Share

Enam

Author: Rositi
last update Last Updated: 2025-01-17 09:38:29

“Ternyata ... dia ... dia Mas Ravael? Kami pernah bertemu, ... dia ... dia temannya pak Dimas ....” Walau hanya berbicara dalam hati, pertemuannya dengan Ravael membuatnya tak kuasa melakukannya. Iya, sekadar berkata-kata dalam hati, mendadak sangat sulit Melati jalani. Lidahnya terlanjur kelu selain rasa aneh yang membuat dadanya menghangat.

Gugup Melati rasakan karena ternyata, suaminya sangat tampan. Bisa Melati pastikan, tak ada wanita yang tidak terpikat kepada suaminya, terlebih jika suaminya sampai memberikan perhatian. Pantas selama ini, Ravael selalu semena-mena kepadanya. Karena Ravael pasti merasa Melati yang hanya gadis desa, tak pantas bersanding dengannya.

Dunia seorang Melati seolah berputar lebih lambat dibuatnya, menjadikan Ravael sebagai porosnya. Tiga tahun lebih dinikahi, tetapi temu di antara mereka benar-benar baru terjadi. Sungguh hubungan yang sulit dimengerti, tetapi Melati berharap, temu kali ini akan menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka.

Diam-diam, sebenarnya bukan hanya dunia Melati saja yang seolah berputar lebih lambat. Karena dunia seorang Ravael justru nyaris berhenti berputar akibat pertemuan sekarang. Ravael merasa tak asing pada kedua mata wanita yang tiga tahun lalu ia nikahi tanpa temu itu. Kedua mata Melati teramat indah bahkan jernih, meski kini mereka berada di ruang keluarga lantai bawah dengan penerangan temaram. Sebab lampu utama di sana sudah dimatikan, menyisakan lampu kecil di salah satu sudut ruangan saja.

“Rasanya sungguh tidak asing. Apalagi mata dan tatapannya. Sepertinya, kami memang pernah bertemu sebelumnya, tetapi di mana?” pikir Ravael.

Ravael yakin, harusnya ia dan Melati memang pernah bertemu, tetapi ia tidak yakin kapan kejadiannya. Otaknya terlalu penuh dengan banyak hal, khususnya penuh oleh Nilam dan juga sederet pekerjaan. Apalagi baginya, meski ia telah menikahi Melati, dan Melati merupakan istri pertamanya, baginya gadis desa itu sama sekali tidak penting. Sampai detik ini saja, sebenarnya Ravael hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuknya menceraikan Melati, membuangnya dari kehidupannya, untuk selama-lamanya. Semuanya sungguh hanya tinggal menunggu waktu.

Memang salahnya, dan Ravael mengakuinya. Kenapa sekadar melihat wujud Melati saja, ia tak sudi melakukannya. Hanya karena Melati gadis desa pilihan orang tuanya yang harus ia nikahi, padahal saat itu ia sudah memiliki Nilam. Kebenciannya kepada Melati sungguh teramat dalam. Yang mana, kebencian tersebut Ravael pastikan tidak akan berubah. Malahan bisa-bisa, kebencian tersebut akan bertambah.

Di balik pertemuan Ravael dan Melati, ada kedua orang tua Ravael yang bersuka cita. Keduanya sampai menitikkan air mata bersama harapan yang terus keduanya langitkan. Harapan agar hati Ravael terbuka, hingga pernikahan pria itu dan Melati menjadi nyata.

“Assalamualaikum, Mas?” Di tengah jantungnya yang berdegup lebih kencang, Melati memberanikan diri menyapa duluan.

Selanjutnya, Melati juga maju dan berangsur mengulurkan tangan kanan sambil membungkuk. Tentu maksudnya akan menyalami sang suami. Namun, tanpa sekadar basa basi apalagi membalas salam Melati, Ravael pergi begitu saja. Ravael yang memakai piyama lengan panjang warna biru gelap, melangkah menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai bawah keberadaan Melati, dan lantai atas.

“Ravael!” teriak ibu Irma yang sampai detik ini masih berada di belakang Melati. Karena tadi, ia juga yang langsung membukakan pintu untuk menantu pilihannya itu.

Demi menjaga perasaan Melati, ibu Irma sengaja merangkulnya dari belakang samping kanan. Sementara pak Bagyo sengaja menyusul sang putra. Namun baru saja, suara Nilam terdengar histeris. Suara yang justru terdengar menyeramkan khas orang kesakitan.

“Bu ... itu?” lirih Melati khawatir.

Ibu Irma yang paham maksud Melati mengangguk-angguk. “Iya, itu Nilam, Mel. Memang keadaannya sudah sangat mengkhawatirkan. ”

“Sakit ... sakit sekali ... tolong! Tolong, ini sakit banget!” Nilam yang hanya memakai popok sekali pakai dan atasan tipis, terus menggeliat di atas tempat tidur.

Melihat Nilam yang sudah sangat mengenaskan, hati Melati ikut sakit. Melati tak tega dan jadi memaklumi kenapa Ravael begitu menjaga jarak darinya. Tentu karena suaminya itu sengaja menjaga Nilam, meski biar bagaimanapun, Melati juga tetap istri Ravael.

“Sakit, Rav ... sakit banget! Cepetan panggilin dokter! Kamu tega biarin aku kesakitan begini! Kalau terus begini, lebih baik aku mati saja! Biarkan aku mati saja nyusul mama papaku!”

Nilam makin tidak bisa mengontrol diri maupun kata-katanya. Sementara di sampingnya, Ravael berusaha melakukan pertolongan sebisanya.

“Sus ... Suster ... goblog kamu ya, biarin aku kesakitan. Kamu dibayar loh, mau makan gaji buta kamu!”

Karena Nilam makin berisik, orang tua Ravael sengaja membawa Melati pergi dari sana. Bertepatan dengan itu, Nilam tak sengaja menoleh dan melihat Melati.

“Itu yang bercadar, kamu siapa?!” teriak Nilam makin emosional. Padahal sekadar memiringkan tubuh saja, ia yang sudah botak sempurna, tak kuasa melakukannya.

Melati yang paham bahwa dirinya yang dimaksud sang madu, refleks menghentikan langkah. Ia yang telanjur balik badan juga berangsur menoleh menatap Nilam. Hanya saja, jawaban dari Ravael kepada Nilam, amat sangat melukai hati Melati.

“Pembantu baru yang juga akan membantuku?” Suara Nilam yang bergetar, mengulang kabar dari sang suami perihal siapa yang bercadar di sana.

Tanpa sedikit pun keraguan apalagi beban demi menjaga perasaan Melati, Ravael membenarkan. Ravael melakukannya sambil mengangguk-angguk.

“Ravael! Tega kamu! Melati ini—” Ibu Irma langsung jadi garda terdepan Melati.

“Enggak apa-apa, Bu. Enggak apa-apa. Mbak Nilam sedang sakit. Kemarin saat bapak sedang parah-parahnya, juga begitu. Enggak apa-apa,” lembut Melati meyakinkan.

Lain halnya dengan ibu Irma yang masih bisa bertahan di sana. Tidak dengan sang suami yang memilih pergi.

“Heh pembantu! Cepat buatkan sup untukku! Aku mau yang seger-seger panas! Cepat!” teriak Nilam.

Lagi-lagi, Melati menenangkan ibu mertuanya yang tak terima pada sikap Nilam kepadanya.

“Enggak apa-apa, Bu. Enggak apa-apa. Biar aku bantu-bantu. Sekarang, lebih baik Ibu dan bapak istirahat. Sudah malam, sudah seharusnya Ibu dan Bapak istirahat. Namun sebelum itu, tolong antar aku ke dapur karena aku belum tahu posisinya di mana,” ucap Melati.

Tutur kata Melati yang selalu penuh kelembutan, sudah langsung membuat hati seorang Ravael terombang-ambing. Ditambah lagi, kelembutan Melati kontras dengan Nilam yang sebentar-sebentar emosi. Termasuk juga ketika Melati benar-benar memasakkan sup untuk Nilam. Ravael menjadi penonton baik bersama sang suster.

“Dia begitu karena dia sedang mencoba mendapatkan perhatianku,” batin Ravael masih tidak bisa berbaik sangka kepada ketulusan Melati.

“Lagi, Mbak?” lembut Melati masih membungkuk.

Sejujurnya Melati tak hanya lelah setelah seharian penuh bekerja. Karena sikap dingin Ravael juga menambah rasa lelahnya menjadi luka tak berdarah berupa sakit hati. Namun, melihat Nilam yang begitu tak berdaya, hati Melati benar-benar tidak tega.

Related chapters

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tujuh

    Baru beres makan dan bibir pun masih belepotan, Nilam sudah ketiduran. Nilam tidur dalam keadaan mangap. Selain itu, Nilam juga mendengkur sangat keras dan menyita keheningan di sana.Perubahan drastis tersebut membuat Melati khawatir. Bisa Melati pastikan, bahwa madunya itu sangat tersiksa. Namun kemudian Melati ingat pesan-pesan mertuanya yang selalu mengingatkannya di setiap ia putus asa pada hubungannya dan Ravael. Kedua mertuanya itu begitu yakin, bahwa usia Nilam hanya tinggal sebentar lagi. Yang dengan kata lain, kemungkinan Ravael akan fokus ke Melati sangatlah besar.“Bukannya ingin mendahului, tetapi jika keadaannya begini, memang lebih baik diikhlaskan saja,” batin Melati yang tentu tak berani mengatakannya kepada Ravael.Belum apa-apa, Ravael sudah langsung menyuruh Melati keluar. “Jangan bikin aku marah!”“Memangnya ... aku, ... ngapain, Mas? A—aku, salah?” Suara Melati tercetak di tenggorokan. Ia sungguh bingung kenapa Ravael terlihat sangat marah kepadanya. Cara pria it

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Delapan

    “Pak Supri,” ucap pak Dimas buru-buru keluar dari mobilnya.Pak Supri baru turun dari mobil box. Pria berkulit kuning langsat itu refleks mencari sumber suara pria yang memanggilnya, dan ia kenali sebagai suara pak Dimas sang bos. Di depan restoran sana dan merupakan tempat parkir khusus untuk pak Dimas selaku bos sekaligus pemilik restoran, pria berkacamata itu tersenyum ramah kepadanya.Pak Dimas tampak sangat bersemangat sembari menunggu sang putri turun dari mobil juga. Pak Supri segera menghadap. Ia agak berlari menghampiri pak Dimas yang sedang bertatap penuh senyum dengan bocah perempuan sangat menggemaskan dan kiranya berusia tiga tahun.Seperti biasa, hari ini pak Dimas kembali menyetir sendiri. Sementara sang putri yang sangat aktif, duduk di sebelahnya menggunakan tempat duduk kusus.“Wah ... Non Chiki ikut! Makin gemesin saja, Masya Allah ya!” ucap pak Supri kepada bocah perempuan yang baru saja digendong oleh pak Dimas.Ketika sang papa sangat ramah dan murah senyum, boca

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sembilan

    Biasanya, tak ada hal yang tidak pernah Nilam dapatkan dari Ravael. Pria itu akan selalu menuruti semua kemauannya. Apa pun yang Nilam minta, Ravael selalu mewujudkannya. Namun khusus hari ini, sekadar minta dibuatkan sup bening seperti yang dibuatkan ART baru di rumah mereka, Ravael belum bisa melakukannya.Hampir seharian Nilam meraung-raung, meminta sup bening buatan Melati. Nilam menolak semua sajian yang disuguhkan. Beberapa sup yang ia dapatkan dan beberapa di antaranya merupakan buatan Ravael juga berakhir Nilam singkirkan.Bukan hanya tempat tidur Nilam saja yang basah oleh setiap sup untuknya. Sebab lantai berbahan kayu di sana juga bernasib serupa dan itu masih karena Nilam yang mengamuk. Ravael kewalahan. Ravael sangat emosi, tetapi lagi-lagi ia menyalahkan Melati. Bahkan walau yang membuatnya kewalahan memang Nilam. Bagi Ravael, tetap Melati yang harus disalahkan.“Cepat cari pembantu baru itu, Rav. Aku mau makan sup itu pake nasi.”Nilam masih meraung-raung. “Lama banget

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sepuluh

    Mas Ravael : Jangan lupa sup untuk Nilam. Aku ke restoran Happy Cooking sekarang.Pesan WA dari Ravael membuat Melati terjaga. “Heh, ini Mas Ravael mau ke sini?” lirih Melati tak percaya.Dalam sekejap, Melati sudah ada di dapur. Melati sangat bersemangat, bahkan hatinya sampai berbunga-bunga. Sampai-sampai, Melati melakukan semuanya dengan serba cepat sekaligus gesit, seolah dirinya tengah menjalani kompetisi berhadiah fantastis. Padahal, sup buatannya sangatlah sederhana. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya. Karena cukup menyiapkan sayuran dan bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, kencur, daun salam, selain garam juga sedikit gula, sup bening khas tempat tinggal Melati, sudah jadi.“Itu pesanan siapa?” tanya salah satu teman kerja Melati.Dapur memang sedang ramai-ramainya karena menjelang jadwal makan malam.“Suami minta dibuatin,” jujur Melati yang lupa untuk merahasiakan kedatangan Ravael.Pengakuan jujur Melati langsung membuat seisi dapur heboh, baper. Selain itu, s

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Sebelas

    “Mulai sekarang ada peraturan wajib. Bahwa setiap karyawan harus tinggal di mess.”Apa yang baru saja pak Dimas katakan, sukses membuat Melati berpikir keras. “Jika sampai tidak tinggal di mess dan itu sudah izin—”“Tidak ada izin jika itu bukan untuk alasan karena sakit atau malah kematian. Hari bebas meninggalkan mess hanyalah ketika jatah libur.” Pak Dimas sengaja memotong ucapan Melati, agar karyawannya itu tak asal menebak apalagi membiarkan pikirannya jauh lebih berisi banyak perandaian.Melati tertegun untuk beberapa saat. Entah mengapa, peraturan baru yang baru sang bos sampaikan, dirasanya karena apa yang sudah ia lakukan. Ia yang sebelumnya sempat izin tidak tinggal di mess, mendadak izin tinggal lagi.“Melati,” ucap pak Dimas yang jadi merasa bersalah karena Melati mendadak jadi murung. Padahal sebelumnya, keceriaan Melati sukses mengalahkan keceriaan matahari pagi, hanya karena wanita yang ia taksir itu akan bertemu sang suami.“Iya, Pak?”“Saya bikin peraturan ini, agar t

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Dua Belas

    Sampai detik ini, hati berikut pikiran Melati masih bertanya-tanya. Temannya yang mana yang Ravael maksud, dan ingin Ravael beri ucapan terima kasih? Sebab pesan darinya yang menanyakan perkara tersebut, sama sekali belum Ravael baca. Padahal sudah tiga hari berlalu, tetapi pesan darinya tetap belum dibaca.Melati sangat khawatir, takut telah terjadi hal fatal kepada Ravael hingga pria itu makin tidak ada waktu untuknya. Apalagi terakhir kali berkomunikasi saja, Ravael harus hujan-hujanan ketika mengambil sup untuk Nilam. “Efek aku yang terlalu baper. Atau karena aku yang telanjur jatuh cinta kepada suamiku sendiri? Bukankah masih menjadi hal yang normal, ketika seorang istri mengkhawatirkan suaminya sendiri, meski istri itu bukan wanita yang suaminya cintai?” Akan tetapi tiba-tiba Melati takut, bahwa cintanya kepada Ravael justru menjadi hal yang tak seharusnya Melati biarkan tumbuh apalagi makin berkembang. Karena walau Ravael merupakan suaminya dan Melati merupakan istri pertaman

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Tiga Belas

    “Kamu kenapa?” Ravael bertanya dengan suara lembut, dan sebisa mungkin menahan emosinya. Apalagi, melihat wajah sang istri yang masih pucat dan bibir saja kerap berdarah karena terlalu kering.“Kamu kenapa perhatiin dia sampai segitunya? Dia pembantu baru kita, kan?” rengek Nilam sambil menatap sebal sang suami. Ia ngambek dan memang cemburu kepada Melati karena tadi. Nilam tak terima karena suaminya memperhatikan Melati sampai segitunya. Padahal selain di sebelah Ravael ada dirinya, status Melati tak lebih dari pelayan restoran sahabat milik Ravael.“Ya ampun ... masih bahas itu,” ucap Ravael sambil menghela napas pelan sekaligus dalam. “Kamu di sini saja. Aku mau minta maaf ke dia," sergah Ravael yang hendak minta maaf ke Melati.Ravael sudah sempat berdiri, dan nyaris saja pergi menyusul kepergian Melati dan sudah disusul Dimas. Namun, dengan cepat Nilam yang tetap dalam kondisi duduk, mendekapnya erat menggunakan kedua tangan. Tentu Ravael tak mungkin pergi bahkan sekadar berucap

    Last Updated : 2025-01-17
  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Empat Belas

    Entah apa yang terjadi, tetapi insiden Nilam menyiram Melati membuat Ravael terus mengingat kejadian tersebut. Ravael merasa tersentuh sekaligus merasa bersalah kepada tanggapan Melati yang tetap tenang, meski tangan maupun kaki yang tersiram air sup, langsung berubah menjadi merah padam. Apalagi, kulit Melati putih bersih. Saat kejadian, perubahannya sangat mencolok.Saat itu, tiga hari lalu, Melati bahkan tak bersuara, bibir tipisnya tetap terkunci, dan hanya matanya saja yang basah. Apalagi ketika tatapan mereka bertemu. Sekadar melihat cara Melati melihatnya saja, hati Ravael terasa pedih. Seolah, mata sendu itu memiliki daya tarik tersendiri dan membuatnya untuk selalu peduli.“Sudah empat hari berlalu dari kejadian itu, tetapi keadaan Nilam kembali memburuk. Lebih tepatnya, sejak terapi sinar hari kemarin, alih-alih membaik, kesehatan Nilam justru jadi memburuk.“Rav ... Rav ....” Suara yang Nilam hasilkan sangatlah lemah.Kemarin, tim dokter yang menangani Nilam, sebenarnya bel

    Last Updated : 2025-01-17

Latest chapter

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab

    Suasana nyaris terbilang hening, jika suara anak-anak tak sesekali terdengar. Langkah Melati tertuju ke ruang keluarga, suami dan anak-anak mereka berada. Di sana, Dimas dan kedua anak mereka tengah fokus memasang puzzle milik Chiki.“Serius banget? Kirain mama ditinggal, soalnya kedengerannya sepi banget," ucap Melati sembari membawa nampan berisi potongan buah semangka dan juga melon.Hanya Abimana yang tidak begitu merespons Melati. Bocah yang mulutnya disumpal empeng warna biru muda itu tampak sangat tertarik ke puzzle di meja. Lain halnya dengan Dimas yang langsung menyambut kedatangan istrinya dengan senyum hangat. Senyum Dimas terus terukir sempurna, meski Abimana yang bertubuh gemoy dan tengah ia pangku, benar-benar tak mau diam.“Aku mau semangka!” ucap Chiki sangat antusias. Ia sampai menghampiri mama sambungnya, kemudian mengambil sebuah garpu untuk memakan potongan buah.“Dek Abi serius banget sih?” Melati tidak bisa untuk tidak menertawakan kehebohan putranya. “Pa, lihat

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   49. Berdamai Dengan Kenyataan (TAMAT)

    Air mata Dimas berjatuhan membasahi pipi, mengiringi langkahnya yang kali ini terasa sangat berat. Andai tidak dikuatkan oleh Melati sang istri, mungkin Dimas sudah berakhir meraung-raung sesuka hati. Sebab meski kabar kematian nyonya Filma, sudah Dimas dengar tiga hari setelah dirinya siuman. Mengunjungi peristirahatan terakhir mamanya, teramat membuat Dimas tak berdaya.Ketika Dimas tak kuasa menahan air matanya sambil mendekap nisan mamanya. Di sebelah kirinya, pemandangan berbeda dilakukan oleh istrinya. Di sana, istrinya mendekap nisan pak Sulaiman penuh ketenangan. Air mata Melati memang berlinang, tetapi Melati tampak sangat tegar. Meski dari ketegaran Melati, Dimas merasa bahwa apa yang istrinya lakukan, justru teramat menyakitkan.Meski harus sempat membuatnya merangkak, Dimas berhasil mendekat kemudian mendekap Melati. Tanpa kata, ia melanjutkan tangisnya kemudian membenamkan wajah di punggung istrinya.“Roda kehidupan terus berjalan. Anak-anak butuh kita. Aku butuh Sayang,

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   48. I LOVE YOU!

    Hari ke tujuh Dimas koma. Sekitar hampir pukul dua belas malam. Melati masih terduduk di ruang tunggu. Ia memakai kain khusus untuk menutupi tubuhnya karena tengah memompa ASI.Kini, di sana Melati tidak sendiri. Ia bersama enam orang selaku keluarga pasien ICU yang baru datang. Selain itu, Melati juga ditemani oleh ibu Irma. Di kasur lantai sebelah, wanita itu sudah lelap, memakai bantal dan juga selimut milik Melati.Keluarga Ravael masih menjadi satu-satunya pihak yang membantu Melati secara langsung. Sekarang saja, Chiki dan Abimana, dijaga oleh Ravael maupun pak Bagyo. Keduanya menginap di rumah Dimas, untuk merawatnya. Sementara ibu Irma sengaja keduanya tugaskan untuk menemani Melati, agar Melati tak merasa canggung, layak ya setiap ditemani Ravael.Sebenarnya beberapa sahabat nyonya Filma maupun Dimas, banyak yang mendekat. Banyak dari mereka yang mengirim ini itu, dan ada juga yang sampai berkunjung ke rumah sakit. Namun karena Melati tidak begitu paham apalagi kenal, Melati

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   47. Surat Wasiat Suamiku

    Di tengah kerapuhan yang Melati rasakan, kedatangan pengacara keluarga suaminya ke rumah sakit, malah memupus harapan yang susah payah Melati susun.Surat wasiat, seolah sudah tahu bahwa cepat atau lambat, kepergiannya untuk selama-lamanya akan tiba, seorang Dimas sungguh meninggalkan surat wasiat untuk Melati.Semua aset milik Dimas, sudah dipindah nama menjadi milik Melati. Semua itu sudah disetujui oleh nyonya Filma. Sungguh mulianya mama dan anak itu. Melati yang mendengarnya nyaris pingsan karena dari cara suaminya menyiapkan semua kemudahan untuknya, justru menegaskan bahwa niat pria itu meninggalkannya, sudah sangat matang.“Biaya pendidikan untuk anak-anak juga sudah disiapkan—” Pak Hakim, selaku pengacara keluarga Dimas masih menjelaskan.Di bangku tunggu, Melati yang terduduk loyo, makin kesulitan mengendalikan tangisnya. Surat wasiat itu sengaja dikabarkan ke Melati karena berlangsungnya koma yang Dimas alami, sudah hampir empat hari.“Suamiku, di saat hatiku bahkan kehidup

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   46. Ucapan Adalah Doa

    “Aku mau suamiku. Berilah beliau jalan, biarkan kali ini aku yang mengabdi sekaligus membahagiakannya. Andai—” Melati tak kuasa melanjutkan ucapannya yang bahkan ia lakukan dalam hati.“Kamu istri terbaikku, ... sampai kapan pun, kamu wanita yang selalu membuatku bahagia. Walau sebelumnya aku pernah bersama mamanya Chika, tetap saja semuanya terasa berbeda.” Mendadak, Melati teringat ucapan dari suaminya.“Walau kamu bukan wanita pertama dalam hidupku, percayalah ... kamu tetap menjadi yang utama. Bahkan aku selalu berdoa.”“Bahwa jika memang setelah ini masih ada kehidupan untuk aku jalani. Aku maunya dipertemukan sekaligus berjodoh denganmu sejak awal!”“Aku melakukan semua cara untuk bisa mendapatkan kesempatan kemudian mewujudkan harapan itu. Salah satunya, ... aku yang menjadi orang yang lebih baik lagi, dari sebelum-sebelumnya. Selain, ... aku yang akan selalu mencintaimu. Bahkan itu ketika aku sedang berada di titik paling rendah.”Teringat semua ucapan sekaligus petuah dari su

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   45. Duka yang Begitu Tiba-Tiba

    “Saya benar-benar minta maaf!” sergah Ravael yang menghampiri Salwa berikut orang tuanya.Ravael sudah mengakhiri sambungan teleponnya. Ponselnya pun sudah ia kantongi di saku sisi celana sebelah kanan. Namun, Ravael yang kali ini berpenampilan kasual, tetap tidak bisa tenang, apalagi baik-baik saja.Dalam diamnya, Salwa yang memakai pakaian santun sekaligus merias wajah, jadi tidak bisa berpikir jernih. Kondisi Ravael, juga alasan pria itu mendadak kacau, dirasa Salwa menjadi pertanda tidak baik untuk hubungannya dengan atasannya itu.Tentu Salwa tidak lupa, siapa Melati, yang menjadi alasan Ravael berikut orang tuanya, sangat kacau layaknya kini. Melati, wanita yang sangat Ravael cintai. Mantan istri Ravael yang justru telah dinikahi sahabat baik Ravael sendiri. Namun kendati demikian, cinta Ravael kepada Melati, tak pernah luntur. Buktinya, foto-foto Melati masih Ravael simpan baik-baik di setiap laci meja maupun lemari kerja. Salwa mengetahui semua itu. Karena sebagai sekretaris R

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   44. Kabar Kecelakaan

    Demi menjaga perasaan Ravael dan orang tuanya, Melati baru menempel manja kepada suaminya, ketika mereka keluar dari ruang VIP.Setelah agak jauh dari ruang VIP, Melati sengaja mendekap pinggang suaminya menggunakan kedua tangan. Ia bersiap minta difoto kepada mama mertuanya. Nyonya Filma sudah langsung menertawakannya karena permintaannya.Posisinya, Dimas masih menggendong Abimana di depan dadanya. Sementara pak Sulaiman masih menemani Chiki menghabiskan makanan di dalam ruang VIP.“Ma, kalau gambarnya kurang cerah, tolong jangan sungkan minta kami buat pindah posisi,” ucap Melati tak segan merengek.Sikap Melati yang jadi menggemaskan sekali, membuat Dimas terpesona. Dimas tak hentinya tersipu dan berakhir menekan sakelar lampu di sebelahnya. Hingga suasana di sana jadi lebih terang benderang.“Nah ... gini!” ucap nyonya Filma langsung menemukan angel yang tepat. Namun, kali ini justru giliran dirinya yang tersipu. Sebab untuk kali pertama dalam kebersamaan mereka, menantunya tak s

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   43. Cinta Dan Bahagia yang Telanjur Habis

    “Menikahlah dengan saya, dan saya akan melunasi semua hutang keluarga kamu!” ucap Ravael, tenang tanpa benar-benar menekan.Di hadapan Ravael, Salwa langsung kebingungan. Shalwa berangsur mendekat karena kedua tangannya butuh pegangan. Kedua tangan Salwa berpegangan kepada pinggir meja kerja Ravael yang kokoh. Napasnya menjadi tak karuan dan jantungnya pun deg-degan parah. Sempat mendadak tak berani menatap kedua mata Ravael sang bos. Kali ini, Salwa berangsur melakukannya. “P—pak?” Suaranya tercekat. Ia menatap tak percaya kedua mata tajam bosnya yang memang memiliki wajah sangat tampan.“Kamu jangan berharap saya bisa mencintai kamu. Pernikahan kita, tak lebih agar Amira berhenti mengganggu saya. Saya hanya butuh teman hidup!” ucap Ravael mematahkan kegugupan Salwa.“Jadi, kamu lebih memilih menikah dengan anak rentenir itu. Daripada kamu menerima tawaran saya, dan menjadi teman hidup saya?” sergah Ravael lantaran Salwa malah seolah melupakan tawarannya.“Tentu saya pilih tawaran P

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Empat Puluh Dua

    “Dalam waktu dekat, aku akan menikah. Namun bukan berarti kamu berhak mengatur-ngatur aku, dengan dalil perlu bukti. Seperti halnya yang baru saja kamu lakukan kepada Dimas!” ucap Ravael. “Aku tetap butuh bukti. Karena alasanmu menikah bisa jadi hanya untuk menghindari aku, atau malah kamu hanya tengah berusaha melindungi Melati!” kali ini Amira sampai teriak. Hingga Dimas membentaknya.Melati merangkul pinggang suaminya, dan memang berusaha meredam emosi suaminya.“Onty Amila belisik, malah-malah di lumah olang, ndak syopan!” ucap Chiki sambil menatap kes Amira.Ucapan Chiki kepada Amira barusan, benar-benar menampar Amira dengan kenyataan. Selanjutnya, nyonya Filma yang menegur Amira. Nyonya Amira sampai berdiri lantaran Abimana, terbangun dan menangis.Pak Ismail yang awalnya baru keluar dari kamar, bergegas mengamankan Abimana. Ia masih memakai sarung, dan peci hitam saja masih menghiasi kepalanya karena ia memang baru beres shalat isya.“Sudah kalian makan saja. Bapak sudah bere

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status