Selamat membaca.Satu malam penuh Luke mengawasi Sania, mengurus gadis itu dengan penuh sayang. Mengawasi Sania tanpa tertidur di kamar Sania yang terlihat begitu menyakitkan hatinya.Entah mengapa ia sangat marah. Tetapi ia tidak bisa melukai Sania—ia butuh pelampiasan. Dan jawabannya mungkin, adalah 'wanita'Mengeram dalam diam, Luke berniat beranjak dari kamar Sania. Akan tetapi saat Sania tiba-tiba saja bangun dari tidurnya, menghentikan niat Luke. "Kenapa bangun?"Luke semakin marah saat melihat ponsel ditangan Sania."Luke, ada pesan dari nomor yang tidak di kenal." terang Sania dengan nada lemah. Itu sebabnya Luke tidak ingin Sania tidur dengan ponsel menyala di samping Sania, karena bisa menganggu tidur Sania."Kau sedang sakit Sania."Luke menghampiri, memaksa Sania untuk kembali berbaring. Namun Sania malah memperlihatkan Chet yang tidak henti-hentinya datang dan mendominasi Notif di ponselnya."Frank?" nama kakek Luke.Sania menghela nafas kasar. "Sepertinya kau ketahuan,
Selamat membaca."Panas." Isak Sania.Berada dalam satu selimut yang sama dengan Luke, dalam tubuh terbakar, lemas, dan sakit. Membuat Luke cemas dengan keadaan Sania.Sebelum asap yang sangat pekat muncul dari celah pintu, dan memenuhi kamar seakan akan sedang terjadi kebakaran.Uhuk!Sania sampai merasa sesak nafas, tapi mereka harus tetap bersembunyi seperti sedang melakukan sesuatu. Untuk meyakinkan niat buruk orang yang ada di balik CCTV itu.Saat asap sudah cukup tebal. Luke dengan cepat melempar selimut, berlari keluar sembari mengendong Sania. Setidaknya wajah Sania tak di kenali mereka, semua atas bantuan Bu Avanti yang peka.Di kamar Luke. "Aku butuh dokter." Pinta Sania sembari mencengkram bahu Luke."Tidak.""Luke, kau bukan dokter.""Sania benar tuan, dia butuh dokter sekarang." saran Avanti."Diamlah Avanti!""Maafkan saya."Saling tatap, saling meyakinkan satu sama lainnya. Luke mengelengkan kepalanya tak setuju, namun Sania malah mencengkram kerah baju Luke. Menatap p
Selamat membaca."Jadi, kalian sudah menikah?""Secara hukum. Iya." jawab Sania. Di meja makan, menikmati kudapannya setelah membaik setelah dirawat oleh Nael yang sedikit menyebalkan itu.Kemudian Nael menatap Luke. "Kenapa tidak mengundangku?""Tidak ada pesta." jawab Luke."Tetap saja aku harus diundang.""Diundang," ulang Luke. "Ingat terlahir kali aku membawamu ke pesta pertemuan keluarga? Nael kau seorang dokter saat itu, tapi kau bertingkah seperti seorang pria yang tak takut melepas nama baik dengan nyawa dihadapan kakekku!"Nael memutar bola matanya. "Itu karena mereka merendahkan mu.""Dan kau ingin membantuku dengan membunuh mereka?""Mereka bukan keluarga yang baik Luke.""Aku tahu."Sementara Sania hanya fokus pada kudapannya, mengabaikan dua orang aneh itu sebelum Nael menatap Sania. Berniat menyerang Sania."Sania ya, nama yang bagus. Tapi cara makanmu yang seperti itu akan membuatmu ditendang dari keluarga Conan!" Sania tak peduli. "Kau mendengarkan ku?" Sania mengele
Selamat membaca."Sania!"Nael lebih dulu bergerak menghampiri Sania, sebelum Luke bangkit sembari merobek bajunya untuk membalut luka di punggung Sania.***Beberapa saat setelah kejadian ganjil itu, Luke terlihat cemas saat melihat luka ditubuh Sania."Kau marah?" tanya Sania hati-hati.Sedang Luke yang hanya memperhatikan Nael memulihkan keadaan Sania, kini melirik Sania dengan tatapan tajam. Sania menghembuskan nafasnya kasar."Ku dengar ini pertama kalinya kau terluka parah, apa benar?" tanya Nael, berusaha untuk mencairkan suasana."Iya, pertama kalinya. Mungkin akan meninggalkan bekas."Sania terlihat mempermasalahkan hal itu, Nael juga sadar kalau Luke tidak menunjukan apapun selain menatap Luka Sania dengan serius. Kemudian Nael menatap Luke dengan tatapan tajam."Apa kau akan memakannya?"Pertanyaan yang ditunjukan untuk Luke secara terang-terangan itu membuat Luke menolehkan pandangannya pada Nael. Yang mencoba memperingatinya untuk menurunkan tatapan mengerikan itu dari Sa
Selamat membaca.Tok!Tok!Tok!Suara pintu terbuka, diikuti dengan masuknya Luke ke dalam kamar Sania."Luke?" Sania tertegun saat melihat Luke memutar kunci kamar, yang artinya Luke tidak ingin ada seorangpun yang masuk.Cemas dan takut. Sania bangkit dari ranjangnya. Namun sebelum sempat kaki telanjang Sania menyentuh lantai, Luke menghentikannya."Sudah, diam saja disana." perintah Luke yang langsung dimengerti oleh Sania.Luke mendekat, dan Sania kembali tidur membelakagi Luke. Membiarkan Luke memeluk Sania dengan eratnya dari belakang, sama seperti yang harus dilakukan seorang istri yang baik. Semua agar mereka tidak dicurigai nantinya.Meski sudah sedikit terbiasa, entah mengapa kali ini. "Perasaan terganggu," Pikir Sania. Membuka matanya, menatap tangan kekar Luke yang melingkari pinggangnya sekarang. "Ada yang tidak beres. Apa, aku sakit hati?" tanya Sania membatin. Mencoba merapatkan matanya untuk tidur.Beberapa jam kemudian."Kau tidak tidur?" tanya Luke sadar kalau Sania
Selamat membaca.Esok harinya.Sania berdiri dengan kaki yang gemetar, dan kuku tangan yang sengaja ia gigit untuk menghilangkan kecemasannya. Saat berdiri di depan pintu masuk Hotel berbintang."Sania, apa yang kau tunggu. Masuklah!" pinta Sang kakek dan yang anggota keluarga Luke lainnya yang kini sudah jalan lebih dulu.Kakek tua gila, sialan, botak, dan tidak berguna—pikir Sania. Sebelum tersenyum ramah mengikuti mereka.Sadar akan kecemasan Sania, Luke menunggu Sania. Sebelum akhirnya mengandeng pinggang Sania dengan posesif—sebab Saudara laki-lakinya, Hugo Conan sedang menatap Sania dengan tatapan menjijikan."Kenapa pertemuannya dihotel?" Bisik Sania bertanya pada Luke."Inilah keluargaku, dengan sengala kebijakan privasi yang berada diatas rata-rata."Jawaban Luke membuat Sania mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Benar juga, keluarga kalian kan cukup terkenal."Luke tersenyum memberi respon.Yang rupanya diperhatikan oleh sang kakek yang bernama Frank Conan, yang terkenal
Selamat membaca.Perkataan Sania sontak membuat semua mata kini tertuju pada Sania Allegra, yang terlihat santai-santai saja."Apa katamu barusan?!"Tapi percayalah, raganya seakan mau keluar dari tubuhnya karena tatapan begis yang dilayangkan kakek Luke padanya.Sania menelan sanivanya kasar, mencoba untuk tetap tenang. "Maksud saya adalah saya tidak bisa memberikan apa yang baru saja Anda katakan." jelas Sania."Kenapa?""Karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutkan pada diriku, setelah memberikan apa yang Anda inginkan." tentu saja, anak yang dilahirkan dan sudah terima bisa menjadi masalah bagi sang ibu. Yang belum diterima secara sah.Siapa yang tahu, mungkin setelah melahirkan mereka akan menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Sania. Atau lebih buruk lagi, dikurung selamanya."Cerdas juga," sang kakek melirik cucunya sekarang. Luke menatap ke arah Sania dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "Dari mana kau mendapatkan gadis ini?""Bukan urusan kakek.""Anak
Selamat membaca."Luke," Sania menundukan kepalanya. "Maaf.""Brisik!" Bentak Luke dengan suara beratnya.Luke terlihat kacau. Sania mengambil jarak dari Luke yang terlihat tidak senang sekarang.Ia merogoh sakunya. Sebelum.DOR!Luke menembak kesembarang arah, melupakan amarahnya pada perabotan yang terbuat dari kaca dan keramik. Setelah sampai di kediaman yang kini terasa begitu berbeda dari biasanya.Pranggg!Kaca melukai dahi dan lengan Luke. "Luke." Cemas Sania.Mata Luke kini tertuju pada Sania, Yap. Bukan mata penuh kebanggaan dan penuh kasih! Tapi tatapan begis, yang begitu mengerikan yang bisa menembus tulang Sania sekarang.Takut. Itu pasti, jadi Sania memilih menundukan kepalanya sembari mengelus lengan kirinya menggunakan tangan kanannya tak sanggup menatap ke arah Luke."Masuk ke kamar.""Luke, aku—""MASUK SANIA!" tegas Luke penuh perintah, yang akhirnya tak bisa Sania elak apalagi menolak Luke.Begitu sampai di kamar.BUKH!Luke membanting pintu, sehingga membuat Sania