Bab 43B Kisah Kita
*****
Esok hari Pak Rahmat sopir Ardi sudah memakirkan mobil di depan halaman rumah Bi Irah. Semalam Ardi sudah berpikir matang menghubungi Pak Rahmat untuk menjemputnya.
"Bi, saya mau ke kota untuk beberapa hari. Bibi tidak perlu ikut, nikmati saja liburan di sini dulu. Tenang saja gaji Bi Irah tidak akan saya potong," pamit Ardi disertai kelakarnya.
"Tapi Tuan mau tinggal di mana dan dengan siapa?" tanya Bi Irah kawatir.
"Bibi tidak perlu kawatir, ada Revan di sana. Saya bisa tinggal di rumahnya."
Bi Irah merasa tenang mendapat jawaban dari Ardi.
"Saya pamit ya, Bi, Pak." Ardi menyalami pasangan suami istri paruh baya itu layaknya orang tuanya.
"Lin, ayo masuk mobil!" ajak Ardi pada Lintang yang sudah mengenakan pakaian seragam.
Mobil melaju ke sekolah Lintang dan tepat berhenti di samping gerbang. Lintang keluar dengan penuh semangat. Dia mera
Bab 44A Maafkan Aku Begitu masuk apartemen Jessy, Ardi disuguhi pemandangan yang tak mengenakkan. Ini jelas bukan kebiasaan Jessy, membiarkan ruangannya berantakan. Melangkahkan kaki menuju kamar, Ardi terbelalak sempurna melihat kondisi Jessy. "Jessy, apa yang kamu lakukan?" teriak Ardi. "Ar, kemana saja kamu? Ayo kita minum! Aku ingin bersenang-senang denganmu. Aku sudah pergi dari Robert. Pria s*alan itu sudah menipuku. Dia licik, Ar, kamu harus membalasnya untukku!" Jessy sudah meracau kesana kemari sembari menenggak minuman. Tampak botol miras berserakan di kamar, nakas, bahkan di ranjang pun juga. Ardi hanya menggelengkan kepala. Sefrustasi inikah Jessy pada Pak Robert, pikirnya. "Hentikan, Jess! Kamu bisa melukai bayimu. Tenanglah, aku akan menjaga kalian!" Mendengar ucapan Ardi, Jessy justru tertawa sumbang. Wajahnya sudah pucat pasi, pipinya sedikit tirus. Kecantikan pun tergerus pelan-pelan. "Buat apa kamu baik padaku, Ar? Aku sudah berbuat jahat padamu. Aku menghiana
Bab 44B Maafkan Aku"Kondisi ibunya kritis. Dia banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan juga obat-obatan. Sekarang kondisinya masih koma. Mohon keluarganya bersabar dan banyak berdoa!"Tubuh Ardi yang semula berdiri seketika luruh ke kursi dengan tongkat tergeletak di lantai tak dihiraukannya."Maafkan aku, Jess! Aku terlambat menolongmu. Aku hanya bisa mendoakan semoga Allah memberikan ampunan padamu." Ardi merasakan kesedihan yang luar biasa. Setelah penolakan Gita istrinya, kini Jessy teman dekatnya dalam keadaan koma. Setidaknya Ardi masih bersyukur Jessy tidak memberikan berkas rahasia perusahaan pada tangan yang salah. Jessy sudah kehilangan bayinya, entah nanti saat sadar apakah kondisi psikisnya akan baik-baik saja Ardi pun tidak tahu.Dua minggu berlalu, Revan berhasil menjalankan misinya atas perintah Ardi. Dia bekerja sama dengan kantor kepolisian berhasil meringkus Robert dan komplotannya."Mel, a
Bab 45A Izinkan Aku Bahagia Sebulan berlalu, Ardi menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Dia tidak ingin larut dalam kesedihan yang nyata. Pesan dari Pakde Arham untuk melakukan hal yang bermanfaat selalu diingatnya. Dia tidak ingin membuang waktu dalam hal yang sia-sia.Sejenak Ardi berkutat dengan setumpuk berkas di kantor ternyata bisa melupakan masalah yang menimpanya. Namun kerinduannya pada Gita tidak bisa dipungkiri. Semakin lama justru semakin menyiksa. "Ya Rabb, adakah kesempatan untukku bahagia bersama Laras istriku, juga anak yang dikandungnya? Izinkan aku bahagia kali ini." Doa yang tulus dipanjatkan Ardi di sujud panjangnya. Kini dia tidak pernah melewatkan waktu salatnya. Berharap doa yang dipanjatkannya mampu meluluhkan hati istrinya. Saking sibuknya dia mengerjakan pekerjaan kantor, dia lupa memperhatikan kesehatannya. Nafsu makan yang hilang membuatnya lupa untuk makan teratur. Badannya semakin terlihat kurus, rambut yang mulai panjang pun dibiarkan tanpa dipotong.
Bab 45B Izinkan Aku Bahagia "Van, bagaimana kondisi Ardi? Satpam bilang Ardi sakit parah." "Alhamdulillah sudah ditangani dokter, Mel." "Syukurlah." Melia ikut duduk di samping Revan. Dia melihat Revan meliukkan badan dan kepalanya ke kiri ke kanan. "Capek, ya?" ujar Melia yang diangguki Revan. "Sini aku pijit." "Sebentar saja mijitnya, aku mau pergi keluar dulu setelah ini. Tolong jaga Ardi dulu, Mel!" "Oke." ***** Sudah lewat sebulan sejak Gita mengusir suaminya, tak tampak lagi batang hidung kekasih hatinya itu. Bertanya pada Lintang, anak itu juga tidak tahu menahu. Katanya hanya pamit sebentar ke kota, tetapi yang terjadi justru sebulan lamanya tidak kembali. Hanya sekali Pak Rahmat sopirnya mengantarkan barang belanjaan untuk Bi Irah. Gita terkejut waktu mendatangi rumah Lintang ternyata dia cucu Bi Irah. Dia merasa senang bertemu kembali dengan asisten RT suaminya. Wanita paruh baya itu sudah dianggap seperti ibunya. Gita semakin menanggung rindu yang menyeruak di dada
Bab 46A Pulang "Mas Bintang." Gita terpaku di ambang pintu, menutupi mulutnya yang menganga. Dunianya seakan runtuh melihat kekasih halalnya tak berdaya. "Kenapa dengan Mas Bintang, Van?" Gita mendekat dan memeluk suaminya yang tertidur dengan selang infus melingkar di tangannya. "Maafkan aku, Mas!" "Kalau tidak keberatan, aku minta tolong kamu rawat Ardi, Ras. Hari ini aku melamar Melia, apa kamu tidak kasian dengan kami. Acaranya berantakan sejak aku mendengar Ardi mengunci diri di kamar. Satpam tidak bisa mendengar suaranya saat berteriak memanggil." Gita tercengang, dia semakin bersalah melihat kondisi suaminya. "Jadi, kalian sudah resmi lamaran?" "Belum, harusnya sekarang sudah selesai acaranya. Kamu mau kan tinggal di sini?" "Jangan tanya lagi, ini tanggung jawabku, Van. Tapi, nanti kalau Mas Bintang tahu aku di sini, dia pasti ma..." "Nggak, dia nggak mungkin marah sama kamu, Ras. Justru dia akan senang karena selama ini dia berusaha memantaskan diri untuk menjadi su
Di kamarnya, Ardi mengerjapkan mata, mencoba menggerakkan badan yang terasa lemah lunglai. Dia ternyata hanya mimpi tengah menemukan istrinya.Sejenak air mata pun tumpah dari sumbernya."Ya Rabb, setelah Engkau berikan aku kesempatan untuk memperbaiki diri. Izinkan aku berkumpul kembali dengan keluarga kecil hamba."Melihat ke nakas, ternyata sudah ada makan siang dan air mineral yang disiapkan."Alhamdulillah, setidaknya ada Revan dan Melia yang menyiapkan semuanya." Ardi sempat mendengar suara Revan dan Melia tadi pagi. Ardi menikmati makan siang dengan hambar. Mengingat kebahagiaan semu yang hadir dalam mimpinya. Dia tidak ingin berharap banyak istrinya mau kembali bersamanya. Namun doa tetap tak henti-hentinya dipanjatkan pada Allah. Selesai mengisi energi, Ardi mengambil tayamum dan menunaikan salat. Tak lupa berdoa untuk kesembuhan dirinya sehingga bisa segera beraktivitas kembali di perusahaan.Ardi kembali beristirahat
Bab 47A Bersamamu Ardi sedari tadi tidak berhenti tersenyum memandang Gita yang mukanya ditekuk. Pasalnya, tempe dan ayam goreng untuk pelengkap makan malam dengan capcay kuah telah menjadi arang. Semua gara-gara mereka berdua hanyut dalam melebur kerinduan."Ayolah, Ras, jangan cemberut lagi nanti cantiknya hilang, lho!""Ishh, Mas Bintang gimana, kita mau makan apa? Aku kan sudah menyiapkan menu spesial buat, Mas."Gita menggerutu dengan suara manja seperti anak kecil yang merengek minta es krim. Tawa Ardi pun meledak melihat istrinya baru kali ini manja di depannya."Kita pesan makanan online saja. Tunggu, ya!"Mereka berdua duduk di ranjang king size kamar Ardi. Sesaat hening tak ada yang bersuara. Ardi menatap dalam dan menyusuri manik mata Gita hingga sang empunya menjadi salah tingkah. "Ras, kamu mau kan tinggal di sini bersamaku? Kamu tidak akan mencari ayah lain untuk anak kita, kan?" Ardi berucap memelas seraya menyentuh perut Gita yang mulai membesar. Tangan Gita mengikut
Bab 47B Bersamamu "Sudah, jangan menggombal terus, Mas. Setiap Mas Bintang bilang kangen begitu perutku langsung terasa asa yang menendang." "Hah, serius? Maksudnya apa?" "Ini, ada gerakan menendang di dalam perut." Gita menghentikan makannya sejenak, lalu mengusap lembut perutnya. "Oh, itu tandanya dia kangen sama papanya. Gita hanya bisa menahan tawanya saat suaminya masih saja merayu. "Aku jadi kangen Lintang dan Hana, Mas. Aku kangen juga anak-anak di sana." "Padahal baru kemarin pisahnya, kan?" Gita mengangguk pelan. "Kapan-kapan kita main ke sana, Mas!" "Boleh. Kamu senang ya di sana? Bukan karena kangen pada Pak Dosen, kan?" ungkap Ardi penuh selidik. Ada setitik rasa cemburu saat mengingat dosennya Gita hingga dia tak mau menyebutkan namanya. "Apaan, sih. Hana menyukainya, Mas. Aku pikir mereka berdua harus tahu perasaan masing-masing sebelum terlambat. Ardi mengulum senyumnya, ternyata yang ada di pikirannya berbeda dengan Gita. "Kita doakan saja mereka!" "Ya, Mas