Jangan lupa tinggalkan komentar dan likenya ya. Nantikan kelanjutannya. Baca juga cerita TERJEBAK CINTA CEO DUDA. Makasih.
Bab 48A SyukuranMentari menelisik jendela kamar yang berkorden. Menyapa sepasang anak manusia yang masih terlelap karena saking nyamannya. Ardi merasa tidurnya paling nyaman kali ini."Mas, Mas Bintang bangun! Sudah siang, Mas. Aku belum masak buat sarapan." Gita mencoba memindahkan lengan berotot suaminya yang melingkar di pinggangnya. Selepas salat Subuh, keduanya berniat rebahan sambil menunggu fajar menyingsing merambat naik. Namun yang terjadi, justru Ardi tak henti-hentinya melepas kerinduan pada istrinya. Kini yang dibangunkan Gita hanya meliukkan tubuhnya ke kanan kiri sambil merentangkan kedua tangan di atas kepala."Jam berapa, Sayang?""Sudah siang, Mas. Katanya Mas mau diantar ke RS untuk memeriksakan kakinya. Mas Bintang sudah janji mau melanjutkan terapi lagi, kan?"Gita sedikit memasang muka garang supaya suaminya mau patuh menjalani terapi kakinya yang kena musibah kecelakaan."Iy
"Alhamdulillah, kami mulai saling memahami dan membutuhkan satu sama lain. Bahkan sudah ada cucu yang akan hadir di tengah-tengah keluarga besar.""Apa? Yang benar, Nak Bintang, Gita?" Kedua orang tua Ardi maupun Gita saling melempar pandang, kaget. Ternyata mereka berdua ingin memberi kejutan pada kedua pasang orang tua itu.Gita mengangguk seraya tersipu malu. Senyum pun merekah di bibir orang tua maupun mertuanya. Semalam Gita dan Ardi sudah sepakat untuk merahasiakan kisah pertemuan mereka. Biarlah keluarga besar mereka mengetahui hal bahagia saja tanpa merasakan kepahitan yang menimpanya. Mereka sebentar lagi juga mempersiapkan diri sebagai orang tua. Sama halnya yang dirasakan kedua orang tua mereka, pastilah ingin anak-anaknya bahagia.Acara pengajian berlangsung khidmat setelah salat Isya. Pakde Arham memberikan tausiyah pentingnya istiqomah dalam berhijrah. Ardi merasa tersentil hatinya. Selama ini dia melupakan Tuhannya, hidup dalam kesenangan dunia, b
"Tapi nggak gitu juga kali, Ras. Kalau mendadak pas aku nggak bisa menemani trus kamu kerasa mau melahirkan gimana?" "Mas suka berprasangka buruk, sih." "Bukan prasangka, Ras. Mas lebih ke jadi suami siaga aja," ujar Ardi dengan senyum tersungging di bibirnya. Ucapannya seakan berbangga diri siap menjadi suami siaga. "Ough. Mas Bintang, perutku..." "Kenapa, Ras?" "Perutku mulas, Mas." Gita meringis seraya memegangi perutnya. Dia mencoba mengusap lembut untuk mengurangi kontraksi yang tiba-tiba datang tak menentu. "Kamu salah makan apa tadi sarapan?" tanya Ardi penuh selidik. "Astaga, ini mulas mau melahirkan kayaknya, Mas. Bukan salah makan." Ardi tergelak dengan ucapan konyolnya barusan. Katanya mau jadi suami siaga, eh tak tahunya istri kontraksi dikira mulas salah makan. Menyadari dirinya masih awam menjadi suami siaga, Ardi segera membawa Gita menuju RS ibu dan anak. Sesampainya di lobby RS, beberapa pasang mata memberikan perhatian pada keduanya. Ada yang berbisik salut, a
Bab 49A Bahagia Dua tahun berlalu, seiring perkembangan putranya, Ardi dan Gita belajar dari orang tua mereka dalam mendidik Sakha. Tak lupa ilmu parenting pun dipelajari berdua. Meskipun tak jarang keduanya justru berdebat dengan apa yang dipelajari dibanding realita yang terjadi di lapangan. Sakha bagai objek kelinci percobaan mereka berdua. Namun, Ardi dan Gita sangat bersyukur bekal ilmu agama dan ilmu pengetahuan dari sekolahnya dulu masih terekam di memori. "Bi, tolong jagain Sakha dulu! Umi mau nyiapin buat ujian Skripsi, besok." "Siap, Mi!" Gita tak sungkan meminta bantuan suaminya menjaga sang putra, karena di akhir kuliahnya dia harus ujian skripsi untuk mendapatkan gelar sarjananya. Dia tertinggal satu semester dari waktu yang ditargetkan karena harus cuti melahirkan. "Ayo, Sakha, main sama Abi!" Sakha tak mengindahkan ucapan Ardi. Dia sibuk bermain dengan kertas dan pensil yang biasa digunakan Ardi untuk membuat sketsa. Ardi berpikir putranya mungkin memiliki hobi seper
BAB 49B ***** Tidak sampai satu bulan revisi skripsi Gita selesai. Dia dibantu suaminya, mengingat Gita sudah sibuk mengurus Sakha dan rumah tangga. Ardi masih bisa membantu mengetik dan mencetak berkas. Hari ini hari bahagia Gita di wisuda. Orang tua, adiknya, dan mertua pun datang menghadiri. "Om, ponakannya kok satunya lucu dan kakaknya cantik banget. Boleh dikenalin ke saya, nggak?" Ardi melongo tak percaya. Bisa-bisanya laki-laki sepantaran Gita entah mahasiswa atau kerabat yang datang wisuda mengucapkan kalimat yang menyesakkan. Dia anggap Ardi Omnya Sakha dan Gita, padahal wajahnya menurutnya masih tampan malah kelihatan menawan pikirnya. "Kamu kenapa mukanya ditekuk sih, Mas?" seru Gita tak terima suaminya nggak merelakan senyum saat mau foto keluarga memakai toganya. "Masak temanmu atau siapa itu tadi, mengira Sakha dan kamu ponakanku. Dia pikir aku sudah setua om om." Gita tak hentinya menahan tawa. Ingin terbahak takut dosa mentertawakan suami sendiri. Usia suami meman
Bab 49C "Tapi Abi kok murung? Umi mana?" "Umi baru ke kamar mandi, Kha. Abi hanya..., hmm Sakha malu nggak punya Abi yang cacat?" Ardi menahan diri untuk tidak melelehkan air matanya. "Abi bicara apa, sih? Sakha bangga sama Abi, juga Umi. Terima kasih ya, Bi, sudah mendidik Sakha." "Eh, Sakha hebat lho tadi. Ini kenapa Abi menangis?" Ardi membuang muka malu dilihat istrinya. "Ini, Mi. Abi terharu melihat Sakha di panggung. Eh tapi mata Umi juga merah, kenapa, Mi?" "Umimu habis menangis mendengar bacaanmu, Kha," bisik Ardi di telinga Sakha. Sontak saja Sakha tertawa mendengar abi dan uminya terharu sampai menangis. "Awas ya, Sakha malah menertawakan abi dan umi." Keduanya justru berlari kecil di sepanjang koridor sekolah mengejar Sakha yang sudah tak tahan meledakkan tawanya. Haru dan bahagia terlihat dari keluarga kecil Anggita Larasati dan Bintang Lazuardi yang melahirkan buah hati bernama Sakha. "Aduh, Mas. Perutku mulas." Gita yang hamil besar tampak kesusahan berjalan.
Sekian purnama berlalu, hingga tahun pun berganti windu. Gita dan Ardi melewati pernikahannya yang penuh liku dengan secercah pelangi kebahagiaan. Ia dengan telaten mendidik anak-anaknya---Sakha dan Arga menjadi anak yang sholeh dan berbakti pada kedua orang tuanya. Semakin beranjak dewasa, Sakha dan Arga memanggil keduanya dengan sebutan mama papa. Gita dan Ardi pun tidak mempermasalahkannya. Kedua putrannya pun tidak protes saat Ardi harus pindah kota karena ada proyek besar melanjutkan bisnis ayahnya. Ya, saat ini Gita dan Ardi beserta dua putranya yang telah beranjak dewasa, menginjak usia 27tahun dan 24tahun tinggal di ibukota. Bahkan Sakha sudah bekerja mapan di sebuah perusahaan cabang milik ayahnya. Sementara itu, Arga belum lama menyelesaikan kuliah kini bekerja di kantor papanya yang bergerak di bidang pelatihan IT. Ardi masih bekerja di bidang konsultan arsitek sekaligus membangun bisnis pelatihan IT. "Pa, sepertinya rumah ini semakin hari semakin sepi," protes Gita pada
Seminggu sebelum pernikahan siri, Sakha sedang mendapat tugas meninjau lokasi pembanguan cabang baru perusahaan papanya di daerah Sukabumi. Terhitung sudah dua bulan Sakha bolak-balik berkunjung. Kadang long weekend, ia menginap sekalian jalan-jalan untuk menyegarkan otaknya. Sampai suatu hari ia pun dekat dengan seorang gadis sederhana bernama Ratih Kumala. Gadis itu jualan camilan dengan berkeliling kompleks sekitar lokasi yang ditinjau Sakha. "Halo, Pa." Sakha mengangkat telepon yang bergetar. Dari seberang suara papanya sudah menyapa lebih dulu setelah saling mengucap salam. "Kha, ada om Revan sama tante Melly silaturahim ke rumah." "Terus?" Suara Sakha sedikit mendesah. Ia sudah menaruh curiga papanya pasti bersekongkol dengan sang mama untuk menjodohkannya dengan anak Revan dan Melly. "Ya, papa mau kamu pulang minggu ini." "Maaf, Pa. Sakha belum selesai melakukan seleksi lokasinya." "Tidak masalah. Biar aspri papa yang mengurusnya. Kamu yang penting pulang, oke!" "B
Bab 137 EndingSakha sudah seperti buka puasa. Sekian purnama tidak menyentuh istrinya, kerinduan pun berada di puncaknya. "Wajah Mas masih sakit, ini. Aku obatin, ya?""Nggak perlu, Rahma. Aku butuh obat rindu.""Mas!"Rahma sudah tidak bisa mengelak, ia pun merasakan rindu yang menggebu. Keduanya melewati malam panjang ditemani rembulan yang sinarnya menyusup dari celah gorden. Sentuhan lembut Sakha menyapa Rahma membuat hati wanita itu mengembang. Seulas senyum terukir di bibir merahnya."Tenang, Nak, Abi mau mengunjungimu."Sakha memperlakukan istrinya dengan lembut walau di dalam sana sudah menahan gair*h yang memuncak. Ia tidak ingin membuat trauma istrinya yang sedang hamil besar.Satu jam berbagi peluh membuat keduanya kelelahan. Sakha memberikan kecupan hangat di kening Rahma. Hingga wanita itu memejamkan mata menikmati ketulusan suaminya."Terima kasih, Sayang.""Terima kasih juga, Mas."Waktu kian berlalu, detik tergerus oleh menit hingga menit berganti menjadi jam. Purnama
Bab 136 Rindu "Percuma, Arga. Kakakmu dari dulu sudah begitu," imbuh Pak Ardi ketus."Ya Allah, Pa, Arga. Ini salah paham," lirih Sakha yang merasakan tubuhnya sudah lunglai."Apa?! Astaghfirullah, ini pasti salah paham.""Pa, Arga, tunggu!" teriakan Sakha tidak digubris dua lelaki beda generasi itu. Pak Ardi dan Arga sudah masuk mobil meninggalkan kediaman untuk menemui Rahma yang terbaring di rumah sakit."Astaga, Mas Sakha kenapa?" Dari dalam rumah keluar satpam yang sedari tadi dicari Sakha."Bapak kemana saja? Muka saya sudah babak belur kayak maling, nih," dengkus Sakha sambil menahan nyeri akbitan tamparan papanya dan juga pukulan Sakha."Ayo, Pak. Kita ke dalam dulu. Bi, Bibi. Tolong ambilkan air kompres untuk Pak Sakha!" "Hah, Mas Sakha kenapa?""Jangan banyak omong, cepat ambilkan."Bibi ART pun mengangguk. Gegas ia ke dapur mengambil air kompres."Maaf, Mas. Tadi saya membereskan kamar Mbak Rahma sama bibi." Satpam mengucap dengan sedikit takut membuat Sakha penasaran."Me
Bab 135 PulangPenerbangan Padang-Jakarta akhirnya pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta. Sakha memang sengaja belum mengabari orang rumah tepat hari apa pulangnya. Ia harus menyiapkan keperluan Cantika dan neneknya di rumah sakit ternama di Jakarta. Setelahnya, Toni yang akan menemani Cantika untuk proses operasi mata neneknya."Pak Toni tolong Cantika ditemani sampai keperluannya tidak kurang satupun," ucao Sakha sambil menyenderkan punggung di sofa tunggu bandara. Mereka masih menunggu bagasi."Siap, Pak. Oya, Pak Sakha yakin tidak perlu ditemani pulang sampau rumah terlebih dulu?" tanya Toni basa-basi."Ckkk, bukankah Pak Toni senang langsung bisa menemani Cantika?" Sakha justru balik bertanya membuat Toni terkesiap."Nanti kalau Cantika bingung di kota ini, Pak Toni yang repot, kan? Gadis itu nggak ada duanya,"ucap Sakha terkekeh."Dia gadis yang pintar, Pak. Nggak mungkin nyasar di kota ini," balas Toni sambil tersenyum."Pak Toni nggak takut Cantika nyasar, tapi takut dia k
Bab 134 Tuntas"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Sakha."Seorang pimpinan petugas kepolisian menjabat tangan serta mengucap terima kasih pada Sakha di ruang kerjanya. Sebab Sakha telah membantu petugas kepolisian untuk menegakkan keadilan. Tuntas sudah tugas Sakha di kota ini."Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak. Saya harus menemui warga untuk m3nyampaikan hak-haknya,"ucap Sakha yang diangguki petugas. Sakha kembali menaiki mobilnya yang disopiri Toni menuju kediaman Pak Cokro. Di rumah orang terhormat di kampungnya itu telah berkumpul banyak warga. Ada juga karyawan Sakha yang sudah lebih dulu sampai di sana. Sementara itu, Cantika absen karena harus menemani neneknya melakukan diagnosis oleh dokter di rumah sakit."Kita sudah sampai, Pak." Toni menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul Sakha dangat kelelahan beberapa hari terakhir. Sebab anak bosnya itu kejar target melumpuhkan musuh ayahnya. Beruntung Cantika bisa diajak kerja sama, pun Pak Cokro dengan senang hati mem
Bab 133 Tertangkap TanganSenja menampakkan warna jingga yang indah di cakrawala. Cantika segera pulang ke rumahnya karena sang nenek pasti lama menunggu. Seharusnya, ia pulang siang hari, tetapi demi membantu pihak keamanan untuk menggrebek Robert, kepulangannya molor."Nek, nek." Cantika mendapati neneknya tiduran di kamar. Gadis itu mendekat lalu mengusap lembut wajah sang nenek. Setitik bulir bening menetes membasahi pipi mulusnya. wanita ini telah merawatnya sejak kecil. Cantika yatim piatu, entah di mana orang tuanya kini iapun tidak tahu. Kata Sang nenek orang tuanya telah meninggal. Tapi sunggu misterius baginya."Ika. Kamu sudah pulang?""Iya, Nek. Ika mau siapin baju buat kita ke rumah sakit. Nenek akan diobati dokter di sana biar bisa melihat lagi."Ucapan Cantika tersendat karena isakan kecil menyusul."Bukannya tadi siang kamu sudah pulang?""Hah, enggak. Ika barusan pulang dari bekerja."Cantika sedikit heran, apa ada yang datang ke rumah. Kenapa neneknya merasa ia sudah
Bab 132 Mencuri barangSakha merencanakan strategi untuk menangkap Robert beserta anak buahnya. Dia telah mengumpulkan bukti-bukti dibantu oleh Pak Cokro dan Cantika. Bekerja sama dengan pihak berwajib, Sakha ingin pekerjaan di proyek pembangunan jalan tol berjalan lancar. Ia ingin segera pulang sebelum istrinya melahirkan. Janji di awal hanya pergi satu dua bulan. Hingga kini kehamilan Rahma terhitung masuk trimester tiga.Semalam ia menelpon istrinya."Sayang, maafkan aku baru sempat menelpon. Pekerjaan di sini sungguh menyita waktu. Sinyal juga susah karena lokasi di tengah hutan.""Ia Mas. Aku tahu, yang penting kamu sehat dan baik-baik saja di sana. Aku percaya Mas melakukan kerja keras di sana. Ada Pak Toni yang menemani, aku pun lega.""Iya, Sayang. Selesai proyek di sini, aku segera kembali ke Jakarta. Doakan tidak sampai melewatkan kelahiran anak kita, ya.""Iya, Mas.""Jam segini kok belum tidur, Sayang?""Hmm, akhir-akhir ini aku susah tidur, Mas. Nggak tahu, pikiran selalu
Bab 131 TipuanHari berganti hari hingga menjadi minggu, Cantika berperan dengan tipuannya sebagai wanita penggoda Sakha. Dia bersikap manja saat bersama laki-laki itu. Sesekali meluncurkan rayuan saat di depan Robert. Toni sampai harus menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat aksi mesra keduanya. Akting Sakha dan Cantika layak diberi apresiasi seperti bintang sinetron"Gimana, Sayang. Kita ambil saja proyek dengan Pak Robert. Track recordnya sudah tidak diragukan lagi. Bagi hasil keuntungannya juga besar. Ayolah, nanti setelah proyek selesai, kita bisa liburan ke pulau yang indah berdua," ungkap Cantika dengan gaya centilnya.Robert yang melihat dari balik meja kerjanya tersenyum menyeringai. Dia memang memerintahkan Cantika untuk merayu Sakha supaya bisa diajak kerja sama. Dengan nama perusahan Sakha, kerja ilegal Robert bisa disamarkan."Baiklah, saya perlu membaca surat kerjasamanya terlebih dulu Pak Robert. Paling lama tiga hari, saya akan memberi kabar hasilnya.""Jangan lam
Bab 130 SepakatSetengah jam, Sakha dan Toni duduk di luar kamar yang dimasuki Cantika dan wanita yang sudah renta tadi. "Pak, gimana? Kenapa gadis itu belum keluar juga?"Sakha hanya mengedikkan bahu. Ia lalu beranjak dari duduk dan mendekati kamar. Berhenti sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka. Tampak di sana Cantika sedang membenarkan posisi yang nyaman untuk wanita tua tadi."Nek, istirahat saja. Ika baik-baik saja, kok.""Jadi gadis itu biasa dipanggil Ika. Pantas tidak ada yang kenal Cantika."Sakha mengembuskan napasnya kasar. Ia baru sadar kalau Cantika bekerja untuk menghidupi wanita tua yang pantas jadi neneknya itu.Beberapa menit kemudian, Cantika sudah turun dari ranjang dan berniat keluar. Sakha segera kembali ke kursi duduk bersama Toni."Gimana, Pak?" tanya Toni penasaran.Sakha hanya memajukan dagu ke arah pintu kamar di mana Cantika keluar dari sana."Kenapa kalian masih ada di sini? Sana pergi, jangan ganggu aku!"Cantika melenggang masuk ke sebuah ruangan ke
Bab 129B Ancaman"Berhenti! Atau kalian babak belur keluar dari sini.""Ups, sial. Gadis ini kuat juga, Bos.""Awas!" pekik Sakha saat bogeman Cantika mengenai Rahang kiri Toni.Tidak keras tetapi mampu membuat nyeri di pipi Toni."Astaga, perempuan ini ganas sekali."Sakha jengkel sekaligus menahan tawa. Bisa-bisanya ia dan Toni dikalahkan perempuan."Oke,oke. Kami mundur. Sekarang katakan. Apa tujuanmu berbuat licik padaku, hah?"Sakha mencoba bernegosiasi. Ia tidak ingin salah melangkah dan akhirnya usahanya membela hak warga gagal."Aku jelas butuh uang. Jadi kalian pergi saja. Karena kedatangan kalian ke sini hanya akan membuat masalah bagiku.""Oke, berapa uang yang kamu butuhkan? Aku bisa mencukupi lebih banyak dari yang diberikan Robert. Kamu tahu dia bukan siapa-siapa. Dia mantan napi karena sudah menipu ayahku. Sekarang katakan butuh uang berapa kamu? 100juta, 200juta, setengah milyar?"Cantika terkesiap mendengar uang yang besarnya menggoda."Pak. Jangan gila! Pak Ardi tidak