“Princess, ada yang cemburu karena Papi belum memeluknya.” Archer mengeraskan bisikannya di telinga Kimberly, seolah sengaja ingin didengar Feli.Pipi Feli memerah, m