Astaga ....
Pengawal itu saling bersitatap dengan Valency untuk beberapa waktu. Dia yakin kalau Valency tidak akan bisa menolaknya. Dan, gadis itu pun buka suara, “Aku setuju.” ‘Sudah kuduga!’ Valency bisa melihat mata pengawal itu berbinar. “Tapi dalam mimpimu!” BUK! Sebuah tinju Valency layangkan ke wajah pengawal tersebut. Ternyata, dia berhasil membebaskan diri dari ikatan sang pengawal! Saat menyadari dirinya dipermainkan, pengawal itu marah besar. “Dasar jal*ng tidak tahu diri! Kau memang pantas mati!” Dia melesat ke arah Valency dan berusaha menyerang gadis itu, tapi Valency berhasil menghindari pukulannya. Saat pukulan lain Valency tangkis, gadis itu memaki dalam hati. Pukulan pengawal itu sangat keras! Pun dirinya bisa bela diri, tapi Valency bukan sepenuhnya ahli yang terbiasa berkelahi. Demikian, walau sebelumnya bisa menangani Felix, tapi menghadapi pengawal terlatih seperti ini, tentu saja Valency tidak sebanding! “Urgh!” Lenguhan kesakitan terdengar dari sisi Valency saat
Di tengah-tengah persiapan para hakim, Jennita menatap Valency yang berada di samping Alvaro dengan intens bercampur gugup, sampai-sampai dia tidak bisa berhenti menggigiti kukunya sendiri. Walau tahu temannya baik-baik saja, tapi dia tidak tahu apa yang akan terjadi di persidangan hari ini.Apakah Valency akan menang? Atau dia malah kalah dan reputasinya sebagai seorang desainer hancur seketika? Mungkinkah Cecilia Owen memang tidak bisa dikalahkan hanya karena dia berasal dari keluarga yang lebih kaya!?Melihat hal itu, Christian yang duduk di sebelahnya langsung menggenggam tangan gadis tersebut dan berujar, “Jen, tenanglah. Valency akan baik-baik saja.”Helaan napas kasar kabur dari mulut Jennita. “Aku tidak bisa tenang sampai hakim memberikan hasil yang memuaskan.” Dia melemparkan pandangan marah pada Cecilia. “Terlebih karena aku tahu pasangan di sebelah sana seperti lintah dan ular!”Di saat ini, Jayden yang ada di sebelah Jennita berkata, “Tenang saja, Nona Sparks. Valency tid
Pengacara Felix langsung berdiri. “Penolakan, Yang Mulia! Klien saya hanya terlewat terkejut sehingga salah bicara. Ucapannya tidak bisa dijadikan kesaksian.” Dia menoleh kepada Felix. “Bukan begitu, Tuan Smith?” Felix mengangguk-anggukkan kepala dengan cepat. “Itu benar! Itu benar, Yang Mulia! Saya hanya salah bicara.” Dia menambahkan, “Saya hanya bermaksud berkata, Valency pernah mengakui karya ini adalah karyanya yang diciptakan di awal tahun ini, jadi bagaimana mungkin dia memiliki dokumen HAKI yang didaftarkan selama itu!?” Ucapan Felix membuat ekspresi keruh sang hakim agak merenggang, tapi sebelum pria itu berbicara, terdengar suara lain berucap, “Kenapa tidak mungkin?” Semua orang menoleh. Ternyata, sekarang yang berbicara adalah Valency. Senyum tipis menghiasi wajah manis Valency seiring dirinya berkata, “Walau agak kurang tepat mengatakan aku baru menciptakan desain itu awal tahun ini, tapi memang benar dokumen HAKI yang kumiliki jauh lebih tua dibandingkan desain yang
Suasana ruangan persidangan menjadi semakin ricuh begitu Valency membeberkan berita yang cukup menggemparkan dan panas. Bisikan-bisikan kekagetan terdengar jelas. Namun Valency masih belum puas hanya sampai di situ saja. Dia melirik sekumpulan media yang hadir dan tersenyum pada Alvaro, seolah memberikan sebuah kode lewat matanya. ‘Aku akan menyelesaikan semuanya hari ini juga!’Valency kemudian menatap Felix dan Cecilia bergantian, kemudian berkata, “Apa kamu mengira aku hanya memiliki bukti satu dokumen desain saja untuk kalian?” Sudut bibirnya terangkat. “Aku masih ada yang lain!”Ucapan Valency membuat Felix memasang sikap was-was. Walaupun terdengar ambigu, Felix yakin jika ucapan gadis itu bermakna bukan sesuatu yang baik untuknya sekarang. BRAK! Tumpukan dokumen yang sangat tebal diletakkan di atas meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras, menarik perhatian orang-orang di ruangan itu. Kening Felix mengernyit bingung sekaligus penasaran dengan isi dokumen-dokumen yang
Jayden mengusap kepala Valency lembut dan sedikit mengacak rambut gadis itu. “Istriku memang yang terbaik,” ucapnya yang mampu membuat seluruh orang terkejut dan mematung mendengarnya. Tanpa menghiraukan tatapan sekitar, Jayden menggandeng tangan Valency dengan santai dan mengajak istrinya keluar dari ruang persidangan, diikuti dengan Alvaro di belakang mereka. Para wartawan buru-buru mengerumuni mereka dan mengajukan banyak pertanyaan. Kini Jayden dan Valency didampingi oleh Alvaro berjalan menuruni tangga di tengah-tengah para wartawan yang terus mengikuti, tangan Jayden merangkul pinggang Valency posesif, memastikan agar wanita itu tidak terjatuh karena serangan jepretan kamera dan microphone. “Tuan Spencer, apa benar kalian telah menikah?” “Dari mana kalian saling mengenal? “Mengapa kalian merahasiakan pernikahan ini? Apa ada sesuatu yang kalian sembunyikan?” Pertanyaan terakhir berhasil membuat Jayden tertarik, pria itu menatap wartawan yang bertanya dengan salah satu a
Tangan Cecilia dingin, dan tubuhnya pun bergetar. Dia kira, Valency tidak akan berani mengungkit masalah tersebut di depan semua orang! Dia kira gadis itu takut dengan kuasa keluarga Owen dan memutuskan untuk fokus pada memenangkan hak cipta desain saja!Tapi … ternyata dia salah!?Melihat hal itu, Valency dan yang lainnya sontak menatap dua sejoli tersebut.Dengan sebuah senyuman penuh arti, Valency berkata, “Jangan begitu grogi, Nona Owen.” Panggilan yang dia gunakan tidak lagi intim, melainkan sangat asing. “Kamu tidak diwajibkan untuk menjawab sekarang. Jawablah di kantor polisi nanti.”Mendengar sindiran Valency, Cecilia melemparkan pandangan mematikan pada gadis tersebut. “Jaga ucapanmu, Lency! Aku tidak pernah melakukan a
Masuk ke dalam mobil, Valency menghela napas sembari menyandarkan punggungnya di kursi mobil dengan perasaan lega yang luar biasa. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman tipis. Selesai sudah perjalanannya membalaskan dendam pada kedua orang yang mengkhianatinya. Dan yang paling penting, dia telah berhasil mempertahankan hak cipta karya ibunya.Selagi dia terdiam, Valency tiba-tiba merasakan ada sentuhan lembut di kepala, membuatnya sontak menoleh dan menatap ke arah pemilik tangan. “Jay …,” panggilnya tipis saat sepasang mata cokelat manisnya bertemu dengan sepasang manik hitam Jayden yang menenangkan. “Kamu sudah berjuang,” ucap Jayden lembut, mengusap pelan wajah mungil Valency menggunakan ibu jarinya.Sentuhan Jayden membuat Valency menutup mata, menikmati kehangatan yang diberikan. Gadis itu juga menggenggam tangan Jayden sambil tersenyum. “Semua ini berkat bantuanmu,” balasnya tenang. Namun, seiring Valency membuka mata, perlahan-lahan ekspresi bahagia di waj
Jayden terbengong di tempat. Dia tidak pernah menyangka akan mendengar kalimat seperti itu terlontar dari bibir Valency. Perlahan, wajah pria itu sedikit merona. Alhasil, Valency pun mengerjapkan mata. “Kau demam?” tanya gadis itu seraya menempelkan dahinya di dahi Jayden. “Wajahmu agak memerah ….” Sontak, Jayden langsung menjauhkan wajah dan tubuhnya dari Valency selagi menjawab, “Tidak.” Dia menundukkan wajah dan menutup setengahnya dengan tangan. “Aku baik-baik saja.” Valency hanya tampak kebingungan, tak sedikit pun menyadari tindakannya hampir membuat jantung Jayden meledak karena terkejut. Di sisi lain, sopir yang berada di kursi depan, yang mengintip dari spion tengah hanya bisa menghela napas. ‘Nyonya … sangat berbahaya tanpa dia ketahui ….’ Setelah diam beberapa saat dan telah kembali tenang, Jayden kembali berucap, “Jadi, kenapa kau tidak marah?” Dia menatap Valency. “Kau belum menjawabku.” Valency yang baru saja membalas pesan singkat Jennita, langsung meletakkan pon
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg