Kira-kira, benda apa yang Valency dapat ya??? Ada yang bisa tebak?
Di tengah-tengah persiapan para hakim, Jennita menatap Valency yang berada di samping Alvaro dengan intens bercampur gugup, sampai-sampai dia tidak bisa berhenti menggigiti kukunya sendiri. Walau tahu temannya baik-baik saja, tapi dia tidak tahu apa yang akan terjadi di persidangan hari ini.Apakah Valency akan menang? Atau dia malah kalah dan reputasinya sebagai seorang desainer hancur seketika? Mungkinkah Cecilia Owen memang tidak bisa dikalahkan hanya karena dia berasal dari keluarga yang lebih kaya!?Melihat hal itu, Christian yang duduk di sebelahnya langsung menggenggam tangan gadis tersebut dan berujar, “Jen, tenanglah. Valency akan baik-baik saja.”Helaan napas kasar kabur dari mulut Jennita. “Aku tidak bisa tenang sampai hakim memberikan hasil yang memuaskan.” Dia melemparkan pandangan marah pada Cecilia. “Terlebih karena aku tahu pasangan di sebelah sana seperti lintah dan ular!”Di saat ini, Jayden yang ada di sebelah Jennita berkata, “Tenang saja, Nona Sparks. Valency tid
Pengacara Felix langsung berdiri. “Penolakan, Yang Mulia! Klien saya hanya terlewat terkejut sehingga salah bicara. Ucapannya tidak bisa dijadikan kesaksian.” Dia menoleh kepada Felix. “Bukan begitu, Tuan Smith?” Felix mengangguk-anggukkan kepala dengan cepat. “Itu benar! Itu benar, Yang Mulia! Saya hanya salah bicara.” Dia menambahkan, “Saya hanya bermaksud berkata, Valency pernah mengakui karya ini adalah karyanya yang diciptakan di awal tahun ini, jadi bagaimana mungkin dia memiliki dokumen HAKI yang didaftarkan selama itu!?” Ucapan Felix membuat ekspresi keruh sang hakim agak merenggang, tapi sebelum pria itu berbicara, terdengar suara lain berucap, “Kenapa tidak mungkin?” Semua orang menoleh. Ternyata, sekarang yang berbicara adalah Valency. Senyum tipis menghiasi wajah manis Valency seiring dirinya berkata, “Walau agak kurang tepat mengatakan aku baru menciptakan desain itu awal tahun ini, tapi memang benar dokumen HAKI yang kumiliki jauh lebih tua dibandingkan desain yang
Suasana ruangan persidangan menjadi semakin ricuh begitu Valency membeberkan berita yang cukup menggemparkan dan panas. Bisikan-bisikan kekagetan terdengar jelas. Namun Valency masih belum puas hanya sampai di situ saja. Dia melirik sekumpulan media yang hadir dan tersenyum pada Alvaro, seolah memberikan sebuah kode lewat matanya. ‘Aku akan menyelesaikan semuanya hari ini juga!’Valency kemudian menatap Felix dan Cecilia bergantian, kemudian berkata, “Apa kamu mengira aku hanya memiliki bukti satu dokumen desain saja untuk kalian?” Sudut bibirnya terangkat. “Aku masih ada yang lain!”Ucapan Valency membuat Felix memasang sikap was-was. Walaupun terdengar ambigu, Felix yakin jika ucapan gadis itu bermakna bukan sesuatu yang baik untuknya sekarang. BRAK! Tumpukan dokumen yang sangat tebal diletakkan di atas meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras, menarik perhatian orang-orang di ruangan itu. Kening Felix mengernyit bingung sekaligus penasaran dengan isi dokumen-dokumen yang
Jayden mengusap kepala Valency lembut dan sedikit mengacak rambut gadis itu. “Istriku memang yang terbaik,” ucapnya yang mampu membuat seluruh orang terkejut dan mematung mendengarnya. Tanpa menghiraukan tatapan sekitar, Jayden menggandeng tangan Valency dengan santai dan mengajak istrinya keluar dari ruang persidangan, diikuti dengan Alvaro di belakang mereka. Para wartawan buru-buru mengerumuni mereka dan mengajukan banyak pertanyaan. Kini Jayden dan Valency didampingi oleh Alvaro berjalan menuruni tangga di tengah-tengah para wartawan yang terus mengikuti, tangan Jayden merangkul pinggang Valency posesif, memastikan agar wanita itu tidak terjatuh karena serangan jepretan kamera dan microphone. “Tuan Spencer, apa benar kalian telah menikah?” “Dari mana kalian saling mengenal? “Mengapa kalian merahasiakan pernikahan ini? Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan?” Pertanyaan terakhir berhasil membuat Jayden tertarik, pria itu menatap wartawan yang bertanya dengan salah satu a
Tangan Cecilia dingin, dan tubuhnya pun bergetar. Dia kira, Valency tidak akan berani mengungkit masalah tersebut di depan semua orang! Dia kira gadis itu takut dengan kuasa keluarga Owen dan memutuskan untuk fokus pada memenangkan hak cipta desain saja!Tapi … ternyata dia salah!?Melihat hal itu, Valency dan yang lainnya sontak menatap dua sejoli tersebut.Dengan sebuah senyuman penuh arti, Valency berkata, “Jangan begitu grogi, Nona Owen.” Panggilan yang dia gunakan tidak lagi intim, melainkan sangat asing. “Kamu tidak diwajibkan untuk menjawab sekarang. Jawablah di kantor polisi nanti.”Mendengar sindiran Valency, Cecilia melemparkan pandangan mematikan pada gadis tersebut. “Jaga ucapanmu, Lency! Aku tidak pernah melakukan a
Masuk ke dalam mobil, Valency menghela napas sembari menyandarkan punggungnya di kursi mobil dengan perasaan lega yang luar biasa. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman tipis. Selesai sudah perjalanannya membalaskan dendam pada kedua orang yang mengkhianatinya. Dan yang paling penting, dia telah berhasil mempertahankan hak cipta karya ibunya.Selagi dia terdiam, Valency tiba-tiba merasakan ada sentuhan lembut di kepala, membuatnya sontak menoleh dan menatap ke arah pemilik tangan. “Jay …,” panggilnya tipis saat sepasang mata cokelat manisnya bertemu dengan sepasang manik hitam Jayden yang menenangkan. “Kamu sudah berjuang,” ucap Jayden lembut, mengusap pelan wajah mungil Valency menggunakan ibu jarinya.Sentuhan Jayden membuat Valency menutup mata, menikmati kehangatan yang diberikan. Gadis itu juga menggenggam tangan Jayden sambil tersenyum. “Semua ini berkat bantuanmu,” balasnya tenang. Namun, seiring Valency membuka mata, perlahan-lahan ekspresi bahagia di waj
Jayden terbengong di tempat. Dia tidak pernah menyangka akan mendengar kalimat seperti itu terlontar dari bibir Valency. Perlahan, wajah pria itu sedikit merona. Alhasil, Valency pun mengerjapkan mata. “Kau demam?” tanya gadis itu seraya menempelkan dahinya di dahi Jayden. “Wajahmu agak memerah ….” Sontak, Jayden langsung menjauhkan wajah dan tubuhnya dari Valency selagi menjawab, “Tidak.” Dia menundukkan wajah dan menutup setengahnya dengan tangan. “Aku baik-baik saja.” Valency hanya tampak kebingungan, tak sedikit pun menyadari tindakannya hampir membuat jantung Jayden meledak karena terkejut. Di sisi lain, sopir yang berada di kursi depan, yang mengintip dari spion tengah hanya bisa menghela napas. ‘Nyonya … sangat berbahaya tanpa dia ketahui ….’ Setelah diam beberapa saat dan telah kembali tenang, Jayden kembali berucap, “Jadi, kenapa kau tidak marah?” Dia menatap Valency. “Kau belum menjawabku.” Valency yang baru saja membalas pesan singkat Jennita, langsung meletakkan pon
Dalam waktu singkat nama Valency telah menjadi pembahasan panas di berbagai media sosial. Ribuan berita yang meliput hasil persidangan antara Felix Smith, Cecilia Owen, dan Valency Lambert memenuhi portal berita dan ramai dibicarakan oleh orang-orang. Ada beberapa topik utama yang kebanyakan dibicarakan oleh masyarakat, yaitu mengenai identitas asli Valency, kebohongan yang Felix lakukan, dan percobaan pembunuhan yang dilakukan Cecilia. Hal ini berefek pada banyak hal. Salah satunya yang paling besar adalah nama baik Cecilia dan keluarga Owen. Banyak orang memaki Cecilia karena dianggap bermuka dua dengan wajah manisnya selama ini. Namun, anehnya … saham keluarga Owen tetap stabil seolah tak terjadi apa-apa. Valency yang tengah duduk di kursi mini bar dengan ponsel di tangan mengernyitkan kening, kemudian mendengus. Tatapannya menelisik penasaran pada Jayden yang sedang berada di balik konter dapur. “Jadi ... keluarga Owen bersedia menyerahkan Cecilia selama kamu dapat membantu
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha