Pagi itu, Dion baru saja keluar dari kamar mandi lalu mengenakan pakaian yang telah dipersiapkan oleh sang istri.
Terlihat sebuah kemeja berwarna abu muda, serta setelan jas dan celana berwarna abu tua telah tersimpan rapi di atas tempat tidur. Satu persatu lelaki itu mulai mengenakan pakaian tersebut hingga membuatnya terlihat menawan.
Ceklek!
"Sarapannya sudah siap, apa kamu sudah selesa, Mas?" tanya Shella yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu.
Dion yang tengah merapikan pakaiannyapun menoleh kemudian menjawab, "Belum, aku tinggal pakai dasi dan setelah itu selesai. Kamu tunggu saja di ruang makan, aku akan menyusul."
Tetapi alih-alih menuruti ucapan Dion, Shella justru melangkah masuk ke dalam kamar lalu meraih sebuah dasi yang masih tergeletak di atas ranjang.
"Biar kubantu," ucapnya lalu mulai mengalungkan dasi tersebut pada kerah baju suaminya.
Shella begitu fokus melipat dasi itu sampai-sampai ia tak menyadari bahwa kini jarak antata dirinya dengan Dion hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
Hal itu lantas membuat Dion menyeringai dan tanpa berpikir panjang lelaki itu tiba-tiba ....
Cup!!
Sebuah kecupan mendarat seketika pada kening wanita di hadapannya, hingga membuat Shella terkejut dan mengangkat kepalanya.
Sedangkan Dion tampak bersikap seperti biasa bahkan saat ini ia mengedipkan sebelah matanya.
"Kenapa?" tanya Dion bernada penuh godaan.
"Tch! Kamu mengagetkanku, Mas."
Raut wajah Shella yang masih tampak datar itu lantas membuat Dion semakin tertarik untuk berbuat hal yang lebih padanya.
Detik berikutnya lelaki itu seketika menautkan bibirnya hingga saling beradu, untuk sesaat keduanya pun terlarut dan saling menikmati suasana yang begitu mesra.
Dion lantas mendorong tubuh Shella sedikit sampai menyentuh lemari, lalu ia kembali menyerang Shella dengan kecupan demi kecupan.
"Astaga, kalau begini aku bisa bolos bekerja," bisiknya dengan penuh hasrat.
Shella hanya tersenyum tanpa menjawab perkataan tersebut.
Akan tetapi di tengah-tengah suasana romantis tersebut, tiba-tiba seperti ada sesuatu yang terbesit dalam benak wanita itu. Sampai-sampai membuat gerakkannya terhenti bahkan mendorong tubuh Dion tanpa ia sadari.
Hal itu sontak membuat Dion terkejut, namun ia sepertinya salah menduga.
Belum sempat Dion menuturkan pertanyaanya, Shella telah lebih dulu menyambarnya.
"M-maaf! Sepertinya Shetta memanggilku, kamu cepat bersiap-siap ... aku akan menunggu di ruang makan," tukas Shella terbata-bata.
Lalu dengan seribu langkah wanita itu lantas segera meninggalkan Dion di dalam kamar tersebut, bahkan sampai tak sengaja membanting pintu.
Dion hanya terdiam mematung melihat tingkah sang istri yang menurutnya aneh, bahkan jika diingat-ingat lagi ini merupakan kali pertama wanita itu menolak sentuhannya.
Sedangkan Shella, selepas ia meninggalkan suaminya dengan keadaan seperti itu, ia lekas berlari menuju keluar rumah dan kemudian melihat-lihat area beranda rumahnya.
Seakan-akan tengah mencari sesuatu yang amat penting, wanita itu ketar ketir dengan kedua tangan sibuk menggeser-geser pot serta menyibak-nyibakkan tanaman hiasnya.
"Ck! Di mana dia menyimpannya!? Harusnya tidak jauh dari sini!" gumamnya dengan terus melihat sudut-sudut teras rumah itu.
Akan tetapi setelah beberapa menit, Shella tak kunjung menemukan benda yang ia cari hingga membuatnya frustasi dan berdecih seraya bertolak pinggang.
"Harusnya kemarin aku segera membereskannya dan tidak membiarkannya di sini!" umpatnya, "Kemarin aku memang lupa karena setelah dia meneleponku, Shetta tiba-tiba minta ditemani tidur siang sampai-sampai aku lupa dengan pemberian lelaki itu."
Sesal hanyalah tinggal sesal, yang tak akan pernah terulang kembali. Sesuatu yang ia cari tidak tampak di sana bahkan entah di mana keberadaannya.
Shella pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah dengan cepat karena ia takut Dion akan semakin mencurigainya setelah ia meninggalkannya sendiri.
Di ruang makan, Shetta terlibat sudah duduk manis dan menunggu kedua orang tuanya untuk sarapan bersama.
Seperti biasa, gadis kecil itu tampak berpakaian rapi dengan mengenakan seragam taman kanak-kanak, serta tatanan rambut dikepang cantik.
"Papa mana, Ma?" tanya gadis itu dengan melihat ke arah pintu.
"Ah! Papa masih siap-siap, Sayang. Kita duluan saja makannua ya, nanti kami terlambat masuk sekolah."
Shetta pun mengangguk dan mulai menyuapkan roti lapis ke dalam mulutnya.
Tetapi Shella? Meski saat ini ia terlihat tenang dengan duduk di samping sang puteri kecilnya, namun wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ia kini mulai merasa takut dengan barang pemberian Hans yang tidak sempat ia amankan.
"Mungkinkah mbok Yem yang menyimpannya?" batinnya.
"Selamat pagi putri Papa yang cantik!" sapa Dion yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu dan berjalan mendekati Shetta.
Dengan senyuman manisnya, Shetta membalas sapaan sang ayah dan kemudian memeluk bahkan mengecup pipi lelaki tersebut.
Mereka pun mulai sarapan bersama, meski Dion masih merasa heran dengan perubahan sikap sang istri namun ia tetap tersenyum dan berusaha bersikap tenang.
Suasana pagi hari itu terasa begitu hangat seperti hari-hari sebelumnya, Dion yang selalu bertanya kepada sang puteri mengenai hal-hal kecil hingga beberapa kegiatan yang akan Shetta lakukan hari itu.
"Wah! Sepertinya menyenangkan! Kalau begitu Shetta harus menghabiskan sarapannya ya, biar kuat di sekolah," ujar Dion dengan penuh semangat.
"Siap, Boss!" sahut Shetta lantang.
Untuk sesaat kedua ayah dan anak itu saling tertawa, namun tidak dengan Shella yang sedari tadi hanya terdiam dan mengunyah makanannya tanpa berselera.
Apa lagi? Wanita itu jelas-jelas tengah terhanyut dalam lamunannya sendiri, sampai-sampai ia tak bisa menyingkirkan sesuatu yang kini membelenggu.
Hingga ada akhirnya, Dion tanpa sengaja melihat kembali sikap istrinya yang terasa aneh. Pandangannya kosong bahkan tak ada senyuman hangat yang mengukir wajahnya.
Dion kemudian berdeham dan mulai berkata, "Sayang?"
Satu panggilan tak membuat Shella bergeming.
Lelaki itu lalu menyentuh tangan Shella yang berada di atas meja, hingga membuatnya mengerjap.
"Y-ya!?"
Reaksi Shella tentu membuat Dion semakin heran, sampai-sampai lelaki itu mengerutkan dahi.
"Kenapa? Dari tadi kamu melamun loh," tanya Dion lalu melirik ke arah roti lapis yang baru tergigit sedikit, "Sarapan kamupun masih utuh."
Shella pun tampak gelagapan, menatap ke sembarang arah dengan debaran jantung yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
Betapa tidak? Shella sangat takut jika Dion menyadari perubahan sikapnya hingga membuat suaminya mulai merasa penasaran. Karena jika lelaki itu mulai merasakan hal aneh, bukan tak mungkin lagi Dion akan segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ini pun Dion masih menatapnya dengan sejuta tand tanya dalam benaknya, mengharapkan sebuah jawaban yang terucap dari bibir istrinya.
Lalu Shella pun berusaha tersadar dan kembali mengendalikan dirinya, "B-bukan apa-apa, aku hanya--kurang enak badan."
Mendengar hal itu lantas membuat Dion terkejut dengan kedua alis yang terangkat, "Apa perlu ke dokter? Aku akan mengantarmu sebelum aku ke kantor," tawarnya.
Tetapi Shella menggelengkan kepalanya dengan gerak cepat, "Tidak usah, aku hanya perlu istirahat saja. Tidak perlu khawatir," jawabnya dengan rasa takit yang semakin menjadi-jadi.
Shella akhirnya terpaksa berbohong karena badannya jauh merasa lebih baik, namun tidak dengan jiwa dan pikirannya yang tengah kalut.
Dalam suasana itu, tiba-tiba mbok Yem datang menghampiri mereka dan kemudian berkata, "Maaf, Tuan, Nyonya. Apakah ini milik Tuan dan Nyonya? Kemarin sore saat saya hendak membuang sampah, saya menemukannya di dekat pintu."
Deg!!
Shella terperangah, terkejut bukan main kala ia melihat totte bag berwarna pink persis dengan apa yang dikatakan oleh Hans kemarin siang.
"B-bukankah itu ...."
"Itu 'kan tas yang dibawa teman Mama kemarin?" cetus Shetta secara tiba-tiba kala ia melihat sebuah tas yabg tengah ditunjukkan oleh mbok Yem.Ya! Setelah mbok Yem meletakkan totte bag tersebut dan meninggalkannya di atas meja makan. Tak ada angin atau apapun, Shetta tiba-tiba saja melontarkan pertanyaan yang masih terasa sensitif.Mendengar itu lantas membuat Shella terperangah dengan kedua alis terangkat. Ia tak menyangka jika Shetta akan berbicara demikian, mengingat pertemuan mereka yang terasa begitu singkat."Kenapa Shetta bisa menyadari kalau tas itu milik Hans!?" batin Shella yang kini terdiam membeku.Akan tetapi, Dion sepertinya menunjukkan reaksi yang berbeda. Lelaki itu masih terlihat tenang meski dengan kening yang mulai mengerut menatap buah hatinya."Teman Mama?" Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah sang istri, "Siapa? Apa kemarin ada tamu ke rumah?"Pias!! Shella kini tampak gelagapan entah apa yang harus ia katakan terkait pertanyaan suaminya.Dion tentu meras
Reaksi Shella pun tampaknya telah disadari oleh Dion, lelaki itu sontak menoleh dan menaikkan alisnya, "Ada apa?"Shella mengerjap lalu mendelikkan pandangannya, ia rupanya terlalu menunjukkan reaksi berlebihan sehingga menimbulkan tanya dalam diri suaminya."Ah! Tidak apa-apa, aku hanya terkejut melihat berita di sosial media yang sedang ramai," jawab Shella."Oh ya? Berita apa memangnya?"Skakmatt!!Shella kini ketar ketir, kebohongan yang semakin jauh telah membuatnya tenggelam dalam rasa bersalah. Bahkan ia tak tahu harus menjawab apa karena wanita itupun belum mengetahui apa yang tengah ia bicarakan."Umm ... hanya gosip kok, biasalah ... selebriti jaman sekarang sukanya cari sensasi," jelas Shella berusaha menjelaskan meski ia merasa begitu gugup.Dion hanya menganggukkan kepala dan percaya begitu saja dengan ucapan Shella, meski dalam hati kecilnya ia merasa sesuatu yang tampak aneh dari sikap istrinya."Apa kami tahu? Aku merasa kalau sikapmu sedikit berbeda," tutur Dion yang
Perlahan namun pasti, Dion membaca isi dari kartu undangan itu, yang tertulis dua buah nama."Rumi??" gumamnya dengan mata menyipit, "Mungkinkah ...."Dion pun menghentikan ucapannya kala ia mengingat sebuah nama yang ia kenal dengan sangat baik, bahkan menerka-nerka siapa Rumi yang dimaksud dalam kartu undangan tersebut. Terlebih calon istri Bryan memanglah memiliki nama yang sama dengan mantan istrinya.Seketika itu pula sosok wanita itu membayangi pikirannya, hingga membuat Dion terhanyut di dalamnya."Tapi bukankah banyak orang yang memakai nama itu?"Dio terus menerus menerka dan mengira calon istri Bryan, mungkinkah hubungan keduanya terjalin dengan baik selama ini?Lalu detik itu pula, Dion berdecih dan menampakkan senyuman sinisnya, "Apa peduliku? Toh dari dulu mereka memang menjalin hubungan di belakangku."Ya! Pendapat tersebutlah yang selalu ia pegang sedari dulu, sebuah tuduhan yang tak berdasar hingga membuat dirinya yakin untuk segera menceraikan Rumi, sang istri yang i
Dengan sepasang mata melotot, Shella masih berpikir dan harus memutar otak agar Dion tidak merasa curiga dengan gelagatnya."Apa dia mendengar percakapanku barusan?" batinnya menerka-nerka.Di samping itu, Dion tampak mulai berjalan menghampiri dirinya. Seolah merasa penasaran dengan urusan istrinya sendiri."Itu, umm ... Temanku ngajak hangout bareng," jawab Shella dengan rona wajah memerah."Fanny? Tumben sekali dia mengajakmu bertemu setelah sekian lama," jelas Dion yang kini telah berada di hadapan Shella, "Terus? Apa kamu terima ajakannya?"Tetapi Shella menggelengkan kepalanya, ia tentu tengah kebingungan karena Dion salah menduganya namun hal itu cukup membuatnya tenang karena artinya Dion tidak mendengar percakapan Shella dengan lawan bicaranya sebelum itu.Lalu seketika saja terlintas sebuah nama dalam benak diri wanita itu, ia teringat dengan sosok teman yang cocok untuk ia jadikan alasan."Bukan Fanny, Mas. Tapi Shanty yang mengajakku bertemu," jelas Shella.Dion pun menaik
"Ada apa, Sayang?"Ucapan itu lantas membuat Shella terkejut dan cepat-cepat membalikkan ponselnya seolah tak ingin terlihat oleh suaminya.Dengan terbata-bata Shella pun menjawab, "Ah! T-tidak apa-apa, hanya pesan dari grup teman-temanku saja."Sikap Shella kini tampak aneh, namun lagi dan lagi ... Dio hanya menganggukkan kepalanya seakan-akan tak menaruh curiga barang sedikitpun.Hal itu jelas saja membuat Shella merasa tenang dan bernapas lega setelahnya.Mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di sebuah gerbang sekolah Shetta saat ini.Beberapa siswa TK tampak berlalu lalang beriringan bersama orang tua mereka masing-masing, bahkan tak jarang pula ada yang hanya diantar oleh seorang suster pengasuhnya."Selamat bersenang-senang ya, Nak!" ujar Dion kala puteri kecilnya berpamitan dengannya."Ok, Pi!" sahut Shetta sembari menuruni mobil bersama dengan sang ibunda.Mereka pun mulai berjalan meninggalkan mobil Dion dan memasuki area sekolah yang mulai terlihat ramai.Semen
Tok, tok!"Masuk," sahut Dion bernada datar kala ia sibuk dengan lamunannya sendiri.Ya! Sedari tadi lelaki itu tampak tak bisa memfokuskan dirinya pada pekerjaan yang telah bersedia menantinya.Bahkan sejak ia tiba di ruang kerjanya, alih-alih duduk dan bekerja lelaki itu justru hanya terdiam dan melihat-lihat beberapa berkas tanpa menelitinya lebih lanjut.Hingga ada akhirnya muncullah sang sekertaris dan segera menghampiri meja atasannya."Maaf, Pak. Saya hanya ingin memastikan bahwa sebentar lagi kita akan meeting bersama klien di restoran," tutur Vena setelah membungkukkan badan memberi hormat kepada sang atasan.Dion yang tengah bersandar pada kursipun sedikit terkejut, ia lantas mengubah posisi duduk dengan sedikit menaikkan kedua alisnya."Benarkah? Saya sampai lupa," sahutnya, "Jam berapa?""Kira-kira jam 11, Pak."Lelaki itupun mengerjap dan dengan kedua mata terbelalak setelah mengecek waktu pada sebuah jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "Oh my! Bukankah itu kur
"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Shella sesaat setelah ia selesai menyantap makan siangnya.Begitu pula dengan Shetta, gadis kecil itu kini kembali bermain air di tepi kolam kecil.Ya, Shella memang sengaja diam dan tidak mengatakan hal apapun saat Shetta masih berada di dekatnya, wanita itu hanya menikmati makanannya bersama sang anak, meski bibirnya sangat tidak sabar menahan semua pertanyaan untuk Hans.Sedangkan Hans, alih-alih menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuannya mengajak Shella dan anaknya makan siang, lelaki itu justru hanya terdiam menatap Shella dengan senyuman manisnya.Bahkan Hans kini justru bersikap seadanya, menyeruput gelas jus lalu berkata, "Santai dulu, dong. Menikmati dulu suasana yang begitu hangat ini bukan?"Shella pun mendengkus seraya memutar bola matanya, rasa kesalpun mulai menjalari tubuhnya.Lalu Hans mengalihkan pandangannya menatap sosok gadis kecil yang asyik bermain air, dengan sesekali berusaha menangkap ikan kecil
Dion kembali menatap Shella bahkan tak berkedip sekalipun, ia begitu terkejut melihat sang istri yang tiba-tiba saja ada di tempat itu.Pasalnya hal itu terasa mengherankan bagi Dion, karena Bella tidak pernah sekalipun singgah ke tempat lain setelah pulang dari sekolah Shetta, bahkan jika diingatpun wanita itu tidak begitu menyukai tempat ramai dan memilih untuk segera kembali ke kediamannya dan bermain bersama Shetta.Dion lantas mengerjapkan mata lalu segera menggendong tubuh sang puteri kecilnya dan kemudian berkata, "Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya kepada Shella.Alih-alih menjawab, Shella justru terdiam membisu, bibirnya seakan-akan kelu dan tak mampu menjawab pertanyaan Dion yang kini menatapnya serius."Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa!? Bisa-bisanya ketahuan seperti ini," batinnya dengan sejuta pikiran kalut yang menguasai dirinya.Shella bingung, menatap ke sembarang arah."Tunggu!!"Lalu di tengah-tengah situasi tersebut, terdengar suara bariton bersama dengan
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin