Kami berjongkok di semak belukar. Kedua preman bayaran itu keduanya mendekat.Raffi menoleh ke belakang, tatapannya seolah memberi kode untuk beringsut mundur dimana ada pohon kelapa dibelakang kami. Raffi mengatupkan jari telunjuknya di bibirnya, tanda untuk aku diam.Pelan dia meraih batu yang kebetulan ada di dekat kami berjongkok. Pelan ia berdiri terhalang oleh pohon kelapa yang mampu menutupi satu orang tubuh manusia itu.Secepat mungkin ia lempar batu itu sejauh mungkin, hingga menimbulkan bunyi 'blugh!' suara benda terjatuh dari ketinggian, di kejauhan sana. Sontak suara itu tentu menarik perhatian kedua preman bayaran yang keduanya tengah berjalan mendekat."Ssst! Di sana!" Salah satu dari mereka bersuara lalu setengah berlari menuju ke asal sumber suara benda jatuh itu. Disusul satu orang lainnya.Aku paham sekarang, yang Raffi lakukan tadi adalah untuk mengalihkan perhatian. Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, seperti ada air hujan yang mengguyur tubuhku
Netraku mengerejap, menyapu pandangan ke sekitar ruangan. Kini aku berada di dalam kamar, jendela berteralis, tempat tidur dan kasur berukuran sedang beralaskan seprei warna putih bersih.Ya Tuhan aku dimana ini.Satu jam lalu, ketika aku menyadari laki-laki tukang ojek yang kutumpangi itu tak lain adalah juga orang suruhan laki-laki biadab itu.Ketika di pertigaan itu, motor berbelok ke arah kiri, aku baru menyadari semuanya."Kita mau kemana Pak! Turunkan aku di sini, atau aku teriak!" teriakku pada laki-laki itu.Laki-laki itu berhenti di tepi jalan, ia terkekeh mendengarku mengumpat."Maafkan aku Nona, tapi bayaran dari laki-laki bermobil yang beberapa waktu lalu lewat begitu menjanjikan. Ya, laki-laki itu berpesan jika aku bertemu dengan seorang perempuan yang fotonya ia sodorkan padaku, akan ada imbalan yang besar untukku." Ia berkata sambil tertawa.Shit Sial! Laki-laki itu ternyata punya berbagai cara untuk menangkapku kembali."Hari sudah malam, sebaiknya kau ikuti saja keman
Aku terus meronta, berusaha sekuat tenaga agar bisa terlepas dari jeratan tangan laki-laki dibelakangku ini.Tapi sia-sia bagaimanapun juga aku perempuan, tak dapat melawan tenaga laki-laki yang tentu lebih kuat dariku."Sssttt! Diam Put, ini aku," bisik laki-laki itu.Aku terdiam beberapa saat. Ya, aku mengenali suara itu."Raffi, bisikku lirih." Tentu tak terdengar olehnya karena mulutku sedang di bekap olehnya."Jangan bersuara. Cepat lewat sini." Kini ia telah melepaskan tangannya dari mulutku, dan menarik lenganku menyelinap ke belakang."Shit! Perempuan sialan! Masih juga kabur lagi Dia." Laki-laki berambut gondrong itu mengumpat."Mana Dia, perempuan set*n!" Suara laki-laki bertubuh tambun itu. Ia menyusul temannya yang sedang mencariku. Aku masih bisa mendengar jelas karena aku dan Raffi masih terus mengendap pelan menjauhi mereka."Lo yang tolol! Bodoh! Semalam juga kabur gara-gara Lo! Sekarang begini lagi! Gue nggak mau tau, Lo cari tu cewek sampe ketemu! Kalau nggak ketemu,
"Tiduran aja tak apa-apa, kamu harus banyak istirahat," ucapnya mendapatiku sedang berusaha untuk duduk.Aku pun kembali merebahkan tubuhku di ranjang berukuran besar ini.Senyumnya mengembang begitu netra kami bertemu. "Alhamdulillah kamu siuman Put."Sama dengan anaknya, Tuan Hendrawan ini juga memanggilku Putri."Iya Tuan, Alhamdulillah, terimakasih banyak, saya tak tahu bagaimana nasib saya jika tak bertemu dengan–""Panggil saja saya Om Hendra." Aku mengangguk patuh."Baik Om, terimakasih atas semuanya." Sekali lagi aku mengangguk, berterimakasih padanya."Iya sama-sama, itu sudah menjadi kewajiban saya, menjaga kamu, melindungi kamu, dari mereka semua."Aku mengerenyit masih tak begitu paham dengan apa yang beliau ucapkan. Mereka semua? mungkin orang-orang yang telah menculikku, dan si Bos besar itukah?"Sekarang makanlah, perlu saya panggilkan Bik Jum untuk menyuapimu? Sepertinya kau masih sangat lemah." Aku menggeleng cepat mendengar itu."Tidak Tuan, ehm, maksud saya Om, s
"Pa," sapa Raffi menghampiri Om Hendrawan yang sudah duduk di ruang keluarga setelah tadi ke kamarku lebih dahulu, mengajakku untuk menemui papanya."Duduklah Raffi, Putri, duduklah," sahut Om Hermawan menunjuk sofa sebelah kanan beliau duduk. Beliau melipat koran yang tengah dibacanya, meletakkannya di meja kecil yang berada sudut sofa.Aku dan Raffi pun mendaratkan bobotnya di sofa."Permisi Tuan." Belum sempat kami berbincang Bik Jum datang membawa teh hangat tiga cangkir dan langsung meletakkannya di meja depan kami.Usai meletakkan teh dan beberapa kue kering yang dibawanya dari dapur, Bik Jum pamit kembali ke dapur."Tenang Put, kau di sini aman, tak usah terlalu tegang begitu." Om Hendrawan terkekeh menatapku. Sepertinya beliau menangkap ketegangan di wajahku."Putri, sebelumnya saya ingin memperkenalkan, siapa saya, mengapa kami melindungi kamu. Saya Hendrawan Wicaksana. Saya sahabat dekat almarhum ayahmu Hadiwijaya."Aku mematung menyimak ucapan Om Hendrawan. Pelan-pelan aku
"Sepeninggal Pak Wijaya, Aksa makin menjadi, ia ingin memiliki keselurahan saham perusahaan, dengan cara licik tentunya.""Tapi aku sudah mengamankan semuanya, dengan bantuan temanku yang sangat ahli dalam bidangnya, saham kepemilikan Hadi tidak dapat di ambil alih seenaknya, harus Hadi sendiri atau ahli waris yang secara sadar memberikan semua itu pada Aksa. Aksa masih tertawa jumawa ketika mengetahui Hadi meninggal karena kecelakaan. Ia masih berdiri tegak di kursi kepemimpinan menikmati semua jerih payah papamu, Put. Hingga sebuah kabar berhembus bahwa Hadi meninggal, tapi istrinya tengah hamil. Itu artinya sebuah ancaman bagi Aksa, ia akan kehilangan semuanya. Oleh karena itu selama berpuluh tahun ia mencari keberadaanmu. Pun denganku, aku mencarimu selama ini.""Aku tak ingin mereka, orang-orang tamak itu menikmati hasil jerih payah papamu, aku sangat paham, papamu di alam sana pun juga pasti tak kan rela. Jadi sekarang kau sudah berada di sini sekarang, sudah saatnya tunjukkan p
"Apa yang harus kita lakukan sekarang Pa? Apa perlu lapor polisi? Bukankah semuanya sudah jelas, Rendra ataupun Om Aksa bisa terjerat kasus penculikan dan penganiayaan," ucap Raffi.Om Hendrawan hanya menggeleng pelan."Aku sudah hafal betul bagaimana Aksa, sepak terjangnya di dunia bisnis. Bahkan dia punya banyak kenalan orang dalam, akan sulit bagi kita untuk menembusnya kesana, pasti ada saja yang bisa membuat mereka menyangkal dan ujungnya laporan kita tidak gubris."Aku hanya menelan ludah mendengar semuanya."Lalu bagaimana Pa?" Lagi Raffi bertanya, ia terlihat frustasi, beberapa kali menyugar rambutnya dengan kasar."Yang harus kita lakukan sekarang adalah, kita persiapkan Putri, kita bisa mengajarinya tentang mengelola bisnis, bahkan jika perlu kita sekolahkan lagi di luar negeri, agar kemampuan tentang bisnis, mumpuni, aku yakin, putri Hadiwijaya ini pasti kemampuannya tak kan jauh-jauh dari ayahnya. Bagaimana Put, kau siap?"Aku hanya melongo mendapat pertanyaan dari Om Hendr
Suara ketukan pintu mengagetkanku yang tengah duduk di ranjang kamarku.Aku melangkah membuka pintu."Hei Put, ayo ikut aku," ucap Raffi."Kemana?""Ikut aja, yuk!"Aku pun berjalan dibelakangnya, menuruni anak tangga, karena kamarku di lantai dua.Kini aku telah sampai di sebuah ruangan di lantai satu. Cukup luas, ruangan ini bersebelahan dengan kolam renang, hanya di sekat dengan dinding kaca, jadi dari sini terlihat birunya kolam renang yang luas. Sekat kaca itu bisa di geser, membuat ruangan ini begitu sejuk karena hembusan angin dari area kolam renang outdoor itu.Di ruangan ini juga ada tiga lemari rak buku, penuh dari atas sampai bawah, buku itu tertata rapi. Ini seperti perpustakaan mini."Duduklah, dan ini."Bruk!Raffi meletakkan setumpuk buku berukuran lumayan besar dan tebal. Aku melongo melihat tumpukan buku itu."Ini semua yang harus kamu pelajari." Raffi menepuk buku paling atas. Dengan senyum meledek."Ini semua? Sebanyak ini?""Ya, ini semua.""Dan satu lagi, mulai be
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m