Share

69_Bekerja di pabrik roti

Penulis: Nainamira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Buka matamu!" perintah Diaz dengan suara elan tapi menekan.

Dengan perlahan Mutia membuka matanya dan menatap ke arah lelaki di depannya dengan tatapan yang sedikit takut.

"Jadi ini hasilnya kamu pergi dari sisiku? menjadi seorang pelayan bar?"

Mata Mutia terbelalak mendengar perkataan lelaki itu yang begitu dingin dan menekan. Jadi dia mengenalinya?

"Ba ... bagaimana anda mengenali saya?" tanya Mutia dengan gugup.

"Walaupun kamu menutupi seluruh tubuhmu, makan matamu juga kau tutupi, atau kau pakai jubah ninja sekalipun, bagaimana aku tidak mengenali aroma perempuan satu-satunya yang pernah kutiduri? aku bahkan sampai saat ini masih terus merindukan ingin menghirup aromamu."

Bulu kuduk Mutia bergidik ketika lelaki itu menghirup rambutnya dengan kuat, bahkan lelaki itu sampai memejamkan matanya karena begitu menikmati aromanya.

"Hmmm, rambutmu masih beraroma sama, aroma mawar yang membangkitkan gairahku, tubuhmu, masih beraroma susu segar," bisik lelaki itu membuat Mutia se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   70_Pelayan di Kapal pesiar

    Sabtu siang sudah tiba, Mutia membawa pakaian satu stel dan dimasukkan ke tas ransel. Dibawah Walimar sudah menunggu dan sudah mengirim pesan. Mutia bergegas ke luar rumah, kebetulan Bu Leli yang berada di depannya juga tengah keluar rumah berbarengan. "Kamu mau keluar, Mut?" "Iya, Bu. rencananya mau nginap. Walimar mengajak saya untuk bekerja di kapal pesiar sebagai pelayan." "Kamu itu apa nggak capek? sudah bekerja di pabrik roti, akhir pekan masih bekerja juga." "Karena nenek saya sedang dirawat di rumah sakit, jadi saya butuh banyak biaya pengobatan." "Duh, kamu ini memang anak berbakti. Kalau aku punya anak laki-laki yang masih lajang akan aku jodohkan kamu. Tapi sayang akan saya sudah menikah, bagaimana kalau saya jodohkan sama pak Sultan? biar dia tidak cemberut terus, dia pasti beruntung punya istri seperti kamu." "Ah, ibu ini bercanda saja. Maaf sekali Bu, saya sudah menikah, jadi tidak bisa dijodohkan." "Loh, kamu sudah menikah? kok malah kayak gadis? suami kamu

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   71_Walau kekurangan uang, aku tidak sengsara

    "Ya, nyanyi dong. Sayang sekali kamu punya bakat menyanyi tapi hanya dipendam. Tunjukkan pada rekan-rekan pengusaha aku, aku punya istri bertalenta dan cantik." Pujian itu membuat Siska semakin senang, dia bahkan menyenderkan kepalanya pada lelaki di sampingnya. "Aku haus, Mas," keluh Siska. "Kalau begitu akan saya pesankan minum, Bu Siska. Anda ingin minum apa?"tanya Walimar. "Buatkan istri saya jus jambu biji biar lebih sehat. Dia sekarang sedang hamil muda, jadi tidak boleh minum atau makan sembarang." "Baik, Pak. Tunggu sebentar. Silahkan duduk dulu di meja nomor delapan, Pak. Nanti akan datang pelayan yang membawakan minuman buat ibu Siska. Apa anda akan memesan minuman juga?" "Bawakan saya anggur merah saja." "Baik, Pak." Walimar bergegas menuju stand minuman, di sana ditemukan Mutia yang sedang berjaga. "Mutia, buatkan jus jambu merah dan segelas anggur merah, bawa ke Maja nomor delapan." "Baik, Mbak." Mutia bersemangat membuat minuman tersebut. saat ini

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   72_Kau urus dia, usir perempuan pembuat onar itu.

    "Aish, Kenapa selalu bertemu dengannya? Sedang apa dia di sini?!" tanya seorang lelaki memakai tuksedo warna abu-abu, baju kemeja putih dan celananya juga berwarna abu-abu. "Sepertinya dia memakai pakaian seragam pelayan, Pak." Rais yang menatap ke arah Mutia menyipitkan matanya, padahal banyak orang di sana, kenapa bos nya ini bisa langsung mendapati keberadaan Mutia di sana. Rais sebenarnya sudah tahu lama jika bosnya ini naksir berat sama Mutia, hanya saja sepertinya orang ini kebanyakan gengsi, jadi ya hanya pura-pura tidak peduli, dulu selama Mutia bekerja padanya, Lelaki itu selalu berwajah sumringah dan sering tersenyum, tetapi saat ini, jangankan tersenyum wajahnya itu bahkan seperti kulkas dua pintu, dingin tidak berekpresi. "Kenapa kamu gak mau melayani meja no 8? itu Siska Artamevia, Mut. Artis beken tanah air, loh?" tanya Walimar dengan heran. "Ceritanya panjang, Mbak. Tapi aku juga gak keberatan buat memberitahu mbak Limar garis besarnya, laki-laki yang bersama Si

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   73_Beruntung sekali yang menjadi pasangan anda

    Keadaan Mutia sangat menyedihkan, seluruh seragamnya basah. Walimar langsung membawa Mutia ke kamar tempat mereka menginap. "Cepat bersihkan tubuhmu, Mutia. Mbak ambilkan seragam baru. Sudah itu cepat ke tempat acara, nanti Bu Dianty nyariin." "Baik, Mbak." Mutia langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersikan diri. Rambut dan baju serta tubuhnya sangat lengket karena ketumpahan minuman manis dari berbagai macam minuman, saat itu dia tengah membawa enam gelas minuman berbagai jenis. Ketika keluar kamar mandi, di sana sudah ada baju seragam yang dilipat sangat rapi. Juga sebuah hair dryer di atas meja rias. Kapal tampak bergoyang sedikit, mungkin kapal sudah melaju ke tengah laut, sepertinya akan mengitari Kepulauan di sekitar ibu kota dan akan kembali lagi di pagi hari besok. Karena ternyata malam hari ini adalah puncaknya pesta, para pengusaha akan terus berinteraksi dan membangun relasi diantara mereka. Ketika keluar dari kamar dan menuju tempat acara, hingar bingar pesta

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   74_Ambilkan makanan buat istri saya!

    Mutia sekarang membantu koki mengisi tempat prasmanan yang sudah tinggal sedikit, wanita itu bekerja dengan rajin, sementara lelaki yang duduk di hadapan dirjen itu selalu menatapnya ke arah wanita itu, sepertinya lelaki itu juga belum mengambil makanan sama sekali. "Pak Diaz, anda tidak makan malam?" tanya pak dirjen itu. "Sebentar, Pak. Masih ramai," jawab Diaz. "Apa saya ambilkan, Pak? Anda mau lauk apa?" tanya Rais. "Biar aku mengambil sendiri." "Kalau begitu saya ambil makanan dulu ya, Pak." Rais bangkit menuju meja prasmanan. Dia mengambil piring dan sendok yang tersedia di sana, dengan berjalan perlahan, dia memperhatikan makanan yang tersedia di sana, semua sepertinya enak-enak, dia jadi ingin mencicipi semuanya. Dengan semangat Rais memang mengambil semua makanan yang tersedia walaupun itu hanya sedikit-sedikit, lelaki itu juga mengambil puding dan minuman jus segar, membawanya pakai nampan yang disediakan menuju mejanya. Dia sengaja mengambil semua sampel makan

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   75_Ayo kita nikah!

    Restauran sudah tampak sepi, Mutia dan beberapa pelayan bertugas membereskan meja prasmanan, sepertinya tidak akan ada lagi orang yang makan malam, lagipula makanan di tempat prasmanan tinggal sedikit, itu adalah jatah para pelayan, mereka bisa makan dengan makanan sisa itu, di tempat penyimpanan bahan makanan juga masih ada stok makanan, para pelayan biasanya akan makan dari sana. "Mutia, makan dulu baru beresin. Ayo kita makan di ruang penyimpanan," ajak Walimar. "Aku mau makan di sini saja, Mbak. Masih ada sisa di sini, sayang kalau gak dimakan." "Ya Udah, kalau begitu aku mau makan di sana. Makannya harus cepat, ya. Tugas kita masih banyak." "Baik, Mbak." Ketika Mutia sibuk mengambil makanan ke piring, tiba-tiba ada suara deheman dari belakang, sontak wanita itu menoleh. Tidak disangka tubuh tinggi besar itu sudah melingkupi dirinya. "Aku mau makan, ambilkan aku makanan!" perintahnya. "Memangnya Bapak belum makan? saya lihat anda dari tadi duduk di sana." "Tadi aku

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   76_Terima kasih karena sudah membantu saya

    Diaz menghela napas mendengar perkataan Mutia. Kalau mendengar alasan Mutia menolaknya sebenarnya gampang saja solusinya, kenapa dia begitu berat mau menjalaninya, mungkin karena Diaz sudah begitu trauma selama ini. "Kalau begitu, ayo kita nikah! kamu cuma tidak mau melakukan perbuatan haram, kan? ayo kita nikah! aku mau melakukannya hanya dengan kamu, jadi kamu harus menjadi istriku!" Mutia terperangah mendengar perkataan lelaki itu yang begitu serius. Napas lelaki itu bahkan tampak tersengal karena terbawa emosi yang menggebu. Ya, sebenarnya Diaz sedikit dilema dengan perasaannya sendiri. Bagaimana dia selama ini menganggap bahwa pernikahan hanya sebuah bencana, pernikahan adalah penjara dan penyiksaan lahir batin bagi sepasang suami istri. Bukan apa, itu disebabkan karena pernikahan ayah dan ibunya yang seperti neraka. Dengan mata kepalanya sendiri Diaz menyaksikan bagaimana ibunya melompat dari sebuah gedung di Singapura ketika dia berobat di negeri singa tersebut. Luka fi

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   77_ So simple, cium aku!

    Mutiara bergegas mengambilkan secangkir kopi untuk Rais, wajahnya sangat bersemangat. Untuk membalas kebaikan Rais, mengambilkan secangkir kopi itu sebenarnya tidaklah sebanding. "Pak Rais, terima kasih karena tadi sudah membantu saya, jika tidak ada anda, mana mungkin saya bisa mengatasi Evita." Rais yang mendapatkan ucapan terima kasih begitu dalam dari Mutia, jadi merasa tidak enak hati. Lelaki itu dengan hati-hati menerima kopi panas dari tangan Mutia. "Bu Mutia tidak perlu berterima kasih, saya hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh pak Diaz." "Apa?!" Mutia cukup terkejut, ternyata sikap acuh lelaki itu tadi hanya kamuflase saja, padahal dia sangat peduli. Sebenarnya ada perasaan hangat di hati Mutia. Selama ini, hanya lelaki itu saja yang mendekatinya karena kemauannya sendiri, bahkan usahanya juga cukup besar di sana. "Iya, Bu. Saya hanya melaksanakan perintah beliau, seharusnya Bu Mutia berterima kasih langsung dengan beliau." "Oh, begitu yah?" Dada Mu

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   212

    Diaz menghela napas berat, mana bisa dia memberi ijin seperti itu, sudah jelas-jelas terlihat di mata lelaki bernama Setiaji itu sangat tertarik dengan istrinya. Itu namanya bunuh diri Tetapi melihat tatapan memohon Mutia membuatnya luluh, memang tidak seharusnya dia mematahkan hati seorang anak kecil, jika punya anak nanti, dia juga tidak ingin anaknya sedih. "Baiklah, nanti setelah dua Minggu aku akan menjemputmu. Aku juga akan menjenguk mu kapan saja aku mau, sekarang aku akan menginap di sini, ya? aku sudah sangat rindu denganmu." "Tentu saja." "Mulai sekarang, jika kamu punya masalah apapun cerita sama Mas. Jadi mas tidak salah paham, coba kalau kau cerita kalau nenek meninggal, tentu aku tidak akan salah paham begini. Di manapun aku berada, cerita! tidak ada yang lebih penting selain dirimu, soal kerjaan itu hanyalah Rizki saja, kalau memang masih rezeki tidak akan kemana." "Iya, Mas. aku juga minta maaf. Niat hati aku tidak ingin membebani pikiranmu, tetapi malah just

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   211

    "Untuk apa mas mencari ku? bukankah mas Diaz sudah menceraikan aku? Buat apa, Mas?" tanya Mutia dengan napas yang mulai tersengal, ternyata dia tidak sekuat itu, cairan bening tetap jebol dari mata indahnya. "Tidak semudah itu bercerai, pernikahan kita sudah didaftarkan di KUA, mana bisa kita bercerai hanya dengan kata talak. harus menyelesaikan prosedur perceraian lewat pengadilan." "Apa? jadi mas Diaz datang ke sini mau menyelesaikan prosedur perceraian di pengadilan agama? apa mas datang untuk membawa surat panggilan sidang?" Mutia yang memang pernah bercerai tentu tahu betul bagaimana prosedur perceraian resmi di pengadilan, dia tidak perlu menanyakan hal ini dan itu, jika memang sudah mendaftarkan perceraian, tinggal menunggu panggilan sidang. "Apa kau begitu ingin kita bercerai agar kau terus dipanggil bunda oleh anak kecil itu? kita belum bercerai secara resmi tapi kau sudah bersama lelaki dengan seorang anak?" "Apa? Mas menuduhku kembali?" Diaz tercekat dengan uc

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   210

    "Apa Rani sudah memilih pakaian yang akan dibeli?" tanya Setiaji ketika dua wanita beda usia menuju ke arahnya dengan membawa tentengan masing-masing. "Sudah, Ayah. Bunda Mutia memilih baju cantik-cantik sekali buat Rani, Rani suka. Ini juga ada sepatu dan juga sandal buat Rani," seru gadis itu dengan suara gembira. "Apakah Bu Mutia ingin memilih barang? biar saya yang membayar," tawar Setiaji. "Tidak usah, Pak. Saya belum membutuhkan barang apapun." Setiaji sudah menduga jawaban Mutia akan seperti itu, melihat dari gestur wanita itu jelas bukan wanita yang matre dan mau-mau saja dibelikan ini dan itu. "kalau begitu kita bayar, sudah itu kita pulang dan mengantar ibu guru Mutia ke rumahnya, ya?" ujar Setiaji pada putrinya. "Namanya bunda Mutia, kenapa ayah memanggilnya ibu guru? panggil bunda, Ayah." Setiaji hanya tersenyum canggung dan mengelus putrinya sambil mengangguk, sudit matanya melirik ke arah Mutiara dengan perasaan yang tidak enak. Setelah membayar semua barang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   209

    "Gaji dan bonus ibu sudah saya kirim ke rekening," ujar Setiaji ketika salam perjalanan menuju mall. "Loh, Pak? ini kan baru dua Minggu, kenapa sudah gajian?" "Saya baru saja menerima bonus dari proyek yang saya kerjakan." Mutia memang memberikan nomor rekeningnya seminggu yang lalu mana kala Setiaji menelponnya untuk mengirim biaya hidup Rani. Tidak disangka sekarang dia sudah menerima gaji, dengan cekatan Mutia memeriksa mobile banking nya dan melihat mutasi rekening terbarunya. "Ha? kok sepuluh juta? ini tidak kebanyakan, Pak?" protes Mutia tidak percaya dengan transaksi di M-banking nya "Itu gaji ibu lima juta, buat biaya Rani sehari-hari dua juta dan sisanya bonus menemani Rani hari ini." "Hanya menemani ke mall dapat bonus tiga juta? yang benar saja, Pak?" "Itu hanya uang bonus, siapa tahu nanti di mall ibu ingin membeli sesuatu." Mutia tidak lagi protes, karena sepanjang jalan Rani selalu mengajaknya berbicara dengan menanyakan setiap apa saja yang dia lihat, sement

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   208

    "Ya, saya terserah ibu mana baiknya." "Kok, terserah saya? anda orang tuanya." "Anda kan gurunya?" Mutia tidak bisa berkata-kata lagi, dia menatap lelaki itu dengan canggung, sementara lelaki itu juga menatapnya bergeming. selama beberapa detik tidak ada yang bersuara diantara mereka, hingga lelaki itu bersuara, "Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga kurang perhatian terhadap putri saya. Saya selalu berangkat pagi dan pulang malam, ini sudah menjadi resiko pekerjaan." "Memangnya apa pekerjaan anda?" "Saya seorang teknik sipil yang sekarang tengah mengerjakan pengerjaan jalan di luar kota, memang tidak terlalu jauh dari kota Surabaya, tetapi memang jarak tempuhnya lumayan tiga jam. Bisakah saya menitipkan Rani pada ibu ketika saya pergi?" Mutia kembali terperangah mendengar perkataan lelaki itu, bagaimana dia bisa? "Saya akan membayar untuk jasa-jasa itu, saya tidak percaya pada pengasuh. Dulu saya memiliki pengasuh, tetapi setiap hari Rani dicekoki obat tidur

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   207

    Mutia juga mencari data-data Rina siapa tahu ada nomor telepon orang tuanya, tetapi tidak ada. Bagaimana ini guru yang menerima pendaftaran murid, kenapa tidak dimintai data-data lengkap? Mutia hanya menghela napas berat. Setelah jam lima sore, terpaksa Mutia membawa Rina pulang, dia juga sempatkan mampir di toko baju untuk membelikan baju harian anak yang murah saja karena uangnya juga sedikit. Rina hanya mengikuti Mutia tanpa protes, tentu saja Mutia sangat mengkuatirkan keadaan anak ini, dia tentu saja jengkel. Dia juga mengadu pada rekan kerja dan kepala sekolah di telpon, mengirim pesan di wa grup kelas, meminta orang tua dari Rina untuk menjemput anaknya di rumahnya dan berpesan pada satpam yayasan untuk memberitahu orang tua Rina kalau mencarinya. Mutia sesekali mengintip grup kelas ada orang tua Rina yang merespon dan menanggapi keberadaan Rina, tetapi di grup hanya ada tanggapan orang tua murid lain yang juga terheran-heran kenapa ada anak yang belum dijemput se sore ini

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   206

    Sudah seminggu lamanya Diaz menyewa jasa detektif swasta tetapi sama sekali belum membuahkan hasil. Kata Rais mereka adalah detektif swasta terbaik, tetapi mana hasilnya? Diaz benar-benar tidak sabaran. Akhirnya Diaz memutuskan untuk pergi ke Austria dan mencari keberadaan Fahri. Diaz tidak tahu di mana alamat tempat tinggal lelaki itu, tetapi tahu tempat kerjanya di kedutaan. Siang itu Diaz menemui Fahri di kantor konsulat tersebut dan membuat Fahri terkejut menerima kedatangannya. ."Pak Diaz? apa yang membuat pak Diaz jauh-jauh menemui saya?" Diaz hanya menghela napas berat, dia sesap kopi panas yang terhidang di hadapannya. "Pak Fahri, saya mencari istri saya Mutiara. Sejak tiga bulan yang lalu, dia pergi dan saya tidak menemukan dia dimanapun. Saya yakin pak Fahri tahu keberadaannya." Fahri memicing heran, sebenarnya Fahri ingin memaki Diaz yang benar-benar sudah menelantarkan Mutia yang kini sudah dia anggap seperti adiknya sendiri, tetapi Fahri hanya bisa menahan dir

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   205

    Diaz tercengang mendengar kata-kata Fadil, benarkah situasinya seperti itu? tetapi mereka terlihat begitu akrab, tatapan Mutia ke arah Fahri bahkan seperti wanita yang sangat merindukan lelaki itu. "Harusnya kamu berterima kasih pada Fahri, lelaki itu datang tepat waktu. dia membantu Mutia mengurus jenazah nenek, dia bahkan rela disibukkan oleh Mutia yang seharusnya kamu yang melakukannya. Mereka berinteraksi di depan banyak orang, aku yang mengantar nenek sampai kuburan bahkan melihat lelaki itu sampai turun ke liang kubur membantu perkuburan. Kenapa kau tidak tanya dulu dibalik cerita foto itu?" "Melihatnya aku langsung terbakar cemburu." "Aish, cemburu memang bisa mengumpulkan otak orang secerdas apapun. Kamu tahu, bahkan Mutia cerita sama Tasya kalau Fahri sudah dianggap kakak oleh Mutia. bahkan lelaki itu sekarang sudah pergi ke Austria, pindah berkerja di sana. Emang dasar bego kamu ini, ya!" kesal Fadil sambil melempar sendok ke arah Diaz. Diaz yang terkena lemparan di

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   204

    "Sejak kapan kamu pulang dari Dubai?" "Sudah semingguan lah." "Jadi, waktu nenek Mutia meninggal dunia kamu sempat hadir, dong ya?" "APA? KAMU BILANG APA?!" Fadil yang mengangkat cangkir kopi dan akan menyeruputnya sampai terkejut mendengar teriakan Diaz, bahkan air kopi itu sebagian tumpah ke meja dan sedikit ke celananya. "Apa sih? teriak-teriak, kaget tahu!" gerutu lelaki itu sambil meraih tissue dan menyeka celananya. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Diaz dengan nada suara yang sudah diturunkan. "Bilang apa? aku cuma nanya kapan kamu balik ke Indonesia, itu aja." "Bukan yang itu, kamu bilang nenek Mutia meninggal dunia?" Fadil yang kembali akan menyeruput kopi, tangannya jadi bertahan di udara, dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran. "Kamu sudah seminggu balik ke Indonesia jangan bilang kamu nggak datang ke makam nenek," ujar lelaki itu dengan tatapan menelisik. "Apalagi sampai kamu nggak tahu kalau nenek Rosida meninggal dunia," tambah Fadil sambil me

DMCA.com Protection Status