Perempuan yang sedang menggandeng suaminya itu tersenyum amat lebar seakan-akan sedang bertemu dengan pujaan hati. “Sudah lama tidak berjumpa, sejak kapan, ya? Lima bulan lalu, atau enam bulan lalu?” tanya wanita itu sembari mengelus-elus perut agak buncitnya sambil mendekati Dara, tak peduli sang empunya terlihat menatapnya dingin.Dara memundurkan langkahnya begitu sang mantan ipar berusaha menggapainya. Ia teringat akan nasihat Delion Sunarija yang menyuruhnya untuk menjauhi semua orang di keluarga mantan suaminya itu. Jadi, Dara pun berniat berbalik dan menjauh. Namun, sebuah celetukan dari mantan iparnya membuat Dara langsung mandek.“Owh! Maaf-maaf, aku lupa kalau sedang hamil dan tidak sedang mengejek. Mbak Dara sih, pakai muncul segala, kan aku jadi rindu dan lupa diri, tidak sadar kalau kehadiranku membuat Mbak Dara sedih, karena mengingat keadaan Mbak Dara," kata wanita yang tengah mengandung bayi dosen itu dengan raut iba.Dara tahu, cecunguk kecil ini pasti ingin membuat
Dara duduk termenung begitu mendengar bunyi gemericik dari air terjun buatan di taman kediaman Wijayakusuma. Matanya yang semula terpejam menikmati suara alam itu tiba-tiba terbuka saat mendengar notifikasi ponsel yang menunjukkan adanya pesan dari seseorang. ‘Bagaimana? Apakah nyonya Sukma luang?’ Itu adalah pesan dari Sagara Adikara yang mengusulkan ide untuk mempertemukan nyonya Adikara dengan nyonya Wijayakusuma dalam acara memasak. Ternyata , candaan kapan hari bukanlah sekedar guyonan belaka, tapi tak ada salahnya juga, karena ini juga bertepatan dengan hari libur, dimana semua orang akan rehat sejenak dari pekerjaannya sebelum kembali bekerja bagai kuda. ‘Kebetulan iya, tapi bagaimana dengan nyonya Rissa?’ Dara kembali menyandarkan bahunya pada kursi santai dengan ekspresi lega. Semakin ia tambah berumur, semakin ia sadari pula bahwa self reward tidak melulu harus berkeliling mall sambil menguras saldo. Seperti dirinya, dengan hanya diam saja ditemani gemericik air serta
Dara menatap ponsel yang layarnya sudah retak terbanting lantai dengan wajah linglung, segala kata yang seharunya tersimpan rapi di perpustakaan otaknya tiba-tiba raib, menjadikannya manusia gagu seketika. Di sisi lain, benda yang layarnya sudah cacat itu kembali berdering, membuat sang pemilik langsung tersadar dari mimpi buruknya. Tidak-tidak! Dara menyadari itu bukanlah mimpi buruk semenjak ada nama William yang terpampang di sana. Dara membiarkan panggilan sang mantan suami yang beberapa saat lalu mengirim video tak senonoh mereka hingga akhirnya panggilan berakhir tanpa jawaban. Dara membiarkan benda itu tetep teronggok di tempatnya jatuh dengan hati gelisah. Seumur hidup, Dara bahkan belum pernah bertemu dengan orang gila seburuk mantan suaminya. Dengan tangan setengah bergetar, Dara segera mengambil ponsel yang hampir lebur karena terbanting di lantai marmernya. Ketika ponselnya kembali berdering, Dara merasakan ketakutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Setelah b
“Sudah siap turun?” tanya Sagara begitu mobil yang mereka tumpangi sampai di depan kediaman Wijayakusuma. Di belakang mereka, ada mobil Sagara yang baru saja sampai. Karena Sagara menjemput Dara dengan mobil pribadinya, maka lelaki itu harus menyuruh sopir mobilnya sementara ia menemani Dara pulang. Dara duduk termenung, tak lama kemudian perempuan itu terlihat gusar. “Bagaimana ... bagaimana kalau dia melakukan apa yang dia ancamkan tadi?” bisiknya dengan suara sengau dan napas yang belum sepenuhnya stabil. Sagara menurunkan volume radio dan memandang Dara dengan pandangan meyakinkan. “Pada umumnya, pelaku pemerasan akan melakukan apa pun dengan tujuan keuntungan pribadi, sedangkan jika dia melakukannya, otomatis itu akan menghancurkan jalan rencananya sendiri,” jelasnya seakan-akan sangat berpengalaman dalam bidang ini. Meskipun sudah diyakinkan sedemikian rupa, nyatanya perempuan itu masih tampak gusar di tempatnya. “Tapi, mantan suami saya tipikal orang yang nekat, Pak,” ke
Sinar keemasan sang surya menembus jendela kaca yang disampiri kelambu hingga menusuk kelopak mata sampai menembus retina. Seorang wanita yang tengah terlelap nyaman itu menutup wajahnya dengan selimut tebal untuk menghalau silau, tapi gerakan malas-malas itu sontak terhenti saat si empunya merasakan tarikan kuat yang menahan gerakannya. Siapa itu? Berani-beraninya mengganggu tidur khidmatnya? Sontak Dara membuka mata dan menemukan wajah Sukma Wijayakusuma yang terpampang di depannya, tengah mencengkram erat sisi selimutnya hingga membuat Dara kesulitan menariknya. “Ma?” panggil Dara sembari mengucek matanya yang masih tak mau lepas layaknya dua kutub magnet yang saling tarik-menarik. Sukma berjalan ke sisi nakas dan menuangkan air mineral untuk putrinya. “Minum dulu,” katanya sembari menyodorkan segelas cairan bening itu pada putrinya. Dara menerimanya sebelum mengucap terima kasih. Namun, sebelum bibir gelas itu bersentuhan dengan bibirnya , Dara tiba-tiba teringat sekelebat
Dara menunggu ponselnya yang sedang melakukan panggilan, dengan seribu siasat yang siap diluncurkan. Ia menatap benda elektronik itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Begitu terdengar sapaan dari seberang sana, perempuan itu langsung mengambilnya. “Halo, Pak,” ucapnya membuka sambungan tersebut. Ada rasa girang di sudut hatinya yang tak dapat ia bendung. Bagaimana tidak? Orang yang sedang ia telepon ini adalah orang sibuk. Bisa jadi, pria itu sedang ada pertemuan mengingat statusnya sebagai CEO perusahaan berkembang. Namun, Dara tentu bukanlah tipikal orang yang berani mengganggu pekerjaan orang lain, maka dari itu, ia menunggu waktu istirahat kantor untuk menelepon. Tidak salah, kan? “Bagaimana keadaanmu, Dara?” tanya pria itu dengan nada ramah khasnya. Dara tersenyum begitu mendapatkan respons positif dari si penerima panggilan. “Baik, syukurlah ada Pak Sagara yang membantu menyelesaikan masalah itu. Saya sangat berterima kasih kepada Pak Sagara,” katanya dengan nada lembut
Dara mematung saat melihat wajah ramah nan jelita itu. Tubuhnya tiba-tiba saja kaku seolah-olah kakinya diolesi lem super lengket. Di sisi lain, wanita yang tak sengaja ditabrak itu memunguti belanjaannya yang berceceran akibat ulah perempuan muda yang saat ini malah mematung alih-alih membantunya. Dara sendiri? Ia masih terbengong di tempatnya. Sampai kemudian, wanita itu selesai memunguti barang-barangnya yang sudah kembali ke tempat semula dan mengangkat wajahnya hingga bertemu tatap dengan Dara. Sial! Itu benar-benar penjual jamu yang menjadi simpanan mantan mertuanya! "Maaf, Mbak," kata Dara setelah bersusah-payah menelan ludahnya gugup, aih! Sudah terlambat meminta maaf, malah tidak ikut membantu. Perlahan, tapi pasti. Dara memundurkan langkahnya sembari berjinjit-jinjit sebagai upaya menghindari kekasih gelap sang mantan mertua. Jangan salahkan Dara sebagai orang yang tak bertanggung jawab, kalau pun bisa, Dara pasti akan membantunya. Namun, siapa yang tak akan lari terbi
Seorang perempuan memasuki kawasan perusahaan Juita Betari dengan langkah tegasnya. Terdapat senyum tipis yang timbul ketika beberapa orang yang ia lewati menyapanya. Ia memasuki ruangan yang dikhususkan untuknya dengan langkah mantap. Begitu ia menduduki kursi kebesarannya, suara pintu yang diketuk dari luar menyahut kemudian. Setelah diizinkan,seseorang dari luar langsung masuk dengan sopan. Dara mengangkat kepalanya. “Ada jadwal apa saja untuk hari ini?” tanyanya sembari menghela napas pasrah melihat beberapa tanggungan berkas yang menunggu sentuhannya. “Untuk hari ini ... ada rapat kerja dengan tim finansial yang dilaksanakan jam 10.00 sampai 10.30.” Dara mengangguk paham. Sehari ia tak masuk, tiba-tiba saja ada rapat dengan divisi finansial untuk membahas penganggaran, perkiraan, perilaku pelanggan dan tren pasar, serta dampak pemasaran dan tak lupa strategi pemasaran ditambah permasalahan produksi. Dara melirik jam di mejanya yang sudah menunjukan kalau rapat akan segera dim
"K-kok pak Sagara ...,""Mereka sering bertemu?""A-ah, nyonya Sera memang sangat dekat dengan keluarga Adikara, apalagi dengan nyonya Rissa. Nyonya Sera adalah sahabat kecil pak Sagara,""Maksudmu ... sahabat yang akhirnya menjadi sepasang kekasih?""Mari, sepertinya pak Sagara sudah menunggu,""Hai, Dara,""Wow! Ternyata ini kegiatan akhir pekanmu, Sagara? Kamu mengajak kekasihmu untuk berkencan di rumah, di saat tak ada anggota keluarga di sini?""Sera ...,""Tak masalah, Pak. Saya paham akan maksud nyonya Sera, lagi pula semua orang pun pasti tahu hanya dengan sekali lihat, kita tak sedekat itu,""Tampaknya atmosfer di antara kalian terasa sangat buruk, kalau begitu saya pamit undur diri dulu,""Ada perlu apa kamu ke mari, Dara?""Saya ingin mengembalikan barang yang kapan hari pak Sagara pinjamkan kepada saya,""Silakan duduk," "Padahal sebenarnya kamu tak perlu mengembalikannya,""Tolong jangan berbicara demikian, Pak. Barang 'ini' bukan milik saya, mau saya menyimpannya di lema
"Apa yang sebenernya terjadi pada kamu, Sagara?""Kamu gila? Kamu mengharapkan seorang wanita yang sudah menikah?""Dan setelah itu berani-beraninya kamu mengatakan kalimat cinta menjijikkan itu kepadaku, kamu menganggapku sekedar pelarian?""Kamu benar-benar bajingan yang tak tahu diri, kamu brengsek!""Nona Dara?""Ya? Masuk saja, Mbak!""Taruh saja di sana, Mbak. Terima kasih sudah mencucikan baju saya,""Eh, tunggu!""Ya, Nona Dara? Ada yang bisa saya bantu?""Ini baju siapa?""Loh? Bukan baju Non Dara? Saya ingat ini di keranjang untuk baju kotor yang berasal dari kamar Non Dara,""I-iya itu baju saya," "Silakan teruskan pekerjaan kamu,""Sial, aku sudah berjanji akan mengembalikannya," "Kenapa Sagara jahat sekali? Dia memberikan baju belasan mantannya yang udah ditolak kepadaku? Hanya karena keadaanku saat itu benar-benar mengenaskan, bukan berarti dia bisa merendahkanku dengan cara seperti itu,""Ini hari libur, kamu mau keluar lagi?""Maaf, Ma,""Bukan begitu maksud mama, Dara
“Halo?” “Mama masih di kantor?”“Hm, sebentar lagi mama mau pulang, Dara. Kamu di mana?”“Aku juga masih di kantor,”“Terus? Ada perlu apa sama mama?”“Sepertinya ... nanti aku tidak bisa bergabung bersama kalian dalam acara memasak,”“Kenapa memangnya? Kamu tidak suka bereksperimen bersama kami?”“Ah! Bukan begitu, Ma. Masalahnya aku baru ingat kalau hari ini ada sebuah janji,”“Janji? Bersama klien?”“T-tidak, sebenarnya ini hanya janji makan siang saja, akan tetapi, temanku ini seorang publik figur yang jarang pulang ke tanah air. Jadi, aku merasa harus meluangkan waktuku untuk bertemu dan bertukar kabar dengannya,”“Teman kamu sekarang banyak sekali, ya? Mama saja tidak pernah berkumpul dengan teman-teman Mama gara-gara sibuk. Tapi tidak apa-apa. Asalkan kami baik-baik mama tentu akan mengizinkan. Nanti mama akan jelaskan pada tante Rissa,”“Terima kasih, Ma!”“Hm, mama sempat berpikir kamu akan bertemu Sagara, loh,”“Maksudnya?”“Tadi Sagara juga izin tidak ikut eks
"Delion! Jangan melihatnya! Apakah kamu tidak berdosa menikmati milik wanita lain di saat kamu sendiri punya istri?" "Cih! Kamu berharap aku tertarik dengan milik bidadari vintage itu? Istriku lebih baik dari segala aspek," "Aku bahkan tak berani menggunakannya untuk berfantasi." "Kupikir ... semua pria akan birahi salahkan disuguhi ketelanjangan," "Umumnya memang begitu, tapi bukan berarti tidak ada beberapa pria yang menolaknya. Lagi pula, jangan meragukan keprofesionalanku. Sebelum ini, aku bahkan pernah bersembunyi di bawah kolong ranjang pasangan yang sedang memadu kasih," "Dasar gila!" "Ya, memang segila itu dunia investgasi." "Ngomong-ngomong, Dara. Akan kamu gunakan untuk apa bukti ini?" "Bukan untuk apa-apa. Aku hanya ingin membuktikan sendiri bagaiman gilanya Sri Rahmi," "Lihat? Mereka semakin liar sja," "Pernahkah ... kakak berfantasi kepada pria lain, kecuali aku dan suami kakak? Ohh! Emhh!" "Pernah ... banyak sekali pria-pria muda yang menjadi objek fantasiku
“Delion?”“Hm,”“A-apa aku salah lihat?“Tidak, memang itulah kenyataannya, Dara.”“As-hmmph!”“Hmphmph! Lepas!”“Kamu gila! Apa yang kamu lakukan, Sialan!”“Mulutmu!” “ Bisakah kamu mengendalikan muncungmu itu? Bagaimana kalau kita ketahuan!”“Hei, cecunguk! Apa kamu lupa kalau mobil kita kedap suara dan tidak tembus pandang?”“O-oh, maaf,”“Sial! Kamu merusak moodku!”“Lah? Kenapa malah menyalahkanku? Dari awal, kan memang suasana hatimu sudah buruk. Ingat! Kamu sendiri yang sudah memaksa untuk ikut,”“Memangnya salah kalau aku mau ikut?”“Tidak salah! Yang slah adalah Sagara karena membuatmu patah hati—”“Jangan menyebut namanya!”“Nah, kan! Penyebab utama moodmu rusak karena hubungan kalian. Aih! Gara-gara kamu galau malah mengajak ribut satu dunia,”“Sudahlah! Kita fokus saja menyelidiki Sri Rahmi!”“Loh? Ke mana dia?”“Cih! Gara-gara bertengkar, kita malah kehilangan jejaknya!”“Mungkin—”Brak!“Astaga!”“Delion! Itu—”“Syutt! Kita tak perlu mencari-cari m
Dara terburu-buru menuruni tangga dengan wajah polosnya. Begitu membaca pesan dari Delion Sunarija, Dara mempercepat tempo langkahnya. Sebuah setelan serba hitam yang dipakainya berhasil membuat Sukma Wijayakusuma mengernyit melihat keanehan outfitnya.“Kamu mau ke mana, Dara?” tanya ibu satu anak itu sembari mengamati anaknya dengan alis berkerut. Ini sudah malam hari, kira-kira ke mana anaknya akan pergi?Dara terdiam sejenak sebelum berbalik menghadap ibunya. “Aku ada kepentingan dengan teman, Ma."Sukma menyangga wajahnya dengan tangan. Ia pandangi sang putri yang tengah meremas ujung pakaian itu dengan pandangan tertarik. “Teman? Apakah itu Sagara?” “Tidak mungkin!” Dara terlonjak ketika mendengar suara menyentak yang berasal dari belakangnya. Ketika menoleh ia mendapati wajah sang paman yang terpampang nyata.“Om kenapa, sih?! Datang-datang main menyelonong saja!" sewot Dara dengan wajah garangnya. Perempuan itu memilih duduk di dekat ibunya sembari mengecek ponselnya.Hendra
"Ya Tuhan,” bisik Dara begitu mengangkat gaun yangs Sagara berikan. Overall, itu memang tidak terlalu ketat dan warnanya pun hitam sehingga memberikan kesa mewah. Namun, panjang gaunnya sangat tidak cocok untuk tubuh Dara yang tinggi semampai. Setelah beberapa menit berperang dengan dress itu, akhirnya Dara bisa menatap figur dirinya di cermin. Meskipun di luar terlihat biasa saja, Dara sebagai si pemakainya jelas yang paling merasakan bagaimana tak nyamanya gaun ini.Perempuan itu mengambil ponselnya dari clutch dan segera mencari nama kontak Delion. Namun urung, sebelum Dara memencet tombol panggilan, tiba-tiba keraguan melanda hatinya. Kapan hari Delion sudah menasihatinya untuk kembali mengejar Sagara, tapi Dara jelas tak tahu bagaimana caranya mengungkapkan pikiran dan keinginannya pada pria itu. Apakah harus dikatakan hari ini? Bagaimana kalau nanti Sagara merasa tak nyaman? Tapi jika tidak dilakukan sekarang, kapan lagi? belum tentu Dara bisa bertemu dengan pengusaha beken it
“Kamu terlihat lesu, Dara. Sakit?” “Tidak, aku hanya malas datang ke pesta yang sangat ramai, nanti di sana pasti ada banyak teman-teman Mama yang tanya ini-itu,” “Memangnya kenapa? Itu, kan bagus untuk branding kamu Dara. Jadi nanti sekalian kamu dekat dengan mereka, sekalian juga perluas koneksi,” “Mama selalu memandang sesuatu dari segi keprofesionalan, ya? Aku jadi semakin insecure,” “Insecure kenapa?” “Mama tidak pernah merasa terbebani? Status Mama kan pewaris tunggal, otomatis ekspektasi orang-orang akan membuat Mama semakin tertekan bukan?” “Kalu dulu, jelas iya. Apalagi waktu awal-awal menjabat dan menghadapi ombak di dunia enterpreneurship. Dulu semua orang membanding-bandingkan kinerja mama dengan prestasi kakekmu, itu jelas sangat membuat mama tertekan.” “Dara,” “Kamu tidak perlu memaksakan diri dengan menjadi nomor satu seperti mama. Kamu lihat? Mama saja yang skill dan minatnya di dunia enterpreneurship saja kewalahan, apalagi kamu yang malah minatnya di du
“Penjarakan Sri Rahmi!” seru seorang wanita sembari membawa wajan dan memukul-mukulnya dengan keras hingga terdengar suara bising yang menganggu. Para wanita di belakangnya ikut menyemarakkan suasana dengan sorakan tenor mereka. “Kami tidak Sudi sekampung dengan penipu dan pencuri!” teriak yang lainnya dengan suara menggelegar, membuat tetangga Kana kiri Sri Rahmi langsung keluar untuk melihat sumber kebisingan. “Ya! Selain itu, anak-anaknya juga suka berbuat onar dan mencemarkan nama baik kita semua,” tambah seorang wanita yang disetujui warga-warga lain. Seorang wanita yang baru saja bergabung itu langsung menyela, “Jangan begitu, dong! Sebelum itu suruh dia lunasi semua uang yang dia tilap!” Keadaan di depan rumah Sri Rahmi tampak sangat kacau buntut kasus dugaan penggelapan uang arisan yang meresahkan warga. Persatuan ibu-ibu sekompleks itu langsung mengumpulkan massa dan bergabung untuk memberikan pelajaran bagi sang ratu gosip yang belakangan ini mengurung diri. Entah kar