Khanza yang kaget melihat suaminya di tampar langsung menatap tidak percaya ke arah Ibu Romi. Sedangkan Romi diam sejenak lalu kembali menoleh."Udah puas? Kalo udah silahkan angkat kaki dari rumahku," ucap Romi. Ia tidak ingin bertengkar dengan Ibunya yang keras kepala dan mau menang sendiri."Kamu ngusir Ibu?!" tanyanya dengan nada tinggi."Kalo nggak pun, Ibu mau apa lagi?" lagi-lagi Romi bersikap se datar mungkin, membuat sang Ibu semakin murka."Ingat Romi tanpa Ibu kamu tidak akan pernah ada di dunia ini. Ayo Rea kita pergi, dia sudah terlalu di racun Ibu tiri dan istrinya," ajak Ibunya. Rea langsung mengikuti Ibu Romi sebelum pergi ia menarik jilbab Khanza dari belakang, membuat sang empu kaget."Akh," ringis Khanza, Romi yang sedang melihat Ibunya langsung menoleh. Detik kemudian ia langsung mencengkeram tangan Rea."Lepasin!" ucap Romi dengan tegas membuat Rea langsung meringis kesakitan lalu ia melepaskan tangannya dari jilbab Khanza."Berani-beraninya kamu menyentuh istrik
Disisi lain, Ibu Romi dan Rea masih menahan kesal di dalam mobil. Rencana yang awalnya sudah mereka susun ternyata gagal total."Tan, kok malah gini sih," kesal Rea sambil menghentakkan kakinya."Tante juga gak nyangka sih Romi selantang ini, tapi Ibu yakin hatinya itu lembut. Aku ini Ibunya aku lebih tau sifatnya," jawab Ibu yang masih setia menyetir."Tante tahu 'kan dari kecil aku sudah berteman dengannya dan nggak nyangka aja sih dia setampan dan semapan sekarang. Pengen jadi istrinya Tan, gak cocok banget sih perempuan tadi jadi istrinya, lebih cocok kayak pembantunya," lagi-lagi Rea merasa kesal."Sabar sayang, Romi seperti ini karena masih awal pertemuan nanti lama-lama dia juga luluh. Kita tetap susun rencana yang lebih baik aja," jawab Ibu sambil tersenyum miring."Mas Bimo juga sepertinya kaget banget kalo ngeliat aku. Secara dulu dia cinta banget samaku," lanjut Ibu membuat Rea menoleh."Tante mau ke rumah Om Bimo juga? Ngapain? 'kan tujuan kita Mas Romi aja," tanya Rea t
"Tan, kok pada nyalahin kita sih 'kan jelas-jelas si babu itu yang salah," gerutu Rea sambil menghentakkan kakinya."Mbak, bisa minggir gak dari tadi saya lihat Mbak menghalangi jalan, kalo mau jadi patung disana aja noh di sudut." ucap seorang laki-laki yang merasa terganggu dengan suara berisik Rea serta posisi mereka yang menghalangi jalan."Lu siapa lagi ikut-ikutan?!" bentak Rea namun tidak di hiraukan laki-laki tersebut ia malah mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rea dan Ibu Romi menjauh."Sudah, sudah jangan berantem lagi, nanti kita nggak jadi makan yang ada malah di usir," lerai Ibu Romi membuat Rea langsung menghela nafas dalam-dalam lalu menjauh dari meja laki-laki tersebut.Disisi lain, Salman yang membawa Vina keluar langsung menghela nafas lega karena berhasil melewati dua orang rempong tersebut."Udah, jangan dengerin omongan mereka barusan ya," ucap Salman membuat Vina langsung tersenyum sekilas."Gak apa-apa kok Kak memang benar yang mereka bilang, aku c
"Tan, kok pada nyalahin kita sih 'kan jelas-jelas si babu itu yang salah," gerutu Rea sambil menghentakkan kakinya."Mbak, bisa minggir gak dari tadi saya lihat Mbak menghalangi jalan. Kalo mau jadi patung disana aja noh di sudut." ucap seorang laki-laki yang merasa terganggu dengan suara berisik Rea serta posisi mereka yang menghalangi jalan."Lu siapa lagi ikut-ikutan?!" bentak Rea namun tidak di hiraukan laki-laki tersebut ia malah mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rea dan Ibu Romi menjauh."Sudah, sudah jangan berantem lagi, nanti kita nggak jadi makan yang ada malah di usir."lerai Ibu Romi membuat Rea langsung menghela nafas dalam-dalam lalu menjauh dari meja laki-laki tersebut.Disisi lain, Salman yang membawa Vina keluar langsung menghela nafas lega karena berhasil melewati dua orang rempong tersebut."Udah, jangan dengerin omongan mereka barusan ya," ucap Salman membuat Vina langsung tersenyum sekilas."Gak apa-apa kok Kak memang benar yang mereka bilang, aku cu
"Abis ashar kita ke rumah Bunda ya," ajak Romi sambil menunduk melihat Khanza yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat Khanza mengangguk karena ia juga sudah rindu kesana."Kak," panggil Khanza membuat Romi kembali menunduk lalu menaikkan alisnya sebelah."Dua hari lagi 'kan puasa, aku mau ziarah ke makam Ayah sama Bapak ya." ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh Romi. "Boleh, nanti saya ikut," jawab Romi membuat Khanza tersenyum manis lalu mengalungkan tangannya ke leher Romi."Mau ke kamar," rengeknya seketika membuat Romi terkekeh lalu mengangguk membiarkan gadis itu pergi ke kamar pribadinya. ***Sore hari, Romi dan Khanza sudah sampai di rumah orang tua Romi. Dari kejauhan Romi tersenyum saat melihat adiknya yang masih SMA sedang menyapu di teras."Assalamualaikum," ucap Romi yang diikuti oleh Khanza."Walaikumsalam, Bunda ... Bang Romi datang," teriak gadis itu membuat Romi langsung terkekeh lalu mengacak-acak jilbabnya."Ish ... Abang, 'kan rusak," kesal Fatimah sambil mem
Disisi lain, Vina mulai gelisah bercampur panik karena tidak ada angkutan umum yang lewat. 'Duh gimana ya, kalo jalan juga jauh banget.' ucap Vina dalam hati sambil menggosok-gosokkan tangannya.Dari kejauhan ternyata dua orang laki-laki yang berpakaian serba hitam sedari tadi sudah memperhatikan dirinya. Tanpa Vina sadari dua orang tersebut sudah mendekatinya diam-diam dari belakangnya.Saat Vina menoleh hampir saja ia melompat karena kaget melihat orang tersebut. Detik kemudian satu pria tersebut menarik tangan Vina membuatnya langsung panik."Ngapain kamu? Lepasin!" bentak Vina, tapi tidak di hiraukan oleh laki-laki tersebut ia malah menarik Vina sekuat tenaganya membuat Vina mau tidak mau dengan susah payah mengikuti langkah laki-laki tersebut."Lepasin! Tolong!" teriak Vina, tapi satu pria lagi langsung membekap mulutnya membuat Vina semakin panik, tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat karena takut.'Ya Allah, tolong selamatkan hamba, hamba mohon.' pintanya dalam hati sambil air ma
Detik kemudian ia mengangguk dengan mantap membuat Salman langsung memeluk Vina dengan erat."Terima kasih sayang, jangan takut lagi ada aku disini," bisik Salman membuat Vina langsung lega. Salman melepaskan pelukannya lalu menatap Vina dalam-dalam."Apa yang mereka lakukan sama kamu?" tanya Salman dengan serius membuat Vina langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat tidak ingin mengingat-ingat kejadian tadi."Ceritakan sayang, gak apa-apa aku akan membuat dua orang tersebut merasakan nikmatnya di penjara," bujuk Salman sambil mengusap air mata Vina."Mereka menarik tanganku Kak," ucap Vina sambil menunjukkan tangannya yang sudah membiru membuat Salman semakin geram."Lagi," lanjut Salman sambil menatap wanita itu lekat-lekat."Mereka menamparku, mendorongku ke gudang, menarik paksa bajuku hingga robek. Ia bahkan hiks ... ," Vina tidak sanggup melanjutkan ucapannya membuat Salman langsung mengusap-usap tangan Vina."Lanjut sayang gak apa-apa," ucap Salman menguatkan Vina."
Tiba-tiba Vina langsung membuang ponselnya membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tiba-tiba ketakutan."Kak ... hiks, baca ponselku," tiba-tiba tangis Vina pecah membuat Salman kaget. Dengan cepat ia meraih ponsel tersebut lalu membaca pesan."Shit!" umpat Salman ia langsung mengepalkan tangannya."Ternyata ini direncanakan, awas aja sampe dalangnya harus dapat." ucap Salman ia menatap Vina dengan serius, ia memegang kedua bahu gadis itu."Jangan takut, saya nggak akan biarin kamu seperti kemaren lagi, kamu jangan takut ya.Untuk ponsel kamu saya pegang dulu," terang Salman yang dibalas anggukan oleh Vina.***Disisi lain, setelah selesai sarapan pagi, Romi dan Khanza sedang duduk-duduk di halaman belakang rumah orang tuanya.Dari kejauhan Indah sedang memperhatikan anak dan menantunya tersebut. Bibirnya terus saja tersenyum bangga melihat Romi yang bagitu romantis pada Khanza."Ngapain Ndah?" tanya Bimo tiba-tiba membuat Indah langsung menoleh."Shut! Janga