"Jadi tuh aku denger-denger dari beberapa orang, katanya Iqbal abis kena tipu sama orang! Uangnya di bawa orang seratus juta atau berapa gitu!"Tyas ternganga mendengar berita yang dari Sarah. Pantas saja ibu mertuanya jadi seperti itu. Mengingat bagaimana sikap Bu Wina kalau soal uang. Apalagi uang dalam jumlah begitu besar, untuk sekedar membeli beberapa barang kebutuhan atau sesekali makan enak, Bu Wina sayang keluar duit, dan ia akan merepet tak henti-henti."Setiap hari Iqbal pergi kesana kemari katanya sih nyari temannya itu, dan udah lapor polisi juga tapi belum ada hasil. Mungkin ini karma buat mereka, karena udah jahatin kamu Yas!" timpal Sarah lagi turut prihatin melihat kondisi Iqbal dan keluarganya.Tyas hanya menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan."Gimana ceritanya Iqbal bisa ketipu segitu besar Rah?" tanya Tyas karena penasaran."Katanya sih mau usaha buka bengkel gitu, dan mau kerjasama sama temennya, uangnya udah di kasihkan ke temennya, buat belanja per
"Amanda, kamu itu sebagai menantu harusnya ikut menghibur Ibu, bukannya malah pergi keluyuran nggak jelas, ingat kamu lagi hamil loh!"Memangnya ada orang hamil di larang untuk keluar rumah jalan-jalan? Yang ada orang hamil itu nggak boleh, capek, nggak boleh stres! Kalau aku di rumah terus yang ada aku ikutan stres kayak ibu kamu itu!""Amanda! Jaga mulut kamu ya!" Iqbal tak terima ibunya dikatain wanita stres."Kalau bukan karena lagi hamil anak kamu, aku lebih milih pergi saja dari rumah ini Mas! Nyesel aku ngrebut kamu dari Tyas, berharap hidup enak jadi orang kaya, malah ternyata makin sengsara!"Iqbal tak menyangka wanita yang ia perjuangkan selama ini tak lebih dari wanita yang mata duitan, akan bersikap manis jika dirinya ada uang saja, kini saat dirinya tak ada uang, bahkan kondisi keluarganya sedang tidak baik, Amanda tega berkata demikian."Kenapa? Nggak usah kaget Mas, memang bener kok, aku lihat dulu kamu itu keren, punya jabatan, rumah gedong, kenapa ada setelah kita nik
"Darimana kamu Manda? Baru pulang?"Amanda baru saja memasuki rumah, tiba-tiba terdengar suara bariton Iqbal. Ternyata ia tengah duduk di sofa ruang tamu dekat pintu, pantas saja Amanda tak melihatnya ketika masuk rumah tadi."Ehm, aku ....""Dari mana? Sampai semalaman nggak pulang!" bentaknya. Kali ini habis sudah kesabaran Iqbal menghadapi perempuan itu.Amanda berjingkat kaget, ia pejamkan matanya rapat-rapat, sebab kaget juga takut melihat wajah Iqbal yang merah padam, seakan siap untuk menelannya hidup-hidup."Aku nginep di rumah temen." Amanda menjawab singkat."Siapa?""Ehm, Elisa. Ya aku nginep di rumah Elisa, karena pas udah sore mau pulang tapi hujan, jadi Elisa memintaku untuk menginap saja," jelas Amanda, meski sebenarnya dia takut, tapi dia berusaha untuk tidak gugup."Kenapa sampai harus dimatikan hapenya? Kamu tahu nggak, aku khawatir! Kamu itu lagi hamil, Manda!" ucap Iqbal merasa gemas sekali, tapi di sisi lain ia juga sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya yang ada
"Ibu ada apa?" "Bilang pada istrimu, jangan suka menghamburkan uang! Kerjanya cuma keluyuran aja!" bentak Wina pada Amanda."Apa-apaan sih Bu, dasar perempuan g!l4!""Manda! Cukup!" Iqbal tak terima ibunya dikatai gil4 oleh Amanda."Kenapa memangnya Mas? Memang itu kenyataan kan? Aku cuma mau ambil tas-ku di sofa, eh dia buka-buka tas aku, ya aku nggak boleh lah! Malah dia bilang aku boros lah, aku suka buang-buang uang lah! Emang ibu kamu ini perlu di bawa ke rumah sakit jiwa kayaknya Mas!""Amanda! Stop! Jangan bicara apa-apa lagi, masuk kamar sekarang! Masuk!"Amanda hanya menatap Iqbal dan ibu mertuanya dengan tatapan tak suka, tapi ia menuruti kata suaminya, ia masuk ke dalam kamar "Dasar perempuan gila, pake ngatain aku macam-macam lagi. Memang bener kan hidup ini butuh duit, daripada terlalu pelit sampai akhirnya gila sendiri kan, buat diri sendiri aja pelit!"Amanda terus saja ngedumel sendiri di dalam kamar, sambil melipat kedua tangannya di dada."Amanda! Aku nggak suka ka
Hari berganti Minggu ...Abian berusaha mendekati Tyas meski Tyas selalu bersikap biasa saja, Tyas selalu berusaha bersikap profesional, Tyas selalu menganggap Abian adalah rekan bisnisnya. Partner kerjanya di perusahaan ayahnya.Pagi ini ada satu buah buket mawar merah di atas meja kerjanya.Tyas meraihnya, lalu mencari mungkin ada kertas terselip dari pengirimnya.Tak ada apapun."Alina! Siapa yang meletakkan buket bunga ini di meja saya? Kamu lihat nggak?"Alina menggeleng."Nggak tahu Bu, saya juga baru datang.""Oh, ya sudah."Buket bunga ini sangat indah, warna merah bunga mawar di padu dengan warna hitam dari kertas pelapisnya, sangat terlihat elegan.Tiba-tiba saja ponsel miliknya berdenting, sebuah notifikasi pesan masuk.[Semoga kamu suka bunga itu. Kamu itu indah dan berani, sama seperti bunga itu.]Dari Abi.Tiba-tiba saja bibir Tyas menyunggingkan senyum kala membaca pesan itu.Ternyata Abian yang mengirimkan.[Terimakasih Pak Abian, bunganya saya suka. Ya, walaupun tadi
"Tyas! Ini semua gara-gara kamu! Iqbal jadi kena tipu! Uang saya di bawa dua ratus juta, Tyas! Ini semua gara-gara kamu! Dasar kamu perempuan ja hat! Gara-gara kamu pecat Iqbal, dari kantor! Kami jadi susah! Dan di tipu orang! Maksud kamu apa? Mau balas dendam? Hah! Kurang ajar kamu! Sini kamu, saya bu nuh kamu! Menantu tak tau diuntung! Awas, jangan pergi kamu! Sini! Sini kamu Tyas!"Tiba-tiba Bu Wina turun dari ranjang, dan dengan cepat menyerang Tyas. Tyas mundur beberapa langkah karena merasa takut. Ia tak menyangka Wina ternyata separah ini.Ia reflek menutup mulut dengan telapak tangannya, melihat Wina mengamuk, bahkan ingin mencekiknya. Untung sang perawat sigap menghalangi tangan Wina yang hendak mendekati Tyas."Bu Wina, tenang Bu," ucap perawat."Diam kamu! Urusan saya sama Tyas!""Jangan pergi kamu, Tyas! Sini! Kamu itu benar-benar pembawa sial! Sudah di di ceraikan sama Iqbal juga masih saja nyusahin! Kamu justru tega menghancurkan karir Iqbal! Dasar kamu ya!"Wina masih s
Di sudut ruang kerjanya, Aditama tengah serius berbicara dengan seorang melalui sambungan telepon.Wajahnya memerah menandakan ia sedang marah, dadanya naik turun menahan luapan emosi yang menggulung di rongga dada."Jadi semua memang sudah di atur Pak! Brengsek! Kurang aj4r mereka!" umpat Aditama. Laki-laki yang biasanya selalu bersikap bijak dan penuh wibawa, kali ini tak mampu lagi membendung emosinya."Hukum dia seberat-beratnya. Saya nggak mau tahu," ucapnya lagi.Aditama tengah menerima telepon dari kepolisian yang mengabarkan atas kasus percobaan perampokan yang telah menimpa Tyas. Satu bulan waktu yang sudah berlalu, akhirnya polisi berhasil mengurai benang kusut atas kasus itu.Panggilan telah selesai, Aditama masih menggenggam erat ponsel di tangannya. Ia masih tak habis pikir, ternyata pelakunya adalah kompetitor bisnisnya. Karena Tyas telah berhasil membuat sebuah terobosan baru, perusahaan vendor justru berbelok memilih kerjasama dengan Perusahaan Aditama Reksa yaitu mil
[Oke, baiklah Bu Tyas, nanti hari Senin bisa langsung ke Bandung,, untuk interview langsung dengan saya, dan setelah resmi di terima, bisa langsung menempati tempat mess yang sudah di sediakan.] Balas Abian akhirnya.Ia meletakkan ponselnya di samping ia duduk, lalu meletakkan kepalanya di atas telapak tangannya, kemudian merebahkan tubuhnya pada sandaran kursi sofa. Netranya menatap langit-langit atap. "Tyas. Sepertinya tak ada cara lain, aku akan menyampaikan langsung perasaan ini pada Pak Aditama, kalau aku mencintai putrinya. Apapun itu resikonya, termasuk risiko jika Pak Aditama tak mengijinkan atau bahkan beliau jadi membenciku karena mencintai Putrinya." Ia bermonolog.*Di sisi lain, pagi ini Tyas dibuat terkejut mendengar kabar salah satu direktur dari perusahaan kompetitor, telah ditangkap polisi karena menjadi dalang dari sebuah tindak kriminal."Papa! Papa dengar kabar pagi ini? Pak Axel Wirawan ditangkap polisi Pa!" ucap Tyas pada papanya, di meja makan. Saat ini mereka