Saat makan malam berlangsung, Nadia terus berusaha mengalihkan perhatian Noah. Dia berbicara dengan suara lembut, menatapnya dengan intens, dan sesekali menyentuh lengannya dengan cara yang ‘kebetulan’. Namun, setiap kali Nadia mencoba menarik perhatian Noah, Akira akan dengan tenang memotong pembicaraan dengan komentar yang tajam tetapi elegan. Pada satu titik, Nadia mencoba trik yang lebih berani. "Noah, Eh maaf Tuan Noah," panggil Nadia dengan suara manja, "Aku baru saja kembali dari Paris dan membawakan sesuatu untukmu. Aku yakin kamu akan menyukainya." Dia mengambil kotak kecil dari tasnya dan menyerahkannya kepada Noah. Akira menatap kotak itu dengan ekspresi datar, tetapi dalam hatinya, dia sudah siap untuk bertindak. Noah, yang merasa tidak nyaman, membuka kotaknya dan menemukan dasi sutra bermerek mahal di dalamnya. "Aku melihat dasi ini dan langsung berpikir bahwa ini akan sangat cocok untukmu," ucap Nadia dengan senyum menggoda. Sebelum Noah bisa menjawab, Aki
Akira dan Noah tiba di kediaman Pak Hermawan dengan perasaan gelisah. Jantung Akira berdegup kencang, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan buruk. Pesan dari ayahnya terasa begitu mendesak, dan lebih buruknya lagi, tidak ada satu pun panggilannya yang diangkat oleh siapa pun di rumah.Begitu mereka tiba di depan pintu utama, Akira segera membuka pintu dengan tergesa-gesa. “Papi! Mom!” panggilnya panik.Ruangan di dalam rumah tampak gelap, hanya ada cahaya remang-remang dari beberapa lilin di meja makan. Suasana hening, terlalu hening untuk sebuah rumah yang biasanya ramai.Akira menoleh ke Noah dengan cemas, "Ada yang tidak beres…"Tiba-tiba—"SURPRISE!!!"Lampu-lampu langsung menyala terang, dan dalam sekejap, suara tepuk tangan serta sorakan menggema di seluruh ruangan. Akira terlonjak kaget saat melihat ayahnya, Pak Hermawan, berdiri di tengah ruangan dengan senyum lebar di wajahnya. Ibunya, Selena, juga ada di sana, memegang kue ulang tahun dengan lilin yang sudah menyala.Mata
Setelah percakapan serius antara Noah dan Pak Hermawan, malam ulang tahun Akira kembali berlangsung dengan hangat. Akira tertawa bersama keluarganya, menikmati malam yang penuh dengan kehangatan. Namun, kebahagiaan itu bertambah ketika seseorang tiba-tiba muncul di ambang pintu. Seorang pria dengan postur tegap dan wajah tegas memasuki ruangan dengan senyum ramah. "Kalian tidak lupa denganku bukan?" celetuk Gabriel yang masuk ke dalam mansion Pak Hermawan. Akira terkejut melihatnya, "Gabriel?" Pria itu tersenyum dan mengangkat sebuah kotak kado berwarna emas, "Aku tidak bisa melewatkan ulang tahunmu, kakak ipar. Selamat ulang tahun." Akira berdiri dan mendekatinya, "Bagaimana kamu bisa ada di sini?" Noah, yang berdiri di sampingnya, menjawab lebih dulu, "Aku yang memintanya datang. Dan bukan hanya itu, dia membawa sesuatu yang sangat spesial." Gabriel menyerahkan kotak kado itu kepada Akira, "Ini dari Kakek Mahendra. Dia ingin kamu menerimanya sebagai tanda restunya." M
Malam itu, setelah semua tamu pulang dan perhiasan misterius itu diamankan oleh Noah, Akira duduk di balkon kamarnya, memandangi langit malam. Suasana yang tadinya hangat berubah menjadi penuh tanda tanya. Siapa yang mengirim perhiasan itu? Dan mengapa harus di hari ulang tahunnya? Pikiran Akira terus berputar hingga suara langkah kaki menghampirinya. Noah datang dengan membawa dua cangkir teh hangat. "Kamu masih kepikiran soal hadiah itu?" Noah duduk di sampingnya dan menyerahkan secangkir teh Akira mengangguk pelan, "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Rasanya seperti seseorang ingin menunjukkan keberadaannya kepadaku." Noah menghela napas, menyesap tehnya sebelum berkata, "Timku sedang menyelidiki. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengganggu ketenanganmu, Sayang." Akira tersenyum tipis, meski kegelisahan masih menyelimuti hatinya. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. ["Selamat ulang tahun sekali lagi, Akira. Perhiasan itu hanya
Malam setelah pertemuan mengejutkan dengan Adrian, Akira duduk termenung di kamarnya. Pikirannya terus berputar, mengingat setiap kata yang dikatakan pria misterius itu."Aku pernah berhutang sesuatu kepada keluargamu."Apa maksudnya? Apakah ini berkaitan dengan ayahnya?Namun, lebih dari semua itu, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, reaksi Pak Hermawan. Saat Akira memberitahu tentang Adrian dan perhiasan misterius itu, wajah pria paruh baya itu menegang.Pak Hermawan biasanya selalu tenang menghadapi situasi apa pun, tapi kali ini, dia terlihat cemas. Dan itu membuat Akira curiga.Keesokan paginya, Akira memutuskan untuk meminta penjelasan ayahnya. Dia mengetuk pintu ruang kerja Pak Hermawan."Masuk."Akira melangkah masuk dan menemukan pria paruh baya itu sedang duduk di balik meja kayunya yang besar. Tatapannya langsung tertuju pada Akira, seolah sudah tahu apa yang akan ditanyakan."Papi, siapa Adrian Devereaux? Apa hubungannya papi dengan dia dan keluarga kita?"Pak Hermawan
Pagi itu, Akira berdiri di depan cermin kamarnya, menatap bayangannya sendiri dengan perasaan campur aduk. Dia sudah memutuskan, dia akan menemui Adrian. Noah tidak tahu soal pesan itu, dan Akira memilih untuk tidak memberitahunya. Dia ingin mendapatkan jawaban langsung tanpa ada campur tangan orang lain, termasuk Noah ataupun Pak Hermawan--Ayahnya sendiri. Pukul 09.30, Akira sudah dalam perjalanan menuju Taman Sakura, tempat yang disebutkan dalam pesan Adrian. Taman itu adalah tempat yang tenang, dipenuhi bunga sakura yang sedang bermekaran. Saat Akira tiba, matanya langsung menangkap sosok pria yang sedang berdiri di dekat bangku taman, mengenakan setelan kasual berwarna gelap. Adrian Devereaux. Dia menoleh begitu menyadari kehadiran Akira dan tersenyum kecil, "Kamu datang juga Akira." Akira menghentikan langkahnya beberapa meter darinya, "Aku ingin jawaban. Apa sebenarnya yang terjadi antara keluargaku dan dirimu?" Adrian menghela napas, lalu memberi isyarat agar Akira dudu
Hari-hari setelah pertemuan dengan Adrian terasa sedikit berbeda bagi Akira. Meskipun dia tidak menunjukkan perubahan sikap, Noah bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggunya.Di sisi lain, Adrian tampaknya tidak menyerah. Dia mulai muncul di berbagai kesempatan, seolah-olah ingin membuktikan bahwa dirinya lebih baik dari Noah.Suatu siang, saat Akira baru saja selesai menghadiri acara amal bersama Noah, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Jendela mobil itu terbuka, menampakkan wajah Adrian yang tersenyum santai."Akira," panggil pria itu ramah, "Boleh aku mengajakmu makan siang?" lanjutkan dengan senyum lembut.Akira menatapnya tanpa ekspresi. Sebelum dia sempat menjawab, Noah sudah menarik pinggangnya mendekat."Aku sudah mengajaknya makan siang," sahut Noah dengan tenang, tetapi sorot matanya tajam.Adrian terkekeh, "Kau selalu cepat, ya, Noah? Tapi setidaknya beri dia kesempatan untuk memilih."Akira menarik napas dan menatap Adrian, "Terima kasih atas tawarann
Setelah kejadian di Hotel Royale, Akira mengira semuanya akan berakhir. Namun, kenyataan berbicara lain. Adrian tidak menyerah begitu saja. Laki-laki itu seolah semakin bertekad membuktikan bahwa dialah yang paling pantas untuk Akira, meskipun dengan cara yang kotor dan berbahaya. Malam itu, Noah mengantar Akira pulang ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan, tangan Noah tidak pernah lepas dari genggaman Akira, seolah-olah dia takut kehilangan wanita itu jika sedikit saja melepaskannya. "Besok aku akan meminta pengamanan tambahan di sekitar kantor kamu," ucap Noah dengan suara rendah, tetapi tegas. Akira menghela napas, merasa bersalah, "Aku tidak ingin kamu repot karena ini semua. Aku baik-baik saja." Noah menoleh padanya, tatapannya dalam dan penuh kekhawatiran, "Akira, aku akan melakukan apa pun agar kamu merasa aman. Adrian sudah melewati batas. Aku tidak akan membiarkannya menyakitimu." Akira tidak membantah lagi. Dia tahu Noah tidak akan mundur jika sudah mengambil ke
Senja menyelimuti markas utama Phoenix of Gold. Gedung kaca yang menjulang tinggi itu memantulkan warna jingga dari matahari yang perlahan tenggelam. Di dalam ruang observasi, Arka duduk diam menatap layar hologram, meninjau ulang data-data yang berhasil direbut dari Leo.Di sampingnya, Vanya membungkuk memeriksa pola-pola anomali dalam algoritma yang digunakan Leo untuk menyalin blueprint milik Hydra Star Corp.“Leo bekerja sendiri?” tanya Vanya, masih menatap layar.Arka menggeleng pelan. “Enggak. Pola enkripsinya bukan gaya Leo. Ini lebih kompleks. Lebih... khas Dragunov.”Vanya menegakkan tubuh. “Tapi Dragunov udah dihancurkan, Ka. Kita sendiri yang mengakhiri jaringan mereka.”Arka mengangguk. “Iya. Tapi sisa-sisanya masih berkeliaran. Dan aku curiga... mereka tidak pernah benar-benar hancur. Hanya bersembunyi.”Belum sempat Vanya menjawab, pintu ruang observasi terbuka cepat. Gabriel masuk dengan ekspresi tegang.“Kalian harus lihat ini.”Mereka mengikuti Gabriel menuju ruang ko
Tiga minggu telah berlalu sejak insiden pelabuhan. Dunia mulai menaruh perhatian besar pada dua sosok remaja jenius, Arka Mahendra dan Vanya Laurent. Tak hanya karena keberanian mereka melawan jaringan Black Shadow, tetapi karena simbol baru yang mereka wakili—harapan generasi masa depan.Media internasional menjuluki mereka sebagai Phoenix Twins, mengacu pada nama perusahaan keluarga Arka, Phoenix of Gold, dan kebangkitan mereka dari ancaman masa lalu. Namun, bagi Arka, popularitas bukanlah sesuatu yang ia nikmati. Ia lebih memilih duduk di ruang riset, berkutat dengan sistem keamanan, memantau jejak sisa kelompok Rio yang kini menghilang dari radar.Sementara itu, Vanya, yang mulai tinggal di markas Phoenix sebagai bagian dari program rehabilitasi dan perlindungan, tak kunjung merasa nyaman. Meskipun Arka membelanya di depan seluruh dewan direksi Phoenix, beberapa anggota senior perusahaan—terutama dari pihak investor lama Mahendra Corp—masih mencurigainya.
Pagi itu, langit kota London terlihat kelabu. Kabut menyelimuti kaca-kaca pencakar langit, seolah menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar perubahan cuaca. Di salah satu ruangan paling aman di markas Phoenix of Gold, Arka sedang bersiap untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya—keluar dari perlindungan ayahnya.Ia telah meretas jalur khusus di dalam sistem bawah tanah milik Phoenix. Jalur itu dulunya hanya diketahui oleh Noah dan Gabriel, namun kini Arka telah berhasil menciptakan duplikat pintu masuk virtualnya sendiri. Ia tahu, jika ia ingin menyelamatkan Vanya dan menghentikan Rio, ia harus melangkah seorang diri.Dengan mengenakan pakaian khusus berteknologi ringan dan chip identifikasi palsu, Arka menyelinap keluar melalui lorong belakang, diiringi suara langkah robot pengawas yang nyaris tak terdengar. Ia tidak meninggalkan pesan, kecuali surat di bawah bantalnya yang bertuliskan satu kalimat,"Jangan cari aku. Aku akan kembali saat sudah bisa m
Pagi di kediaman keluarga Mahendra begitu tenang, nyaris terlalu tenang jika dibandingkan dengan malam sebelumnya. Burung-burung berkicau seperti tak tahu bahwa dunia di luar pagar besar itu tengah bersiap meledak dalam badai yang lebih besar dari sebelumnya.Di dalam ruang latihan rahasia, Arka yang kini berusia tujuh tahun, mengenakan seragam khusus dengan lambang Phoenix kecil di dadanya. Di depan layar kaca transparan, ia mempelajari ulang taktik bertahan, membaca kode sinyal, dan membedakan pola gerakan drone musuh. Noah berdiri tak jauh darinya, mengamati.“Kamu sudah makin cepat, Arka. Tapi ingat, bukan soal kecepatan. Ini tentang ketepatan dan niat.”Arka menoleh, berkeringat namun penuh semangat. “Papa, kenapa mereka mau menyakiti kita? Padahal kita tidak pernah mengganggu mereka.”Noah menarik napas. Ia tahu, anaknya terlalu cerdas untuk dibohongi, tapi juga terlalu muda untuk menanggung semua kebenaran.“Karena mereka takut. Karena kita punya sesuatu yang tidak bisa mereka
Malam itu langit Jakarta berwarna gelap pekat. Awan hitam menggulung seakan menyembunyikan badai yang akan datang. Di ruang observasi Phoenix of Gold, cahaya layar komputer menyala redup. Noah berdiri di tengah ruangan seperti bayangan diam yang sedang menyatu dengan gelap. Di hadapannya, lusinan monitor menampilkan gambar-gambar: aktivitas Black Shadow, pergerakan logistik Rio, dan pesan-pesan terenkripsi yang telah berhasil dibuka oleh sistem keamanan rahasia mereka.“Aku akan turun langsung,” gumam Noah.Akira yang berdiri di belakangnya mengernyit. “Maksudmu ke Montenegro? Noah, kamu baru saja menarik perhatian dunia. Kamu akan menjadi target utama jika kembali menyamar.”Noah memalingkan wajahnya. “Bukan menyamar. Aku akan kembali menjadi diriku yang dulu. Phantom. Hanya itu cara untuk menuntaskan semuanya.”Akira menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu masuk terlalu dalam… bagaimana caranya kamu kembali ke kami?”Noah melangkah pelan mendekati istrinya, menangkup wajahnya dengan ked
Phoenix of Gold kini menjadi sorotan dunia. Media internasional menyoroti perusahaan yang tak hanya bergerak di bidang energi hijau, tetapi juga menjadi simbol ketahanan keluarga di tengah ancaman global. Akira dan Noah menjadi pasangan fenomenal yang disegani—bukan karena kekayaan mereka, tapi karena integritas dan keberanian mereka mempertahankan nilai.Namun di balik sorotan itu, ada ketegangan yang terus menguat. Noah kini tidur hanya dua hingga tiga jam sehari. Sisanya ia habiskan untuk memperkuat keamanan digital, memperluas jaringan intelijen, dan yang paling penting: menyusun serangan balik terhadap Rio Vasilyev.Di ruang bawah tanah Phoenix of Gold—ruang yang tak diketahui siapa pun kecuali Akira dan beberapa orang kepercayaannya—Noah berdiri di hadapan layar besar yang menampilkan peta dunia.“Operasi Valkyrie akan dimulai dalam empat puluh delapan jam,” ucap Raka sambil menunjukkan serangkaian data. “Kami sudah menanam orang dalam di markas Rio di Montenegro. Namun mereka m
Pagi itu, langit Jakarta tampak kelabu, mendung menggantung berat seolah memantulkan perasaan yang memenuhi hati Akira. Ia berdiri di balkon rumahnya, menatap taman tempat anak-anak biasanya bermain. Namun hari ini, taman itu kosong. Arka sedang di kamar bersama tutor privatnya, sementara Eiden masih tidur dalam pelukan pengasuhnya.Akira baru saja menerima laporan bahwa kantor pusat Phoenix of Gold kembali diserang secara digital. Sistem keamanan mereka diretas, dan beberapa dokumen rahasia hampir bocor ke publik jika tim IT tidak sigap memblokir akses asing yang berasal dari luar negeri.“Noah, ini bukan cuma tentang bisnis lagi. Mereka sudah menjadikan Phoenix of Gold sebagai simbol. Dan kita adalah target berikutnya,” ucap Akira dengan nada serius saat Noah masuk ke balkon membawakan secangkir teh hangat untuknya.Noah meletakkan cangkir itu di meja kecil. “Aku tahu. Rio ingin menjatuhkan semua yang pernah kita bangun. Dia tak hanya menyasar bisnis kita, tapi juga keluarga kita.”
Matahari sore menyelinap di balik jendela besar kamar keluarga Noah dan Akira. Di ruang bermain yang hangat dengan karpet berbentuk awan, Eiden tertawa ceria saat Akira menyuapi potongan buah kecil ke mulutnya. Sementara itu, Arka duduk di pojok ruangan, menggambar dengan pensil warna yang ditekan kuat-kuat ke kertas.“Nooo! Itu apelku, Mama!” Arka tiba-tiba berseru, melihat potongan buah yang diberikan ke adiknya.Akira menoleh, sedikit kaget. “Sayang, kamu 'kan tadi sudah makan dua potong. Ini buat Eiden.”“Tapi aku mau sekarang juga!” Arka bangkit dan berjalan cepat, hampir mendorong Eiden yang sedang duduk di kursi bayi.“Arka!” Akira memanggil tegas. “Kamu tidak boleh dorong adikmu seperti itu.”Anak laki-laki berusia lima tahun itu memelototi adiknya. “Kenapa sih semuanya selalu tentang Eiden! Dia selalu dapat pelukan, buah, bahkan mainan baru. Aku ini anak pertama, kan?”Akira menelan ludah, hatinya perih. Ia tahu kecemburuan ini bukan muncul tiba-tiba, tapi sudah ia lihat seja
Pagi itu di rumah keluarga Noah Mahendra, suasana tampak seperti biasa—hangat, nyaman, dan penuh cinta. Namun di balik ketenangan itu, ada mata kecil yang memandang dengan diam-diam. Arka, anak pertama Noah dan Akira, berdiri di balik pintu ruang keluarga, memperhatikan sang ibu menyuapi adiknya, Eiden, sambil tertawa bahagia.“Eiden pintar banget sih… mama makin sayang sama adek,” kata Akira dengan lembut.Eiden tertawa kecil, tangan mungilnya menepuk-nepuk pipi Akira. Sementara itu, dada Arka terasa sesak. Ia tak mengerti mengapa dalam beberapa minggu terakhir, dirinya merasa seperti kehilangan tempat.Dulu, Akira selalu punya waktu untuknya. Dulu, Noah selalu mengajak Arka bermain catur atau membaca buku sebelum tidur. Tapi kini, semuanya seolah berubah. Segalanya tentang Eiden—jadwal makan, imunisasi, bahkan mainan terbaru.Arka tidak bodoh. Ia tahu adiknya masih bayi dan butuh perhatian lebih. Tapi kenapa ia merasa diabaikan?Di sekolah, Arka menjadi lebih pendiam. Gurunya bahkan