"Ayah turun, mau sama Bunda," ucap Romi membuat Bimo seketika sadar lalu menurunkan Romi dari gendongannya. Dengan cepat anak kecil tersebut berlari ke arah Indah yang sudah merentangkan kedua tangannya. "Bunda jangan tinggalin Lomi," tangis Romi pecah membuat Indah langsung memeluk erat anak kecil tersebut. "Maafin Bunda ya," ucap Indah sambil mendekap Romi dengan sayang. Lama ia berbasa-basi dengan Romi, akhirnya Bimo mempersilahkan Indah masuk. Romi dengan semangatnya memberikan makanannya kepada Indah meminta untuk di suapi. Bimo hanya bisa diam memperhatikan keduanya, rasanya ia ingin menjadikan Indah sebagai Bunda sesungguhnya untuk Romi. Tapi balik lagi ia juga sadar kalau dirinya hanyalah seorang duda, sedangkan Indah masih gadis. "Mas," panggil Indah membuat Bimo langsung tersadar dari lamunannya lalu menoleh. "Iya," jawab Bimo lalu melihat Indah membuat Indah menoleh. "Ini Romi udah tidur," ucapnya membuat Bimo tersadar. "Oh astagfirullah, sini aku gendong ke kamar
Indah menggendong Romi lalu Bimo berdiri di samping Indah."Em ... rapatan dikit Den biar bagus gak kayak musuhan," ucap Bik Sumi memberi aba-aba.Bimo langsung merapat dirinya ke Indah lalu satu tangannya merangkul pundak Indah, membuat Indah kaget lalu menoleh ke atas dan Romi menunduk sedikit.Seketika pandangan mereka bertemu sedangkan Romi ia sudah bergaya di gendongan Indah.Cekrek! Bi Sumi mengambil gambar yang pas sehingga ia senyum-senyum."Aduh sosweetnya, semoga jadi keluarga beneran," ucap Bik Sumi baper membuat Indah dan Bimo langsung sadar. Bimo menurunkan tangannya lalu berjalan mendekati Bik Sumi untuk mengambil ponselnya."Terima kasih ya Bik, oleh-olehnya tolong di masukin ke mobil ya Bik," ucap Bimo yang dibalas anggukan oleh Bik Sumi. Setelah Bik Sumi pergi, Bimo langsung melihat hasil jepretan Bik Sumi.Detik kemudian bibirnya melengkung Indah melihat dirinya dan Indah tampak seperti pasangan kekasih, sedangkan Romi bergaya sambil memeluk Indah. Tanpa membuang w
Khanza yang melihat Romi datang menghampirinya langsung tersenyum. Begitu Romi sudah dekat ia langsung membuang nampan tersebut dari tangan Khanza.Prang! Semua jatuh bahkan sebagian hancur berkeping-keping di lantai tepat di hadapan Ibunya dan Rea.keduanya tampak kaget, begitu juga dengan Khanza. Belum sempat ia berbicara Romi langsung menarik Khanza ke dalam pelukannya membuat Khanza semakin kaget.Ia memeluk Khanza dengan erat untuk meredam emosinya yang sudah berapi-api. Sedangkan Rea yang melihat itu langsung mendengus kesal sambil melihat ke arah Ibu Romi."K--kak," panggil Khanza terbata sambil mengusap-usap punggung Romi. Pasalnya ia tidak mengerti kenapa laki-laki ini tiba-tiba mengamuk seperti orang kesurupan."Kamu gak apa-apa?" tanya Romi yang masih setia memeluk Khanza membuat Khanza langsung mendongak lalu menggeleng."Aku gak apa-apa, Kakak kenapa?" tanya Khanza lembut. Tiba-tiba mata Romi mengembun sambil menatap manik Khanza lekat-lekat membuat Khanza yang melihat it
Khanza yang kaget melihat suaminya di tampar langsung menatap tidak percaya ke arah Ibu Romi. Sedangkan Romi diam sejenak lalu kembali menoleh."Udah puas? Kalo udah silahkan angkat kaki dari rumahku," ucap Romi. Ia tidak ingin bertengkar dengan Ibunya yang keras kepala dan mau menang sendiri."Kamu ngusir Ibu?!" tanyanya dengan nada tinggi."Kalo nggak pun, Ibu mau apa lagi?" lagi-lagi Romi bersikap se datar mungkin, membuat sang Ibu semakin murka."Ingat Romi tanpa Ibu kamu tidak akan pernah ada di dunia ini. Ayo Rea kita pergi, dia sudah terlalu di racun Ibu tiri dan istrinya," ajak Ibunya. Rea langsung mengikuti Ibu Romi sebelum pergi ia menarik jilbab Khanza dari belakang, membuat sang empu kaget."Akh," ringis Khanza, Romi yang sedang melihat Ibunya langsung menoleh. Detik kemudian ia langsung mencengkeram tangan Rea."Lepasin!" ucap Romi dengan tegas membuat Rea langsung meringis kesakitan lalu ia melepaskan tangannya dari jilbab Khanza."Berani-beraninya kamu menyentuh istrik
Disisi lain, Ibu Romi dan Rea masih menahan kesal di dalam mobil. Rencana yang awalnya sudah mereka susun ternyata gagal total."Tan, kok malah gini sih," kesal Rea sambil menghentakkan kakinya."Tante juga gak nyangka sih Romi selantang ini, tapi Ibu yakin hatinya itu lembut. Aku ini Ibunya aku lebih tau sifatnya," jawab Ibu yang masih setia menyetir."Tante tahu 'kan dari kecil aku sudah berteman dengannya dan nggak nyangka aja sih dia setampan dan semapan sekarang. Pengen jadi istrinya Tan, gak cocok banget sih perempuan tadi jadi istrinya, lebih cocok kayak pembantunya," lagi-lagi Rea merasa kesal."Sabar sayang, Romi seperti ini karena masih awal pertemuan nanti lama-lama dia juga luluh. Kita tetap susun rencana yang lebih baik aja," jawab Ibu sambil tersenyum miring."Mas Bimo juga sepertinya kaget banget kalo ngeliat aku. Secara dulu dia cinta banget samaku," lanjut Ibu membuat Rea menoleh."Tante mau ke rumah Om Bimo juga? Ngapain? 'kan tujuan kita Mas Romi aja," tanya Rea t
"Tan, kok pada nyalahin kita sih 'kan jelas-jelas si babu itu yang salah," gerutu Rea sambil menghentakkan kakinya."Mbak, bisa minggir gak dari tadi saya lihat Mbak menghalangi jalan, kalo mau jadi patung disana aja noh di sudut." ucap seorang laki-laki yang merasa terganggu dengan suara berisik Rea serta posisi mereka yang menghalangi jalan."Lu siapa lagi ikut-ikutan?!" bentak Rea namun tidak di hiraukan laki-laki tersebut ia malah mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rea dan Ibu Romi menjauh."Sudah, sudah jangan berantem lagi, nanti kita nggak jadi makan yang ada malah di usir," lerai Ibu Romi membuat Rea langsung menghela nafas dalam-dalam lalu menjauh dari meja laki-laki tersebut.Disisi lain, Salman yang membawa Vina keluar langsung menghela nafas lega karena berhasil melewati dua orang rempong tersebut."Udah, jangan dengerin omongan mereka barusan ya," ucap Salman membuat Vina langsung tersenyum sekilas."Gak apa-apa kok Kak memang benar yang mereka bilang, aku c
"Tan, kok pada nyalahin kita sih 'kan jelas-jelas si babu itu yang salah," gerutu Rea sambil menghentakkan kakinya."Mbak, bisa minggir gak dari tadi saya lihat Mbak menghalangi jalan. Kalo mau jadi patung disana aja noh di sudut." ucap seorang laki-laki yang merasa terganggu dengan suara berisik Rea serta posisi mereka yang menghalangi jalan."Lu siapa lagi ikut-ikutan?!" bentak Rea namun tidak di hiraukan laki-laki tersebut ia malah mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rea dan Ibu Romi menjauh."Sudah, sudah jangan berantem lagi, nanti kita nggak jadi makan yang ada malah di usir."lerai Ibu Romi membuat Rea langsung menghela nafas dalam-dalam lalu menjauh dari meja laki-laki tersebut.Disisi lain, Salman yang membawa Vina keluar langsung menghela nafas lega karena berhasil melewati dua orang rempong tersebut."Udah, jangan dengerin omongan mereka barusan ya," ucap Salman membuat Vina langsung tersenyum sekilas."Gak apa-apa kok Kak memang benar yang mereka bilang, aku cu
"Abis ashar kita ke rumah Bunda ya," ajak Romi sambil menunduk melihat Khanza yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat Khanza mengangguk karena ia juga sudah rindu kesana."Kak," panggil Khanza membuat Romi kembali menunduk lalu menaikkan alisnya sebelah."Dua hari lagi 'kan puasa, aku mau ziarah ke makam Ayah sama Bapak ya." ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh Romi. "Boleh, nanti saya ikut," jawab Romi membuat Khanza tersenyum manis lalu mengalungkan tangannya ke leher Romi."Mau ke kamar," rengeknya seketika membuat Romi terkekeh lalu mengangguk membiarkan gadis itu pergi ke kamar pribadinya. ***Sore hari, Romi dan Khanza sudah sampai di rumah orang tua Romi. Dari kejauhan Romi tersenyum saat melihat adiknya yang masih SMA sedang menyapu di teras."Assalamualaikum," ucap Romi yang diikuti oleh Khanza."Walaikumsalam, Bunda ... Bang Romi datang," teriak gadis itu membuat Romi langsung terkekeh lalu mengacak-acak jilbabnya."Ish ... Abang, 'kan rusak," kesal Fatimah sambil mem
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m