Share

Lima

Author: Rositi
last update Last Updated: 2025-01-16 17:41:41

Dering tanda telepon masuk di ponselnya, membuat Melati amat sangat girang. Berdebar-debar hatinya seiring senyum di wajah lelahnya yang benar-benar lepas, hanya karena telepon masuk tersebut dari Ravael. 

Meski biasanya alasan suaminya itu menelepon karena untuk menjabarkan semua peraturan dalam hubungan mereka, dan semuanya merupakan larangan untuk Melati. Kali ini Melati yakin, alasan sang suami menghubunginya bukan untuk itu. Melati berpikir, bisa jadi Ravael yang sudah tahu kepulangan Melati ke rumah, akan menawarkan jemputan, maupun menawarkan perhatian lainnya.

Kebahagiaan Melati juga sampai dirasakan oleh pak Dimas yang kebetulan datang. Dari luar kamar mess Melati yang tak sepenuhnya tertutup, pria berkacamata itu menyaksikan wanita muda yang diam-diam mencuri perhatiannya, terlihat sangat bahagia.

“Enggak biasanya Melati begitu. Melati kelihatan bahagia banget,” batin pak Dimas.

“Assalamualaikum, Mas? Mas, ... malam ini juga aku akan pulang ke rumah! Aku baru beres siap-siap, mau langsung pulang!”

Ucapan Melati yang amat sangat antusias tersebut membuat kedua kaki pak Dimas mundur secara teratur. “Jadi benar gosip yang beredar. Bahwa meski masih muda, Melati sudah menikah? Aku pikir yang tadi siang itu orang tuanya. Makanya aku menyesal, enggak sempat bertemu mereka. Berarti ini Melati, beneran mau pulang ke rumah ... mertuanya?” 

Tidak ada pria baik-baik yang tega merusak rumah tangga orang. Alasan tersebut pula yang membuat pak Dimas mundur. Apalagi melihat tanggapan Melati kepada sang suami terlihat jelas, bahwa wanita berusia 21 tahun itu sangat mencintai sang suami.

Bahkan walau pak Dimas bisa memanfaatkan statusnya untuk menekan Melati agar memilihnya, itu sungguh bukan caranya.

“L—lan ... cang? Mas bilang, aku lancang?”

Melati terbata dan air matanya berjatuhan membasahi pipi. Padahal hanya kata-kata Ravael yang lebih menyakitkan dari biasanya. Ravael menganggap Melati lancang sebab rencana kepulangan Melati bukan dari Ravael. Kepulangan Melati hanya diharapkan oleh orang tua Ravael dan tak lain mertua Melati. Masalahnya, kata-kata suaminya kali ini sangat tajam melebihi biasa. Hati Melati seperti ditusuk tanpa henti dan rasanya sakit sekali.

Lagi-lagi Melati harus merasakan tuduhan dari kesalahan yang tidak sepenuhnya dirinya lakukan. Hanya karena statusnya tak lebih dari istri yang tak pernah Ravael inginkan. Hanya karena Ravael menikahinya secara terpaksa akibat desakan orang tua mereka. Hingga meski Melati merupakan istri pertama Ravael, Melati tetap menjadi istri yang selalu Ravael tolak. Istri yang jangankan disentuh, ditatap saja, meski pernikahan mereka sudah berjalan tiga tahun lebih, Ravael tidak pernah melakukannya. Ravael hanya mencintai Nilam, istri keduanya, yang saat ini tengah sakit-sakitan.

“Kamu tidak memikirkan perasaan Nilam? Nilam sedang sakit parah. Satu-satunya obat mujarab untuk Nilam hanyalah kebahagiaan, kedamaian, dan sebisa mungkin, Nilam tidak boleh stres! Mikir kamu!”

“Baik, Mas. Aku tidak jadi pulang!” Melati yakin, suaminya belum selesai bicara, dan tepatnya suaminya itu belum selesai memarahinya. Namun, kali ini ia sengaja memotong ucapan Ravael. “Aku tidak akan pernah pulang, jika memang bukan Mas yang meminta. Justru, aku menunggu perceraian dari Mas. Talak aku, Mas! Aku ikhlas!”

Berbeda dari sebelumnya, kali ini tak terdengar suara Ravael apalagi yang sampai marah-marah.

“Ya sudah, Mas. Aku tunggu kabar dari Mas. Ceraikan aku agar mbak Nilam tidak stres dan Mas anggap gara-gara aku! Talak aku agar semua kesialan Mas tak ada lagi, hanya karena bagi Mas, menikahiku membuat hidup Mas sial!” 

“Kamu bisa berbicara begitu, tanpa memikirkan perasaan orang tuaku. Sementara kamu sudah membuat mereka sangat berharap kepadamu!” balas Ravael akhirnya kembali bicara.

“Terserah, Mas. Toh, apa pun yang aku lakukan, selalu salah di mata Mas! Ya sudah, Mas ... sudah malam. Aku mau istirahat—”

“Ya sudah, cepat pulang!” Kali ini giliran Ravael yang memotong ucapan Melati. Namun berbeda dari sebelumnya, kali ini Ravael tak sampai teriak-teriak.

“Cepat pulang ....” Ravael kembali bersuara, meski Melati belum menanggapi. Ucapannya kali ini terdengar sangat putus asa.

Di lain sisi, diamnya Melati juga karena menunggu lanjutan sekaligus arahan dari Ravael. 

“Melati, kamu masih mendengarkan aku, kan?”

“Iya ....”

“Dengarkan aku baik-baik. Sekarang juga kamu pulang, tapi jangan pernah menampakkan diri kamu di depanku maupun Nilam.”

“Aku ini bukan siluman, Mas. Aku manusia nyata. Mana bisa aku tiba-tiba tak terlihat oleh kalian!” jawab Melati.

“Pakailah cadar dan semacamnya, agar kamu tak mudah dikenali,” ucap Ravael yang kemudian berkata, “Kamu cukup melakukan itu jika di depan kami.”

Meski persyaratan dari Ravael kali ini agak sulit Melati terima, masalahnya Melati mendadak ingat kata-kata ibu Irma.

“Tolong sabar sebentar lagi, ya, Mel. Bukannya Ibu mendahului kehendak Allah. Namun jika melihat keadaan Nilam. Sudah dipastikan tinggal menunggu siang, malam, apa sebentar lagi. Nanti setelah Nilam meninggal, Ibu dan Bapak yakin, Ravael bisa fokus ke kamu.”

“Jangan lupa, posisi Ravael gampang emosi pasti karena dia terlalu banyak pikiran. Sebelumnya Ibu sudah cerita, kan, bahwa Ravael harus mengurus sekaligus menanggung biaya pengobatan orang tua Nilam juga?”

“Andai kepala Ravael buatan manusia, pasti batok kepalanya sudah lepas. Untungnya, usaha Ravael masih tetap jalan buat urus semuanya!”

Teringat kata-kata ibu Irma tersebut, Melati berusaha menekan egonya. Iya, Melati akan bersabar dan sebisa mungkin membantu meringankan beban Ravael.

*** 

“Salam buat keluargamu. Hati-hati di jalan, ya. Selamat berkumpul dengan keluargamu,” ucap pak Dimas melepas kepergian Melati.

“Loh, ... Pak. Saya kan masih kerja di sini. Saya hanya enggak tinggal di mess.” Melati benar-benar bingung. Dirasanya, malam ini pak Dimas agak berbeda. Tatapan pria bermata sipit itu agak sendu, dan suaranya juga terdengar melow. Dirasa Melati, bosnya yang baik hati itu sedang dalam keadaan suasana hati yang kurang baik.

“Iya, saya tahu. Kamu pun masuknya boleh pukul delapan pagi. Karena kamu saja tidak tinggal di sini. Sementara untuk pulangnya, tetap menyesuaikan. Jika memang restoran sedang rame, ya tentu kamu pulangnya bisa lebih malam dari sekarang," balas pak Dimas.

“Sekali lagi terima kasih banyak, Pak. Sampai diantar pakai mobil begini!” Melati membungkuk-bungkuk hormat kepada sang bos sebelum ia yang menenteng ransel jinjing warna hitamnya, masuk ke dalam mobil.

“Padahal bosku saja perhatian banget. Aku sampai diantar pakai mobil bagus begini. Lah mas Rava, hanya minta aku pulang tanpa diuruskan kendaraannya. Sekadar ditanya aku pulang pakai apa saja, enggak. Ya ampun Mel, ... sabar. Ingat kata ibu Irma, ... beban hidup mas Rava terlalu banyak. Pantas dia gampang emosi dan sekadar punya waktu buat aku saja enggak. Karena dia harus urus banyak urusan sekaligus pekerjaan.” Dalam hatinya, Melati menyemangati dirinya sendiri.

Sebelum benar-benar ke alamat tujuan, Melati minta diantar ke toko pakaian muslimah terdekat. Ia akan memakai cadar seperti yang Ravael minta. Melati hanya berani membeli dua pakaian muslim lengkap dengan cadar. Sebab uang untuk membeli juga tidak cukup. Terlebih, Ravael tak sampai memodalinya untuk memberi keperluan cadar dan pakaian mislim. Andai Melati meminta, Melati tak tega melakukannya kepada sang suami yang sedang banyak kebutuhan.

Karena tak mungkin memakai pakaian pilihannya di tempat lain, termasuk itu mobil yang mengantarkannya, Melati sengaja langsung ganti di ruang ganti yang ada di toko. Warna cokelat tua Melati pilih, agar penampilannya tidak terlalu mencolok. kendati demikian, pak Supri selaku sopir yang mengantar, tetap pangling. Andai Melati tidak bersuara, pria paruh baya itu pasti tak membukakan pintu mobilnya untuknya.

Related chapters

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Enam

    “Ternyata ... dia ... dia Mas Ravael? Kami pernah bertemu, ... dia ... dia temannya pak Dimas ....” Walau hanya berbicara dalam hati, pertemuannya dengan Ravael membuatnya tak kuasa melakukannya. Iya, sekadar berkata-kata dalam hati, mendadak sangat sulit Melati jalani. Lidahnya terlanjur kelu selain rasa aneh yang membuat dadanya menghangat.Gugup Melati rasakan karena ternyata, suaminya sangat tampan. Bisa Melati pastikan, tak ada wanita yang tidak terpikat kepada suaminya, terlebih jika suaminya sampai memberikan perhatian. Pantas selama ini, Ravael selalu semena-mena kepadanya. Karena Ravael pasti merasa Melati yang hanya gadis desa, tak pantas bersanding dengannya.Dunia seorang Melati seolah berputar lebih lambat dibuatnya, menjadikan Ravael sebagai porosnya. Tiga tahun lebih dinikahi, tetapi temu di antara mereka benar-benar baru terjadi. Sungguh hubungan yang sulit dimengerti, tetapi Melati berharap, temu kali ini akan menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka.Diam-diam, s

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tujuh

    Baru beres makan dan bibir pun masih belepotan, Nilam sudah ketiduran. Nilam tidur dalam keadaan mangap. Selain itu, Nilam juga mendengkur sangat keras dan menyita keheningan di sana.Perubahan drastis tersebut membuat Melati khawatir. Bisa Melati pastikan, bahwa madunya itu sangat tersiksa. Namun kemudian Melati ingat pesan-pesan mertuanya yang selalu mengingatkannya di setiap ia putus asa pada hubungannya dan Ravael. Kedua mertuanya itu begitu yakin, bahwa usia Nilam hanya tinggal sebentar lagi. Yang dengan kata lain, kemungkinan Ravael akan fokus ke Melati sangatlah besar.“Bukannya ingin mendahului, tetapi jika keadaannya begini, memang lebih baik diikhlaskan saja,” batin Melati yang tentu tak berani mengatakannya kepada Ravael.Belum apa-apa, Ravael sudah langsung menyuruh Melati keluar. “Jangan bikin aku marah!”“Memangnya ... aku, ... ngapain, Mas? A—aku, salah?” Suara Melati tercetak di tenggorokan. Ia sungguh bingung kenapa Ravael terlihat sangat marah kepadanya. Cara pria it

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Delapan

    “Pak Supri,” ucap pak Dimas buru-buru keluar dari mobilnya.Pak Supri baru turun dari mobil box. Pria berkulit kuning langsat itu refleks mencari sumber suara pria yang memanggilnya, dan ia kenali sebagai suara pak Dimas sang bos. Di depan restoran sana dan merupakan tempat parkir khusus untuk pak Dimas selaku bos sekaligus pemilik restoran, pria berkacamata itu tersenyum ramah kepadanya.Pak Dimas tampak sangat bersemangat sembari menunggu sang putri turun dari mobil juga. Pak Supri segera menghadap. Ia agak berlari menghampiri pak Dimas yang sedang bertatap penuh senyum dengan bocah perempuan sangat menggemaskan dan kiranya berusia tiga tahun.Seperti biasa, hari ini pak Dimas kembali menyetir sendiri. Sementara sang putri yang sangat aktif, duduk di sebelahnya menggunakan tempat duduk kusus.“Wah ... Non Chiki ikut! Makin gemesin saja, Masya Allah ya!” ucap pak Supri kepada bocah perempuan yang baru saja digendong oleh pak Dimas.Ketika sang papa sangat ramah dan murah senyum, boca

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sembilan

    Biasanya, tak ada hal yang tidak pernah Nilam dapatkan dari Ravael. Pria itu akan selalu menuruti semua kemauannya. Apa pun yang Nilam minta, Ravael selalu mewujudkannya. Namun khusus hari ini, sekadar minta dibuatkan sup bening seperti yang dibuatkan ART baru di rumah mereka, Ravael belum bisa melakukannya.Hampir seharian Nilam meraung-raung, meminta sup bening buatan Melati. Nilam menolak semua sajian yang disuguhkan. Beberapa sup yang ia dapatkan dan beberapa di antaranya merupakan buatan Ravael juga berakhir Nilam singkirkan.Bukan hanya tempat tidur Nilam saja yang basah oleh setiap sup untuknya. Sebab lantai berbahan kayu di sana juga bernasib serupa dan itu masih karena Nilam yang mengamuk. Ravael kewalahan. Ravael sangat emosi, tetapi lagi-lagi ia menyalahkan Melati. Bahkan walau yang membuatnya kewalahan memang Nilam. Bagi Ravael, tetap Melati yang harus disalahkan.“Cepat cari pembantu baru itu, Rav. Aku mau makan sup itu pake nasi.”Nilam masih meraung-raung. “Lama banget

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sepuluh

    Mas Ravael : Jangan lupa sup untuk Nilam. Aku ke restoran Happy Cooking sekarang.Pesan WA dari Ravael membuat Melati terjaga. “Heh, ini Mas Ravael mau ke sini?” lirih Melati tak percaya.Dalam sekejap, Melati sudah ada di dapur. Melati sangat bersemangat, bahkan hatinya sampai berbunga-bunga. Sampai-sampai, Melati melakukan semuanya dengan serba cepat sekaligus gesit, seolah dirinya tengah menjalani kompetisi berhadiah fantastis. Padahal, sup buatannya sangatlah sederhana. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya. Karena cukup menyiapkan sayuran dan bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kencur, daun salam, selain garam juga sedikit gula, sup bening khas tempat tinggal Melati, sudah jadi.“Itu pesanan siapa?” tanya salah satu teman kerja Melati.Dapur memang sedang ramai-ramainya karena menjelang jadwal makan malam.“Suami minta dibuatin,” jujur Melati yang lupa untuk merahasiakan kedatangan Ravael.Pengakuan jujur Melati langsung membuat seisi dapur heboh, baper. Selain itu, s

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sebelas

    “Mulai sekarang ada peraturan wajib. Bahwa setiap karyawan harus tinggal di mess.”Apa yang baru saja pak Dimas katakan, sukses membuat Melati berpikir keras. “Jika sampai tidak tinggal di mess dan itu sudah izin—”“Tidak ada izin jika itu bukan untuk alasan karena sakit atau malah kematian. Hari bebas meninggalkan mess hanyalah ketika jatah libur.” Pak Dimas sengaja memotong ucapan Melati, agar karyawannya itu tak asal menebak apalagi membiarkan pikirannya jauh lebih berisi banyak perandaian.Melati tertegun untuk beberapa saat. Entah mengapa, peraturan baru yang baru sang bos sampaikan, dirasanya karena apa yang sudah ia lakukan. Ia yang sebelumnya sempat izin tidak tinggal di mess, mendadak izin tinggal lagi.“Melati,” ucap pak Dimas yang jadi merasa bersalah karena Melati mendadak jadi murung. Padahal sebelumnya, keceriaan Melati sukses mengalahkan keceriaan matahari pagi, hanya karena wanita yang ia taksir itu akan bertemu sang suami.“Iya, Pak?”“Saya bikin peraturan ini, agar t

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Dua Belas

    Sampai detik ini, hati berikut pikiran Melati masih bertanya-tanya. Temannya yang mana yang Ravael maksud, dan ingin Ravael beri ucapan terima kasih? Sebab pesan darinya yang menanyakan perkara tersebut, sama sekali belum Ravael baca. Padahal sudah tiga hari berlalu, tetapi pesan darinya tetap belum dibaca.Melati sangat khawatir, takut telah terjadi hal fatal kepada Ravael hingga pria itu makin tidak ada waktu untuknya. Apalagi terakhir kali berkomunikasi saja, Ravael harus hujan-hujanan ketika mengambil sup untuk Nilam. “Efek aku yang terlalu baper. Atau karena aku yang telanjur jatuh cinta kepada suamiku sendiri? Bukankah masih menjadi hal yang normal, ketika seorang istri mengkhawatirkan suaminya sendiri, meski istri itu bukan wanita yang suaminya cintai?” Akan tetapi tiba-tiba Melati takut, bahwa cintanya kepada Ravael justru menjadi hal yang tak seharusnya Melati biarkan tumbuh apalagi makin berkembang. Karena walau Ravael merupakan suaminya dan Melati merupakan istri pertaman

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tiga Belas

    “Kamu kenapa?” Ravael bertanya dengan suara lembut, dan sebisa mungkin menahan emosinya. Apalagi, melihat wajah sang istri yang masih pucat dan bibir saja kerap berdarah karena terlalu kering.“Kamu kenapa perhatiin dia sampai segitunya? Dia pembantu baru kita, kan?” rengek Nilam sambil menatap sebal sang suami. Ia ngambek dan memang cemburu kepada Melati karena tadi. Nilam tak terima karena suaminya memperhatikan Melati sampai segitunya. Padahal selain di sebelah Ravael ada dirinya, status Melati tak lebih dari pelayan restoran sahabat milik Ravael.“Ya ampun ... masih bahas itu,” ucap Ravael sambil menghela napas pelan sekaligus dalam. “Kamu di sini saja. Aku mau minta maaf ke dia," sergah Ravael yang hendak minta maaf ke Melati.Ravael sudah sempat berdiri, dan nyaris saja pergi menyusul kepergian Melati dan sudah disusul Dimas. Namun, dengan cepat Nilam yang tetap dalam kondisi duduk, mendekapnya erat menggunakan kedua tangan. Tentu Ravael tak mungkin pergi bahkan sekadar berucap

    Last Updated : 2025-01-17

Latest chapter

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Dua Puluh : Bos Merangkap Kekasih

    Pak Dimas : Tolong jangan dijadikan beban. Jalani saja, pelan-pelan sambil tunggu kamu beres masa idah. Pak Dimas : Aku sayang banget ke kamu. Makasih banyak juga karena sudah jadi mama pilihan Chiki.Pak Dimas : Janji ya, jangan jadikan hubungan kita beban. Soalnya kamu punya tipes, dan sekadar kepikiran saja bisa jadi alasan tipes kamu kambuh. Aku enggak mau kamu sakit lagi. Aku juga enggak mau kamu sedih-sedih lagi. Yang aku mau, kamu bahagia ❤️Tiga kali sudah Melati membaca pesan dari sang bos yang tampaknya memang sudah alih profesi menjadi kekasihnya. Manis, menenangkan, atau karena Melati tak pernah mendapatkan sebelumnya. Hingga lagi-lagi, Melati merasa dihargai. Sikap manis nan hangat pak Dimas menegaskan, bahwa bagi pria itu, Melati memang berharga.Pak Dimas : Dari tadi cuma di—read. Sudah ngantuk belum? Aku baru pulang dari rumah Ravael. Habis tahlilan sekaligus yasinan kematian istrinya. Kamu sudah makan belum? Aku mau nyetir, kalau kamu belum ngantuk, boleh banget teme

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sembilan Belas

    Ravael sedang duduk di sebelah pak Dimas. Pria yang sudah menjadi temannya sejak duduk di bangku SMA itu tengah senyum-senyum sendiri memandangi layar ponsel. Malam ini, pak Dimas yang juga sebaya dengan Ravael memang menepati janjinya untuk turut serta tahlilan sekaligus yasinan kematian Nilam. Biasanya, yang membuat Dimas senyum-senyum sendiri ialah foto maupun video Chika sang putri. Namun kini, Ravael memergoki pemandangan berbeda. Di layar ponsel Dimas, bukan dihiasi foto maupun video Chiki. Melainkan foto sosok yang menutupi wajah menggunakan buket mawar merah berukuran sedang dan sampai dihiasi tiga cokelat batang berukuran sedang. Dari yang Ravael awasi, harusnya sosok tersebut merupakan wanita berkulit putih bersih. Namun yang mencuri perhatian Ravael, selain punggung tangan kiri sosok di foto masih dihiasi bekas perban, punggung tangan kanannya pun juga dihiasi bekas lupa mirip luka karena melepuh atau tersiram cairan panas.“Rasanya, aku enggak asing sama tangan itu,” pik

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Delapan Belas

    “Kamu pantas bahagia. Yang semangat, ya! Sudah, jangan pernah memikirkan ... mantan suamimu lagi.” Pak Dimas merasa canggung sekaligus gugup hanya karena mengatakannya kepada Melati. Mungkin karena belum terbiasa, ditambah lagi, Melati juga justru terlihat takut pada perhatiannya yang memang sudah melewati batas.“P—Pak, ... ini?” lirih Melati. Yang ia permasalahkan, tentu genggaman tangan pak Dimas. Namun, alih-alih mengakhiri, pak Dimas justru dengan sadar sekaligus sengaja membuat jemari mereka mengisi satu sama lain.“Mulai sekarang ... izinkan saya membahagiakan kamu.” Sampai detik ini, pak Dimas tetap belum bisa menghilangkan rasa canggungnya. Sampai-sampai, berbicara saja ia jadi tidak lancar. Padahal yang ia hadapi karyawannya sendiri. Namun karena Melati merupakan wanita yang ia cintai, selalu ingin tampil sempurna.“Izinkan saya menghapus setiap lukamu, kemudian menggantinya dengan kebahagiaan yang akan membuatmu merasakan kedamaian.” Pak Dimas memelas, ia mengangguk—menunt

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tujuh Belas

    “Kok aku takut, malah memang dia, ya?”“Ih ... apaan, sih? Kok aku jadi parno gini?”“Nilam baru meninggal. Enggak selayaknya aku langsung mikirin wanita lain.”“Meski sebelum aku menikahi Nilam, ... aku memang sudah diam-diam menyukai wanita itu. Wanita itu sangat cantik. Dari paras dan matanya yang teduh, sepertinya dia juga dipenuhi kelembutan,” batin Ravael yang jadi kepikiran sendiri.Ravael melepas kepergian Melati yang dituntun dengan sangat hati-hati oleh pak Dimas. “Papa baru tahu kalau ternyata, Melati kerja di tempatnya Dimas teman kamu.” Ucapan pak Bagyo tersebut membuyarkan renungan Ravael. Ravael ketar ketir karena lagi-lagi takut, bahwa apa yang ia duga, yaitu Melati dan wanita yang ia suka masih orang yang sama, benar adanya.“Jadi, restoran happy cooking punya Dimas? Papa baru tahu ternyata itu punya Dimas, dan Melati malah kerja di sana. Kok kelihatannya si Dimas suka Melati, ya?” lirih pak Bagyo sengaja mengetes perasaan Ravael kepada Melati.Dari ekspresi Ravael

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Enam Belas

    “Rav, ... yang sabar. Aku turut berduka cita!” ucap pak Dimas yang menyusul ke tempat pemakaman umum Nilam dimakamkan. Acara pemakaman sudah selesai. Pusara selaku peristirahatan terakhir untuk Nilam, sudah dipenuhi kelopak bunga mawar merah. Bingkai berisi foto Nilam yang masih sangat cantik juga ada di sebelah nisan. Awalnya sebelum pak Dimas datang, Ravael masih jongkok sambil meratapi foto sang istri.Pak Dimas tak segan merangkul, menguatkan Ravael yang terlihat sangat hancur. Saking hancurnya, sekadar membalas pak Dimas saja, Ravael tak melakukannya. Hanya saja, kemarahan Ravael langsung mencuat ketika tak sengaja memergoki kehadiran Melati. Di belakang sana, wanita bergamis hitam sekaligus bercadar yang tengah ditangisi sambil dipeluk erat oleh ibu Irma, Ravael kenali sebagai Melati.“Ngapain tuh orang ikut-ikutan ke sini? Setelah bikin mama benci banget ke Nilam, dan mereka jadi sering ribut gara-gara mama selalu bela Melati, dia tanpa dosa ke sini?” pikir Ravael. Tentu Rava

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Lima Belas

    “Kalau kamu mau mati, mati saja! Jangan meminta suami orang untuk menceraikan istrinya! Cukup, Rav! Berani kamu menceraikan Melati, Mama mati!”“Lebih baik Mama mati, ketimbang punya anak, tetapi hanya diperbudak oleh wanita jahat. Sudah tahu penyakitan dan mau mati, masih saja merusak anak orang!”“Seharusnya sekarang kamu tahu, kenapa Nilam penyakitan dan keluarganya juga—”Suara ibu Irma yang amat sangat emosional mendadak tak lagi terdengar. Anggi terdiam bingung sekaligus syok menatap Melati yang tak kalah bingung. Namun dalam diamnya, baik Anggi apalagi Melati, langsung menerka-nerka.Baik Anggi apalagi Melati yakin, bahwa Ravael suami Melati, bermaksud menceraikan Melati demi wanita lain. Wanita itu bernama Nilam dan kondisinya penyakitan. Namun hanya Melati yang tahu, bahwa suaminya memang memiliki istri lain selain dirinya, dan wanita itu bernama Nilam. Selain itu, meski Melati merupakan istri pertama Ravael, Melati bukanlah istri yang Ravael cintai bahkan sekadar harapkan. Y

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Empat Belas

    Entah apa yang terjadi, tetapi insiden Nilam menyiram Melati membuat Ravael terus mengingat kejadian tersebut. Ravael merasa tersentuh sekaligus merasa bersalah kepada tanggapan Melati yang tetap tenang, meski tangan maupun kaki yang tersiram air sup, langsung berubah menjadi merah padam. Apalagi, kulit Melati putih bersih. Saat kejadian, perubahannya sangat mencolok.Saat itu, tiga hari lalu, Melati bahkan tak bersuara, bibir tipisnya tetap terkunci, dan hanya matanya saja yang basah. Apalagi ketika tatapan mereka bertemu. Sekadar melihat cara Melati melihatnya saja, hati Ravael terasa pedih. Seolah, mata sendu itu memiliki daya tarik tersendiri dan membuatnya untuk selalu peduli.“Sudah empat hari berlalu dari kejadian itu, tetapi keadaan Nilam kembali memburuk. Lebih tepatnya, sejak terapi sinar hari kemarin, alih-alih membaik, kesehatan Nilam justru jadi memburuk.“Rav ... Rav ....” Suara yang Nilam hasilkan sangatlah lemah.Kemarin, tim dokter yang menangani Nilam, sebenarnya bel

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tiga Belas

    “Kamu kenapa?” Ravael bertanya dengan suara lembut, dan sebisa mungkin menahan emosinya. Apalagi, melihat wajah sang istri yang masih pucat dan bibir saja kerap berdarah karena terlalu kering.“Kamu kenapa perhatiin dia sampai segitunya? Dia pembantu baru kita, kan?” rengek Nilam sambil menatap sebal sang suami. Ia ngambek dan memang cemburu kepada Melati karena tadi. Nilam tak terima karena suaminya memperhatikan Melati sampai segitunya. Padahal selain di sebelah Ravael ada dirinya, status Melati tak lebih dari pelayan restoran sahabat milik Ravael.“Ya ampun ... masih bahas itu,” ucap Ravael sambil menghela napas pelan sekaligus dalam. “Kamu di sini saja. Aku mau minta maaf ke dia," sergah Ravael yang hendak minta maaf ke Melati.Ravael sudah sempat berdiri, dan nyaris saja pergi menyusul kepergian Melati dan sudah disusul Dimas. Namun, dengan cepat Nilam yang tetap dalam kondisi duduk, mendekapnya erat menggunakan kedua tangan. Tentu Ravael tak mungkin pergi bahkan sekadar berucap

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Dua Belas

    Sampai detik ini, hati berikut pikiran Melati masih bertanya-tanya. Temannya yang mana yang Ravael maksud, dan ingin Ravael beri ucapan terima kasih? Sebab pesan darinya yang menanyakan perkara tersebut, sama sekali belum Ravael baca. Padahal sudah tiga hari berlalu, tetapi pesan darinya tetap belum dibaca.Melati sangat khawatir, takut telah terjadi hal fatal kepada Ravael hingga pria itu makin tidak ada waktu untuknya. Apalagi terakhir kali berkomunikasi saja, Ravael harus hujan-hujanan ketika mengambil sup untuk Nilam. “Efek aku yang terlalu baper. Atau karena aku yang telanjur jatuh cinta kepada suamiku sendiri? Bukankah masih menjadi hal yang normal, ketika seorang istri mengkhawatirkan suaminya sendiri, meski istri itu bukan wanita yang suaminya cintai?” Akan tetapi tiba-tiba Melati takut, bahwa cintanya kepada Ravael justru menjadi hal yang tak seharusnya Melati biarkan tumbuh apalagi makin berkembang. Karena walau Ravael merupakan suaminya dan Melati merupakan istri pertaman

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status