Bab 41B Bertemu Denganmu"Anggita," pekik Pak Raihan."Mbak Anggi kenapa, Mas." Hana terkejut mendapati kakaknya menggendong Gita yang tak sadarkan diri."Telpon Bu Bidan, Na!" Hana melihat kakaknya sangat panik pun turut gemetar."Baik, Mas."Gegas Hana ambil ponsel di kamarnya dan menelpon bu bidan untuk datang memeriksa."Anggita sakit apa, Bu?" Bu bidan yang ditanya tidak menampakkan wajah kawatir justru memberikan senyum sumringah."Selamat Pak Raihan sudah menjadi calon ayah. Tolong istrinya dijaga kesehatannya. Jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Ini saya berikan vitamin untuk satu bulan. Setiap bulan silakan dibawa periksa bidan atau dokter kandungan.Pak Raihan dan Hana hanya melongo dibuatnya."Kalau sudah tidak ada yang ditanyakan lagi, saya permisi.""Dia, kapan sadarnya, Bu?" celetuk Pak Raihan setelah buyar dari lamunannya."Beberapa menit
Esok harinya, Lintang berlari dari arah memarkir sepeda usangnya bersandar di pagar. "Mas Bintang, Mas. Kamu dimana?" "Ada apa, Lin?" "Mas Bintang mana Mbok?" Bi Irah yang sedang memasak ketela rebus diguncang-guncangkan lengannya. "Itu di kebun sama Pak Uwo." "Mas Bintang." Ardi melihat Lintang berhenti berlari dengan napas ngos-ngosan. Beberapa kali menarik napas panjang. "Kamu kenapa lari kayak dikejar setan gitu, Lin?" seru Ardi. "Bu Anggi, Mas." "Bu Anggi kenapa?" Jantung Ardi berdebar tak karuan, wajah Lintang menyiratkan kondisi istrinya sedang tidak baik-baik saja. "Hari ini bu Anggi nggak masuk ngajar, Mas. Denger-denger Bu Anggi kemarin sore pingsan di rumahnya." "Apa?" Bagai petir menyambar, Ardi tercengang mendengarnya. Pikiran buruk pun menghantuinya. Langit yang mulai menggelap seakan menjadi pertanda hal buruk yang akan dihadapinya. "Ayo, Lin, kita ke rumah Bu Anggi sekarang!" "Tapi, Mas. Ini sudah mendung gelap." "Hujan belum turun, Lin. Tidak ada hala
Bab 42A Belajar Ikhlas "Na, Lin, kenalkan ini Tuan Ardi." Lintang dan Hana memandang heran Gita dan Ardi secara bergantian. "Ras," seru Ardi tak terima istrinya menyebutnya tuan. "Mas Bintang ini majikan saya waktu di kota. Jadi, saya kuliah sambil kerja di rumahnya." "Oh," jawab keduanya serentak. "Kalau begitu saya pamit dulu ya Bu Anggi, mau ngerjain tugas di pesantren. Mas Bintang masih mau ngobrol dengan Bu Anggi, kan?" Hana pun tersenyum seakan sudah bersekongkol dengan Lintang untuk memberikan ruang ngobrol bagi dua insan yang membuat mereka menaruh curiga. "Ya, kamu kerjakan tugas dengan baik saja, Lin. Nanti Mas bisa balik sendiri kalau sudah selesai ngobrol dengan gurumu." Lintang memberi kode oke dengan dua jarinya. Gita menjadi salah tingkah saat Lintang pergi disusul Hana yang pamit ke kamar. Tak ingin sesuatu yang diharapkan terjadi di kamar karena mereka hanya berdua, Gita memilih turun dari ranjangnya. "Kamu mau kemana, Ras?" Ardi berusaha mencegah Gita, tet
Bab 42B Belajar Ikhlas"Maafkan aku, Mas!" Satu kalimat yang membuat Ardi terpaku, detak jantung pun turut berpacu. Seakan ada pertanda tak baik yang akan terjadi. Dadanya bergemuruh saat menatap sosok bergamis marun dengan jilbab instan motif floral itu menunduk seraya merekatkan dua jemari tangan di pangkuan."Maksudmu apa, Ras?""Kita tidak bisa bersama, Mas. Menjaga jarak lebih baik untuk hidup kita kedepannya. Mas kembalilah pada Nona Jessy, dia sangat membutuhkanmu di sisinya."Bagai dihantam palu, pun juga ditusuk ribuan jarum di dadanya. Sakit tak berdarah, Ardi tidak menyangka dibalik perlakuan manis istrinya tersimpan duri-duri halus yang siap ditancapkan didadanya. Nyeri begitu terasa, bola matanya pun kian berembun. Tenggorokan terasa tercekat. Ardi hanya mampu bergeming. Merasa tak tega telah menyakiti orang yang dikasihinya, Gita segera merapikan meja makan."Sebaiknya, Mas segera pulang! Tidak bai
Bab 43A Kisah Kita Selepas Magrib, hujan mulai reda. Lintang memberanikan diri pulang membelah jalanan yang lengang pun juga gelap. Hanya sinar lampu temaram yang memancar dari kejauhan rumah milik beberapa warga. Tok,tok. "Bu Anggi, Bu...." Lintang mengetuk beberapa kali rumah yang ditempati gurunya. "Lintang, kamu belum pulang?" seru Hana dari dalam rumah. Dia menoleh keluar sembari membenarkan cardigannya. "Mas Bintang masih di sini,Mbak?" "Hmm, enggak Lin. Mas Bintang sudah pulang," jawab Hana dengan perasaan sedikit bersalah. "Hah, sudah lama? Padahal tadi hujan petir, Mbak. Aku kawatir sampai tak sabar menunggu reda, lalu bergegas kemari." "Iya beberapa waktu yang lalu masih gerimis, coba kamu segera pulang Lin. Kasian Mas Bintang kalau jalan sendiri sampai ke rumah. Hana tak sampai hati mengatakan kalau Ardi pergi sejak tadi sesaat sebelum hujan turun dengan derasnya. "Baik, Mbak." Lintang segera memacu sepedanya untuk mengejar Ardi. Begitu Lintang berlalu, Hana memb
Bab 43B Kisah Kita*****Esok hari Pak Rahmat sopir Ardi sudah memakirkan mobil di depan halaman rumah Bi Irah. Semalam Ardi sudah berpikir matang menghubungi Pak Rahmat untuk menjemputnya."Bi, saya mau ke kota untuk beberapa hari. Bibi tidak perlu ikut, nikmati saja liburan di sini dulu. Tenang saja gaji Bi Irah tidak akan saya potong," pamit Ardi disertai kelakarnya."Tapi Tuan mau tinggal di mana dan dengan siapa?" tanya Bi Irah kawatir."Bibi tidak perlu kawatir, ada Revan di sana. Saya bisa tinggal di rumahnya."Bi Irah merasa tenang mendapat jawaban dari Ardi."Saya pamit ya, Bi, Pak." Ardi menyalami pasangan suami istri paruh baya itu layaknya orang tuanya."Lin, ayo masuk mobil!" ajak Ardi pada Lintang yang sudah mengenakan pakaian seragam.Mobil melaju ke sekolah Lintang dan tepat berhenti di samping gerbang. Lintang keluar dengan penuh semangat. Dia mera
Bab 44A Maafkan Aku Begitu masuk apartemen Jessy, Ardi disuguhi pemandangan yang tak mengenakkan. Ini jelas bukan kebiasaan Jessy, membiarkan ruangannya berantakan. Melangkahkan kaki menuju kamar, Ardi terbelalak sempurna melihat kondisi Jessy. "Jessy, apa yang kamu lakukan?" teriak Ardi. "Ar, kemana saja kamu? Ayo kita minum! Aku ingin bersenang-senang denganmu. Aku sudah pergi dari Robert. Pria s*alan itu sudah menipuku. Dia licik, Ar, kamu harus membalasnya untukku!" Jessy sudah meracau kesana kemari sembari menenggak minuman. Tampak botol miras berserakan di kamar, nakas, bahkan di ranjang pun juga. Ardi hanya menggelengkan kepala. Sefrustasi inikah Jessy pada Pak Robert, pikirnya. "Hentikan, Jess! Kamu bisa melukai bayimu. Tenanglah, aku akan menjaga kalian!" Mendengar ucapan Ardi, Jessy justru tertawa sumbang. Wajahnya sudah pucat pasi, pipinya sedikit tirus. Kecantikan pun tergerus pelan-pelan. "Buat apa kamu baik padaku, Ar? Aku sudah berbuat jahat padamu. Aku menghiana
Bab 44B Maafkan Aku"Kondisi ibunya kritis. Dia banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan juga obat-obatan. Sekarang kondisinya masih koma. Mohon keluarganya bersabar dan banyak berdoa!"Tubuh Ardi yang semula berdiri seketika luruh ke kursi dengan tongkat tergeletak di lantai tak dihiraukannya."Maafkan aku, Jess! Aku terlambat menolongmu. Aku hanya bisa mendoakan semoga Allah memberikan ampunan padamu." Ardi merasakan kesedihan yang luar biasa. Setelah penolakan Gita istrinya, kini Jessy teman dekatnya dalam keadaan koma. Setidaknya Ardi masih bersyukur Jessy tidak memberikan berkas rahasia perusahaan pada tangan yang salah. Jessy sudah kehilangan bayinya, entah nanti saat sadar apakah kondisi psikisnya akan baik-baik saja Ardi pun tidak tahu.Dua minggu berlalu, Revan berhasil menjalankan misinya atas perintah Ardi. Dia bekerja sama dengan kantor kepolisian berhasil meringkus Robert dan komplotannya."Mel, a