Selamat membaca.Deg!Terkejut saat Sania menganggapnya hanya sebatas partner kerja. Dan lagi. "Apa kau tidak hamil?" entahlah, Luke merasa kecewa padahal ia yakin kalau malam itu ia meniduri Sania tanpa sadar. Dan tak sengaja melakukan kontak fisik, bahkan suara indah Sania masih dengan jelas diingatan-nya. "Sania, Jawab?""Em. Aku tidak hamil. Karena jelas-jelas itu akan berbahaya.""Untunglah." Luke menyembunyikan kekecewaannya dibalik kelegaannya, mungkin itu semacam karma dipikirnya. Karena mencoba menjadikan Sania selamanya menjadi miliknya, tapi ia egois. Sampai lupa kalau Sania harus memiliki kehidupannya sendiri. Dia masih muda, pintar dan menjeratnya selamanya dalam keluarga Luke yang sedikit gila. Luke tidak sanggup melakukan hal itu.Dia—Luke, masih memiliki sedikit alasan untuk memaksa Sania tetap berada disisinya."Akan ada pertemuan keluarga, mungkin aku tidak akan pulang malam ini dan akan menginap sampai esok. Kau, tidak masalah tinggal sendirian disini?""Kenapa kau
Selamat membaca.BRAK!PRANGGG! Suara mobil berdecit membulatkan pandangan Luke."Sania!"Refleks Luke menghentikan mobilnya, langkahnya dengan cepat berlari ke arah Sania yang mengalami kecelakaan tepat di depan minimarket.Orang-orang berkumpul, namun mereka malah membantu pria bermotor yang ditabrak Sania."KALIAN BUTA?" Sania terkejut saat melihat Luke. "Hei tenanglah, aku baik-baik saja." Luke mengernyitkan keningnya. Membantu Sania yang malah tersenyum padanya. Lalu seorang kasir tiba-tiba saja menghampiri. "Terima kasih, kamu baik-baik saja?" tanya sang kasir cemas. Sania lantas menganggukan kepalanya sebagai jawaban.Karena kejadian itu, Luke melarang keras Sania mengendarai motornya dan harus pulang bersama dengannya."Pria yang baik." puji Sania. Sembari melihat Luke yang mau repot-repot membeli beberapa plester untuk luka kecil di siku dan lututnya.Tapi saat pria itu keluar dari toko, wajah pria yang tidak lain adalah Luke itu terlihat marah."Ada apa?" Jangan-jangan i
Selamat membaca.Deg!Deg!Deg!Deg!Jantung Sania berdebar dengan sangat hebatnya, saat sebuah mobil di depannya menabrak mereka berdua.Darah mengenang di jalanan."Sadarlah Sania? Apa yang kau pikirkan?"Panggilan itu menyadarkan Sania dari lamunannya, tentang kecelakaan yang belum terjadi. Bingung Sania melihat dan meraba-raba tubuhnya sendiri.Lalu kedua tangannya menyentuh wajahnya sendiri."Aku masih hidup.""Memangnya kenapa kalau sudah mati?"Ternyata hanya imajinasi Sania."Tidak, aku belum menikah sungguhan, belum punya anak, dan punya banyak harta. A—aku bahkan belum menulis surat wasiat dan bertemu dengan keluargaku." Regek Sania. Meracau tak jelas.Luke malah terkekeh dengan apa yang baru saja ia dengar, pasalnya mereka baik-baik saja. Dan berada tepat di belakang garis aman, menunggu kereta lewat—apa Sania sedang memikirkan hal yang buruk.Tapi seketika tawa Luke berhenti sebab. "Bisa-bisanya kau berpikiran buruk seperti itu! Bagaimana kalau hal itu benar-benar terjadi?
Selamat membaca.Demi keselamatan Sania, Luke menghukum Salsabila. Dan membuat dua orang itu tak bisa saling bertemu dan Sania setuju, namun akibatnya. Sania marah padanya.Luke mendengus karena Sania terus-terusan berada di kamarnya."Kau pikir apa yang ku lakukan?" tanya Luke, Sania memandang singkat ke arah pria yang baru saja muncul dari balik pintu. "Membunuhnya?" tanya Luke lagi.Sania mengerutkan keningnya mengingat kejadian kemarin. "Kau pikir sendiri.""Aku tidak membunuhnya Sania, dia masih hidup dan itu pantas untuk ia dapatkan.""Memangnya Salsabila terlihat seperti pengawal hebat yang dilatih seperti anjing polisi?!" tutur Sania. Ia mengelengkan kepalanya kemudian,- "tidak, 'kan? Dia cuma seorang pelayan Luke!" serang Sania marah pada Luke.Luke tak menampik hal itu. Dia memang sudah kelewatan, tapi ia lakukan itu demi Sania—dia tahu kalau Sania pasti akan berulah diluar sana."Aku suami yang kejam ya." degus Luke. Sebelum berlalu dari kamar Sania—mengunci pintu dari luar
Selamat membaca.Luke dan Sania sampai di sebuah pameran, dan Luke tak menyangka kalau ia akan datang ke tempat yang tak sesuai dengan ekspetasinya.Berlumpur, penuh dengan rumput yang tinggi-tinggi."Apa yang kau pikirkan Sania?"Luke berbalik ingin pulang. Tapi Sania yang sudah dengan susah payah keluar mengajak Luke, tentu saja tak akan membiarkan pria itu pergi."Ayolah Luke hari ini penutupan pameran, tidak akan ada lagi." Regek Sania dengan wajah yang dibuat memelas dan menyedihkan.Luke tidak tahan melihat Sania. Tapi pameran yang ada di pikiran Luke adalah pameran kelas atas dan bukannya pameran lapangan yang bisa dihadiri siapa saja."Kalau kau ingin bermain, aku bisa membawamu ke Duvan Sania. Tidak perlu disini.""Aku Kan bilang mau es krim.""Kau bisa membelinya tahun depan.""Tidak bisa.""Kenapa?""Sania mungkin tidak punya Suami saat itu, yang artinya Sania tidak punya pasangan. Jadi Sania tidak akan mendapatkan es krim itu tahun depan." jelas Sania dengan nada sedikit m
Selamat membaca.Puas berkeliling, akhirnya Sania mendapatkan keinginannya untuk makan eskrim langka yang mungkin tak akan ia makan lagi nanti."Mau coba?" tawar Sania, menyodorkan eskrim yang ia pegang dengan kedua tangannya seperti takut kalau es krim itu akan melompat ke dalam air. Dan berenang menjauh. Luke hanya memutar bola matanya tak tertarik. "Jadi tidak mau, yah sudah." Sania sama tak pedulinya dengan Luke, akhirnya ia mengigit eskrim berbentuk ikan itu dengan lahap. "Begitu caramu menikmati eskrim?" tanya Luke, heran kenapa Sania makan begitu cepat."Memangnya harus bagaimana? Memotretnya atau menjilatnya perlahan-lahan begitu. Mana berasa, lebih baik langsung dikunyah saja. Lebih nikmat." jelas Sania sembari menaikan satu alisnya pada Luke.Sedang Luke malah membalikan badannya saat mendengar penjelasan Sania."Kau kenapa?" tanya Sania heran. Sebelum menelan potongan terakhir. "Kalau biar aku cicipi—" ucapan Luke berhenti saat matanya tak menemukan es yang di beli oleh
Selamat membaca.Satu malam penuh Luke mengawasi Sania, mengurus gadis itu dengan penuh sayang. Mengawasi Sania tanpa tertidur di kamar Sania yang terlihat begitu menyakitkan hatinya.Entah mengapa ia sangat marah. Tetapi ia tidak bisa melukai Sania—ia butuh pelampiasan. Dan jawabannya mungkin, adalah 'wanita'Mengeram dalam diam, Luke berniat beranjak dari kamar Sania. Akan tetapi saat Sania tiba-tiba saja bangun dari tidurnya, menghentikan niat Luke. "Kenapa bangun?"Luke semakin marah saat melihat ponsel ditangan Sania."Luke, ada pesan dari nomor yang tidak di kenal." terang Sania dengan nada lemah. Itu sebabnya Luke tidak ingin Sania tidur dengan ponsel menyala di samping Sania, karena bisa menganggu tidur Sania."Kau sedang sakit Sania."Luke menghampiri, memaksa Sania untuk kembali berbaring. Namun Sania malah memperlihatkan Chet yang tidak henti-hentinya datang dan mendominasi Notif di ponselnya."Frank?" nama kakek Luke.Sania menghela nafas kasar. "Sepertinya kau ketahuan,
Selamat membaca."Panas." Isak Sania.Berada dalam satu selimut yang sama dengan Luke, dalam tubuh terbakar, lemas, dan sakit. Membuat Luke cemas dengan keadaan Sania.Sebelum asap yang sangat pekat muncul dari celah pintu, dan memenuhi kamar seakan akan sedang terjadi kebakaran.Uhuk!Sania sampai merasa sesak nafas, tapi mereka harus tetap bersembunyi seperti sedang melakukan sesuatu. Untuk meyakinkan niat buruk orang yang ada di balik CCTV itu.Saat asap sudah cukup tebal. Luke dengan cepat melempar selimut, berlari keluar sembari mengendong Sania. Setidaknya wajah Sania tak di kenali mereka, semua atas bantuan Bu Avanti yang peka.Di kamar Luke. "Aku butuh dokter." Pinta Sania sembari mencengkram bahu Luke."Tidak.""Luke, kau bukan dokter.""Sania benar tuan, dia butuh dokter sekarang." saran Avanti."Diamlah Avanti!""Maafkan saya."Saling tatap, saling meyakinkan satu sama lainnya. Luke mengelengkan kepalanya tak setuju, namun Sania malah mencengkram kerah baju Luke. Menatap p