Selamat membaca.Perjalanan yang cukup panjang dan menyenangkan, Luke tak pernah merasa sedamai ini saat melihat Sania tidur dengan lelap di dekatnya tanpa rasa curiga.Ia mencuri-curi pandang, meski kepala Luke agak pusing. Tapi entah mengapa, saat melihat Sania. Rasa pusing itu menghilang dengan sendirinya."Obat terbaikku, Saniaku."***Lama perjalanan, Luke dan Sania akhirnya sampai. Ia tak tega membangunkan Sania, jadi ia mengendong Sania—tapi yang membuat Luke bingung adalah Sania yang tak terganggu dengan sentuhannya.Padahal biasanya Sania akan langsung bangun jika ada yang menyentuh tubuhnya, Luke pikir ini hanyalah candaan Sania yang percaya padanya.Nael dan Darrel menunggu keadaan cemas, setelah mendengar suara mobil yang memasuki halaman. Mereka buru-buru keluar dari sana."Sania?" bingung mereka saat melihat Luke yang mengendong Sania, tapi saat melihat senyuman Luke. Mereka tahu kalau Sania hanya tidur.Ekhem, Nael menatap Darrel dengan tatapan mengejek. Pasalnya Darrel
Selamat membaca.Esok harinya.Di rumah Luke, keluarga inti berkumpul. Hugo juga hadir, dan mereka sedang membicarakan hal yang serius."Meski pengedarnya sudah tertangkap, tapi otak dari semua ini belum terungkap. Dan sekarang, pemerintah terkait melarang penjualan es dalam bentuk apapun. Sampai waktu yang tidak ditentukan." jelas sang kakek, sembari membaca dan meneliti kertas putih berisi data terkait. "Kami memanggilmu, karena ini ada hubungannya dengan Sania."Semua mata kini tertuju pada Sania yang sedang duduk di samping Luke, dia terlihat baik-baik saja. Tersenyum seolah tak ada masalah yang terjadi."Sania."Panggilan Luke, membuat tatapan buram Sania dengan segala pemikirannya itu buyar. Ia segera menatap Luke yang memanggilnya, mengkhayal bukan berarti ia tak mendengarkan.Sania tersenyum mengerti. Ia kini menatap sang kakek. "Kenapa terlalu banyak berpikir? Jelas targetnya adalah aku." ucap Sania.Dia tidak bercanda. Tapi semua terdiam menatapnya, kecuali Luke Conan. "Men
Selamat membaca.Sania tersenyum bahagia, dan itu menjadi hari yang membahagiakan lainnya bagi Luke. Karena teriakan yang bergema nyatanya tak mampu membuat Luke marah pada Sania.Sadar akan teriakannya yang mungkin merusak telinga Luke, Sania menghentikan teriakannya. Menelan salivanya kasar, namun Luke malah terus tersenyum padanya."Apa kau sangat-sangat menyukaiku?" tanya Sania, setelah melakukan 10 kali putaran menuju maut.Tapi ekspresi Luke seolah baik-baik saja—yang jika mereka harus mati, maka mereka akan mati bersama, Luke siap melakukan itua asalkan Sania tetap berada disisinya."LUKE!""HM?""Kau tidak menjawab pertanyananku, apa kau tidak mencintaiku lagi?"Lucu ya, mendengar desakan manja penuh sakit hati yang keluar dari bibir Sania untuk seorang pria jahat seperti Luke. Tapi Luke menyukainya. "Aku mencintaimu.""Alasannya?""Karena kamu tidak mencintaiku."Apa, Luke tahu apa yang ia pikirkan. "Begitu ya? Sepertinya Suamiku tipe orang, yang akan mengejar sesuatu yang ti
Selamat membaca.Hari berlalu begitu saja seperti angin, meninggalkan kenangan lama yang penuh luka yang indah. Akhirnya, hari baru telah tiba.Seorang wanita dengan pakaian serba hitam tampak sedang berdiri di tengah pemakaman, menatap batu nisan dengan nama makam kandungnya dengan samar."Apakah benar kamu adalah ibuku?" Sania mencoba berkomunikasi, tapi sayangnya tak ada jawaban sama sekali. Itu karena Sania bukanlah anak indigo yang bisa berbicara dengan hantu. "Hm, sepertinya bukan ibuku. Jadi dimana ibuku?" ucapnya sembari mendonggakan kepalanya, menatap pemakaman yang luas.Mencari sosok ibunya asli, ibu yang selalu datang dan berbicara dalam mimpinya. Berjalan random ke semua pemakaman seperti orang gila yang telah kehilangan kewarasaannya.Namun Damai, Sania terhanyut oleh ketenangan tanpa adanya sosok Luke Conan di sampingnya.Yap dia di bebaskan.Dan karena hal itu, pria yang sedari tadi menatap Sania dari kejauhan. Akhirnya memberanikan diri untuk melangkah mendekati Sania
Selamat membaca.Dor!Suara tembakan itu membuat semua orang yang berkeliaran di tengah malam yang penuh dengan lampu kelap-kelip, dari berbagai bentuk dan ukuran. Langsung tiarap, berhamburan, berlari mencari tempat persembunyian."Apa yang…"DOR!Sania tidak yakin apakah ini hanyalah perasaannya saja, atau memang tempakan itu di arahkan padanya."Itu tidak mungkin, aku sudah menjauh dari Luke maka dari itu!"Dor!Deg! Mata Sania melebar, saat kakinya di tembak oleh sesuatu. "Ya, ternyata memang peluru yang tertuju padaku. TAPI KENAPA HARUS AKU!" teriaknya, ikut berhamburan mencari tempat yang aman.Sementara sang sniper di buat bingung karena tak melihat tanda-tanda dari tadi targetnya. "Dimana dia?"Ternyata Sania dengan pintarnya masuk ke bus umum untuk berlindung dan mengelabui si penembak yang entah siapa.Dalam bus, Sania berpikir. "Serangan itu tidak dimaksudkan untuk membunuh, tapi menakuti." pikirnya, mencoba mencari pola dan tujuan dari aksi orang tak ada dalam pikirannya s
Selamat membaca.PERHATIAN! Bab ini mungkin mengandung muatan provokasi. Mohon bijak dalam membacanya!"Aku tidak pernah memimpikan pelarian dan pengejaran tanpa akhir, karena aku juga manusia. Aku bisa merasa lelah, mau sekuat apapun, sekaya apapun, aku tetaplah manusia. Dan yang ku lakukan saat ini bukanlah menghindari kematian, melainkan hanya menundanya." ucap Sania membatin sembari melihat ke arah kaca gantung yang sudah retak dan berdebu.Dalam kegelapan dan kesesakan, dia bersembunyi di balik sofa tua berbau, tanpa memperdulikan luka yang ia dapat akibat pelariannya. Sania menatap lukanya sembari menghembuskan nafasnya kasar. "Tidak apa-apa Sania, kau pasti bisa, kalau pun infeksi, aku tidak akan mati, ya, tidak akan mati." Mata Sania menajam. Menatap bayangan pria dengan belati ditangannya, sedang mencarinya. "Hanya akan terluka." sambungnya.Wush!Dengan tekat kuat, Sania bangkit. Ia memutuskan untuk menampakan dirinya yang compang camping, dengan tatapan berani. Sementara t
Selamat membaca.Perusahaan Nagatama. Luke yang lembur di kantornya, malah ketiduran. Dan bermimpi aneh, namun ia menyukai mimpi itu.Itu sebabnya senyuman sinis yang tidak ditunjukan kepada siapapun itu, membuat Nael menghembuskan nafasnya kasar. Tahu betul apa yang sedang pikirkan oleh bosnya saat ini."Tuan, ini daftar kandidat yang akan bekerja sebagai sekertaris Anda nanti…," "Nael, aku bermimpi tentang sesuatu yang membingungkan."Nael mengerutkan keningnya bingung. Ayolah, bekerja dengan Luke Conan tanpa adanya Sania disisinya. Seperti bekerja dengan orang yang tidak waras—bedanya, jika salah sedikit saja. Mungkin kepala Nael sudah putus sekarang."Ada apa?" tanya Nael."Ada Sania di mimpiku, dia terluka sangat parah, dia berdarah, dia menangis.""Oh, Anda bermimpi buruk?"Luke mengelengkan kepalanya. "Tidak, dia datang kepadaku, dia kembali dengan sendirinya. Bukankah itu adalah mimpi indah Nael?" tanya Luke balik.Oke. Sekarang Luke tampak mengerikan—lagi pula, mana ada mimp
Selamat membaca.Luke keluar sembari memperbaiki kerah bajunya yang berantakan. Barulah saat itu, dia membiarkan sang kakek masuk.Agak berantakan, tapi sang kakek mencoba untuk bertanya. Di bandingkan dengan itu, pria lanjut umur itu lebih penasaran dengan kehadiran seorang wanita yang saat ini sedang duduk di samping Luke yang begitu posesif. Gadis kecil seperti merpati itu terlihat baik-baik saja dengan kehadiran Luke Conan.Dia menyipitkan matanya, menahan rasa ingin bertanya karena Luke pasti tidak akan pernah sepemikiran dengan otaknya yang sudah tua.Pria tua itu meneguk teh yang di sajikan pelan, sembari menatap wanita di samping Luke. "Bagaimana sebenarnya kau mengurus apa yang akan ku tinggalkan untukmu Luke?" tanyanya langsung pada permasalahan, juga alasan mengapa ia ada di tempat ini.Luke melirik sang kakek dengan tatapan datar. Tak ada tertarik-tariknya sama sekali. "Aku hanya sedang menunggu seseorang." jawab Luke.Sang kakek langsung menatap Sania. sudah jelas orang y