"Maaf Tuan, di sini adanya pasar." "Ya, tidak apa-apa." Dua jam berlalu, Ardi memilih merebahkan badannya di ranjang kayu yang beralaskan kasur tipis. Sangat jauh dari kata nyaman untuknya dibandingkan dengan ranjang kingsize miliknya di rumah. Namun Ardi tetap mencobanya. Sungguh terasa nikmat bisa meliukkan tubuhnya yang kaku karena perjalanan panjangnya dengan kondisi tubuh tidak sempurna. Baru beberapa menit memejamkan mata, terdengar suara salam anak laki-laki. "Mbok, simbok pulang?" "Aargh, siapa kamu? Apa kamu maling?" "Ckk, siapa juga yang mau maling rumahmu nggak ada barang berharganya," teriak Ardi kesal disangka maling." "Benar juga, masak maling tiduran di kamar." "Maafkan saya, Tuan siapa?" Lintang melihat penampilan Ardi yang rapi membuatnya memanggil dengan sebutan yang biasa neneknya ucapkan. "Saya Bintang Lazuardi, panggil saja Tuan Ardi," ucap Ardi dengan ekspresi datar ingin mengerjai cucu Bi Irah. Wajahnya tertunduk saat ditatap Ardi. "Boleh saya panggi
Bab 38A Tersanjung Esok hari Lintang berangkat sekolah dengan sepeda bututnya dengan penuh semangat. Pasalnya, dia membawakan hadiah untuk pertama kalinya yang akan diberikan pada guru barunya. Namun sayang, sampai di sekolah benar saja Bu Anggi izin tidak masuk karena tidak enak badan. Lintang bermaksud memberikan hadiahnya langsung ke rumah Bu Anggi setelah pulang sekolah, tetapi dia belum tahu rumahnya."Pak, Bu Anggi tinggalnya di mana, ya?" tanya Lintang kepada salah satu guru yang menggantikan."Oh, saya juga kurang tahu dik. Coba tanya Pak satpam mungkin lebih paham!""Baik, terima kasih, Pak.""Sama-sama.""Pak satpam tahu rumahnya Bu Anggi?""Oh guru baru yang magang di sini?""Iya, Pak.""Dekat kok dari sini. Itu lho rumahnya Pak Raihan dosen di kampus kota Yogya.""Oh yang rumah bagus itu ya, Pak?" "Ya, betul. Ada apa?""Enggak, Pak. Cuma pengin tahu aja. Makasih banyak."Lintang segera berlari bergabung bersama teman-temannya selagi waktu istirahat masih ada. Dia senang
"Ini kamu bawakan Mas Bintang kue brownis ya! Sampaikan terima kasih dari saya coklatnya pasti lezat. Saya tidak apa-apa, tidak perlu merasa bersalah mobilnya sudah menabrak. Saya yang salah berdiri ke tengah jalan." "Baik, Bu. Mas Bintang pasti suka kue buatan Bu Anggi. Saya pamit dulu ya, Bu. Nanti sore mau anter Mas Bintang ke pesantren." "Eh pesantren sekolah?" Gita mengernyitkan keningnya heran. "Bukan, Bu. Pesantren tempat pakde saya." "Oh, Mas Bintang Ustadz, ya?" "Stt, bukan, Bu. Mas Bintang mau belajar mengaji." "Hah, memang usianya berapa?" "Nah itu, Mas Bintang sudah tua, Bu. Jadi dia malu kalau mengaji bareng anak-anak sekolah seusia saya." "Oh, bilang aja, yang namanya belajar itu tidak perlu memikirkan rasa malu. Ingat pepatah malu bertanya sesat di jalan, bukan?" Lintang mengangguk patuh mendengarkan cerocosan nasehat dari gurunya untuk disampaikan Ardi. "Nah, belajar ilmu agama sangat penting untuk kebahagaian tidak hanya dunia tapi juga akhirat." "Saya sudah
Bab 39A Butuh Proses Sudah seminggu dari sejak pertama kali Ardi menyambangi pesantren diantar Lintang. Dia bertemu Pakde Arham panggilan yang biasa Lintang sebut. Semangat Ardi kian berkobar kala setiap hari mendapat kiriman pesan dari guru Lintang untuk bersemangat menimba ilmu dan tidak mudah putus asa. Entah angin datang dari mana seseorang yang belum pernah berjumpa hingga tertarik memberikan semangat pada orang lain untuk menjemput hidayah. Apa memang begitulah perangai orang baik. Ardi tidak terlalu menjadikannya sebagai beban. Dia ingat betul kata-kata terakhir perpisahannya dengan Laras yang intinya, jangan berubah karena manusia. Berubahlah karena alasan ada Allah yang selalu melihat kita. "Apakah dosa yang saya lakukan selama ini bisa termaafkan, Pakde?" tanya Ardi dengan wajah sendu. "Saya suka mabuk-mabukan, main perempuan yang bukan mahram, bahkan saya menyia-nyiakan istri yang begitu baik hingga mengusirnya dari rumah." Ucapan yang keluar dengan susah payah bagaika
"Van, kita harus bagaimana lagi ini? Robert dan Jessy semakin gencar mengambil alih kepemilikan perusahaan Ardi." "Tenang, Mel! Kita harus menghadapi masalah ini dengan kepala dingin. Mereka sudah berbuat licik, kita juga harus membalasnya dengan taktik. Kalau hanya sekedar menyerang balik, kita pasti tumbang." "Apa tidak sebaiknya kita minta Ardi ikut mengurus masalah ini, Van?" "Jangan dulu, Mel! Aku pikir belum tepat waktunya. Dia masih fokus mencari Laras. Nanti kalau urusan memberi perhitungan pada Robert dan Jessy tinggal selangkah, kita hubungi Ardi. Sebisa mungkin kita harus menemukan Laras untuk mengambil alih perusahaan. Dia masih tercatat istri Ardi, karena surat cerainya belum diurus. Aku harap mereka tidak akan berpisah." Revan benar-benar serius mengurus masalah perusahaan Ardi. Dia ingat betul, Ardi sahabat yang mengulurkan tangan pertama kali saat dia dalam kondisi kesusahan. Terlepas dari perangai buruk Ardi yang suka mabuk dan main wanita, Ardi sangat baik pada set
Bab 40A Sebuah MimpiLintang mengetuk pintu dan meneriakkan salam. Terdengar jawaban dari dalam.Begitu pintu dibuka, menampakkan sosok gadis berjilbab. Ardi berdiri mematung melihatnya."Maaf, Bu Anggi ada nggak Mbak?""Oh, kamu yang namanya Lintang?" Anak laki-laki yang wajahnya dipenuhi peluh di dahi akibat memboncengkan Ardi pun mengangguk."Ayo masuk! Ini siapa?""Itu Mas Bintang, Mbak.""Bintang." Ardi mengulurkan tangan menyalami Hana."Farhana, Mas. Biasa dipanggil Hana." Ardi mengangguk disertai seulas senyum."Hmm, mari masuk, Mas!""Bu Anggi mana, Mbak?""Bu Anggi mendadak harus ke kampus ada urusan terkait beasiswa gitu, Lin.""Wah Bu Anggi pinter ya kuliah dapat beasiswa," seru Lintang dengan ekspresi takjub, sementara Ardi melihatnya hanya mengulum senyum."Tentu, Lin. Kamu juga harus belajar rajin biar bisa sekolah tinggi, biar ayah ibumu ban
Bab 40B Sebuah Mimpi"Ya baju itu milik Laras. Dia benar-benar Laras. Ya Rabb, apa yang harus aku lakukan."Lagi, Ardi segera mengusap matanya yang mengembun."Lin, sudah beres? Ayo kita pulang! Mas lupa ada janji dengan Pakde Arham." Ardi buru-buru mengajak Lintang pulang. Walau sebenarnya itu hanya sebuah alasan untuk menghindari bertemu istrinya. Ardi belum siap dengan kondisi dirinya yang tak sempurna bertemu dengan Gita."Mbak Hana, kami pulang dulu, ya!""Ya, hati-hati, Lin, Mas!"Hana menatap heran dengan perubahan sikap Ardi. Namun dia baru saja bertemu sekali belum bisa mengenali lebih jauh tentang Ardi.*****Gita memilih duduk di selasar gedung pusat kampus setelah berjam-jam mengurus administrasi beasiswanya. Beruntung dia masih bisa mengejar waktu sebelum deadline yang diberikan. Semua berkat info dari sahabatnya Ela dan Toni. Keduanya selalu mengirimkan informasi yang ada di ka
Bab 41A Bertemu Denganmu "Mas, Mas Bintang. Kenapa Mas murung sepulang dari rumah Bu Anggi? Apa karena nggak jadi ketemu Bu Anggi?"Ardi bergeming, tak menghiraukan cerocosan Lintang. Anak laki-laki itu sudah mulai kesal karena ucapannya tidak digubris Ardi. "Lin, Mas mau ke rumah Pakde Arham dulu. Tolong pamitkan Simbok sama Pak Uwo," pinta Ardi pada Lintang yang wajahnya melongo melihat tingkah pria di depannya itu."Aneh, katanya libur ngajinya. Kok sekarang berubah, Mas Bintang mau ke rumah Pakde." Lintang hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memilih pergi ke kamarnya, Lintang mau mengerjakan PR supaya bisa jadi anak pintar dan mendapat beasiswa seperti gurunya."Assalamu'alaikum, Pakde.""Wa'alaikumsalam. Mas Bintang kenapa kemari, hari ini libur, bukan?" tanya Pakde Arham heran. Ardi menghela napas panjang untuk menetralkan hatinya yang sedang dilanda kegundahan."Pakde, saya mohon sarannya. Ternyata istri yang sedang saya cari keberadaannya sudah ketemu.""Benarkah? A