“Memang benar kerja sama itu dilaksanakan oleh Vera Jones, yang mana nama tersebut adalah nama singkatan yang digunakan Nona Verena selagi bekerja, Verena Miller Jones.”Keheningan menyambut ucapan Ashton tersebut, tapi Verena bisa melihat keterkejutan di mata para hadirin yang ada, baik yang tadi menolak dirinya maupun yang diam saja. Sesungguhnya, Verena merasa sedikit terhibur saat melihat bagaimana ibu tiri dan kroconya melotot, menunjukkan betapa syoknya mereka akan informasi terakhir.Menarik. Seharusnya Verena melakukan ini sejak lama.Atau tidak, karena dengan begitu Verena lebih cepat menjadi alat bagi sang ayah. Tindakan ini penting untuk dilakukan memang, tapi sang ayah bukanlah alasannya mengembangkan bakat dan koneksi.Setelah hening selama beberapa detik, keributan kembali meledak di antara para tamu. Kebanyakan bereaksi tidak percaya, mempertanyakan kenapa bisa Verena ada di balik nama besar Vera Jones dan apakah benar wanita itu yang membuat Miller Group selamat. Namu
“Ayo. Biar kukenalkan pada beberapa orang yang harus kamu ambil hatinya.”Verena masih mengamati lengan yang disodorkan padanya tersebut sebelum kemudian menyentuh lengan itu dan menariknya menjauh dari keramaian, agar tidak terlalu menjadi pusat perhatian.“Ada yang ingin aku tanyakan dulu,” ucap Verena kemudian. “Kamu–”Keith menatap sang kakak. “Aku tidak punya pacar,” katanya langsung, sebelum Verena sempat bertanya lebih lanjut. Bibirnya sedikit cemberut. “Jadi, berhenti menanyakan di mana dia.” Jeda sejenak. “Kan. Sudah kujawab.”Tanpa bisa ditahan, Verena memutar bola matanya sebagai respons ucapan adiknya.“Bukan itu yang ingin kutanyakan,” ucap Verena. Wanita itu menghela napas. “Dasar sok tahu.”Lagi pula, bukannya pertanyaan itu tadi menyinggung Keith? Apakah adiknya itu berpikir bahwa Verena akan menanyakan pertanyaan yang sama setelah kejadian tadi?Memang di mata Keith, dia sangat-sangat tidak tahu diri ya?“Hm?” Keith sedikit mengerutkan keningnya. “Lalu?”Verena sebena
Eric Gray awalnya tidak percaya dengan apa yang ia lihat.Pria itu sendiri sudah lama tidak bertemu Verena, bahkan bisa dibilang menghindar. Mungkin beberapa orang menyadarinya, termasuk Valency. Perihal bisnisnya di Evermore belakangan berkaitan dengan wanita itu, alih-alih diurus oleh Verena seperti sebelum-sebelumnya.Semua karena obrolan mereka setelah malam itu.Sejauh ini, semuanya lancar. Menurutnya.Karena ia tidak harus mengejar wanita yang dijadikan syarat oleh ibunya agar bisa menduduki posisi pewaris serta tidak perlu mempertanggungjawabkan malam panas itu karena wanita yang ingin ia tahan di sisinya justru menolaknya dengan keras. Eric bisa berfokus pada urusan bisnis tanpa distraksi atau gangguan.Ya. Semuanya lancar. Sebelum ia melihat Verena Jones menuruni panggung didampingi oleh dua orang pria yang tampak memperebutkannya."Bagaimana bisa ... dia di sini?" Pria itu bergumam pada dirinya sendiri. Ia baru saja sampai di aula pesta beberapa menit yang lalu, atas undanga
"Dia bahkan mampu membuat saya melamarnya hanya dengan satu malam saja.""Tuan Gray!" Verena menyergah. Apa-apaan pria ini!? "Jaga ucapan Anda. Mohon jangan membuat salah paham."Kemudian, wanita itu menoleh pada Keith yang tidak banyak bicara di sampingnya."Tuan Gray ini adalah klien yang sempat bekerja sama denganku di Evermore," jelasnya dengan nada profesional, sebelum Eric Gray membuat situasi makin tidak nyaman. Sendirinya, Verena memutuskan untuk mengurusi kemunculan pria ini dengan dingin.Tidak peduli betapa keras jantungnya berdebar saat ini.Untungnya, kali ini adiknya, Keith, menanggapi. Sekalipun dengan nada datarnya seperti semula."Nama Anda cukup familier di telinga saya belakangan ini, tapi baru kali ini saya bertemu dengan Anda," ucap Keith. "LuxGray. Apakah benar?"Eric memasukkan salah satu tangannya ke kantong celana, mengamati Keith selama beberapa saat yang singkat sebelum menjawab."Benar. Namun, sayang sekali, saya tidak familier dengan Anda, Tuan Miller." Er
"Dasar jalang! Kamu benar-benar persis seperti ibumu!"Verena hampir yakin setelah mengatakan itu, Kimberly akan menerkamnya. Namun, untungnya hal tersebut tidak terjadi. Adik tirinya itu hanya berdiri di depan pintu dengan dada naik turun dan wajah memerah karena marah.Sementara itu, Verena diam, menimbang situasi dengan tenang.Memikirkan apa yang membuat Kimberly tiba-tiba menghampirinya di toilet dan mengatainya seperti itu.Apakah ini kelanjutan dari berdebatan mereka tadi? Atau ada kejadian lain yang memicu?Sekalipun begitu, Verena tidak menyukai nada suara Kimberly yang tengah menghina ibunya."Hujatanmu mulai terdengar membosankan, jujur saja," ucap Verena dengan nada dingin. Bila sudah seperti ini, sorot matanya tidak jauh berbeda dengan Aster, memancarkan dominasi yang sama. "Karenanya, sekali lagi kamu membawa-bawa ibuku, putri Aster Miller atau bukan, aku akan benar-benar menghajarmu, Kim."Dalam kondisi normal, mungkin ucapan itu akan membawa dampak sesuai yang diharapk
"Dia milikku! Kami sudah dijodohkan sejak awal!"Verena cukup terkejut dan heran dengan informasi terbaru ini. Namun, ia tidak terlalu menunjukkannya. Verena juga tidak menampilkan rasa penasarannya akan Kimberly dan Eric begitu saja. Wanita itu cukup mahir menyembunyikannya, sekalipun ia harus menahan diri sepenuh hati."Jadi dia alasanmu memamerkan tubuhmu malam ini?" ucap Verena dengan nada ringan. "Eric Gray, huh?""Jangan pura-pura tidak tahu!" sentak Kimberly. Wajahnya masih merah dan bibirnya bergetar karena emosi. "Kamu pasti sengaja menggodanya, iya, kan?!"Verena memutar bola matanya.Menggoda Eric? Wanita ini bahkan berusaha menjauh dari pria itu demi kewarasan dan kesehatan pikirannya!Lagi pula, Verena tidak pernah sekalipun menampilkan sisi menggoda atau sejenisnya di hadapan Eric. Kecuali malam itu--Tidak. Pada malam itu pun Verena tidak menggoda Eric. Bahkan tentang adegan ranjang yang melibatkan tubuh polosnya sekalipun. Tidak dihitung.Sial. Tidak bisakah Tuhan meng
"Tuan Gray, apakah Anda mengenal Verena?"Tepat setelah mengatakan itu, Kimberly merasakan Olivia, sang ibu, menyenggolnya. Diiringi dengan tatapan yang seakan berbunyi, 'Apa kamu gila? Kenapa membawa-bawa anak haram itu di sini!?'Tapi Kimberly tetap menatap Eric. Menunggu jawaban."Ah. Keluarga Miller." Eric berucap setelahnya. "Tentu saja. Kalian mengenal gadis itu, bukan?"Satu nama. Hanya perlu satu nama untuk membuat Eric bereaksi. Padahal sejak tadi ibunya dan Bibi Bea sudah berbusa menggiring obrolan agar Eric dan Kimberly bisa berkenalan. Sialan.Beberapa minggu yang lalu, Olivia datang padanya dengan semangat menggebu, mengusulkan sebuah rencana perjodohan antara Kimberly dan keponakan Beatrice, teman sosialitanya yang dekat dengan sang ibu. Rencana tersebut disusun oleh Olivia sendiri, dan diamini oleh Beatrice.Awalnya, Kimberly hendak menolak. Tapi ia langsung goyah saat mendengar status si pria. Lalu menyanggupi di tempat begitu saja ketika melihat foto Eric Gray.Pria
Pria itu tampak seperti ingin mengulitinya hidup-hidup.Tidak, tidak bisa dikatakan seperti itu juga.Namun, memang cara Eric memandangnya ... Bukan. Bukan seperti malam itu, saat ia memohon bantuannya. Bukan juga seperti saat Verena menolak lamarannya mentah-mentah. Lebih ke--Ah. Seperti saat mereka pertama bertatap muka malam ini.Seakan-akan pria itu sedang melihat mangsa dalam pengawasannya.Penuh peringatan.Verena balas menatap pria itu. Tanpa memutus kontak mata, senyum di bibirnya perlahan menghilang seiring sebuah senyum lain terbit di bibir Eric. Selaras dengan detak jantung Verena yang berdebar makin cepat."Sial. Dia tidak boleh memengaruhi aku hingga seperti ini," batin Verena, menolak kontrol Eric akan reaksi tubuhnya."Hubungan kalian memang sedekat itu? Apakah dia mantan pacarmu?"Verena menoleh saat Keith bertanya demikian. Rupanya, adik tirinya tersebut mengikuti arah pandang Verena."Bukan." Verena menjawab singkat, tidak berniat menjelaskan. Tangannya kemudian me
“Tuan Gray. Sepertinya memang tidak ada pilihan lain.” Dengan kalimat itu, bahkan sebelum dokter keluarganya menjelaskan lebih lanjut, Eric sudah tahu apa yang harus ia lakukan.Ia pernah berada di posisi yang sama dengan Verena dan rasanya sangat menyiksa.Waktu itu, Verenalah yang membantunya. Meskipun Eric memaksakan dirinya pada gadis itu, sekalipun dengan tidak sadar. Hal itulah yang membuat Eric merasakan rasa tanggung jawab yang besar terhadap Verena.Dan itu jugalah yang ia rasakan sekarang.Namun, mengingat karakter Verena, gadis itu pasti akan membunuhnya jika Eric mengambil pilihan yang menempatkan pria itu dalam posisi yang "terlalu menguntungkan" dan terkesan mengambil kesempatan."Eric--" Suara Verena kembali terdengar. Wanita itu mencengkeram tangan Eric lebih erat, lalu menggeser tubuhnya agar tidur berbantalkan pangkuan Eric. Lalu, ia kembali mengerang. Detik itu juga, Eric membuat keputusan."Semuanya keluar," ucapnya dengan suara rendah. Nadanya terdengar rendah,
“Ini ... kamu, Eric Gray, aku ….” Jantung pria itu berdetak lebih cepat saat mendengar Verena mengatakan hal itu. Sorot mata tak percaya tampak jelas di sepasang matanya. Otaknya langsung berputar, mengingat bagaimana Verena bisa meminum obat perangsang padahal gadis itu hampir selalu bersamanya.Dan pikiran itu masuk begitu saja dalam kepalanya.Verena yang kehausan. Minuman di tangan Eric.Dari Kimberly.Ah, sial.“Eric …?” Verena kembali berbicara, membuat pria itu menunduk menatap wanita itu. "Aku--"Verena berkedip, berusaha menjernihkan fokusnya. Iris matanya yang indah itu mengamati seraut wajah di hadapan dari jarak yang amat dekat. Wanita itu bahkan bisa merasakan embusan napas keduanya, terdengar berat di telinga. Perlahan, Verena mengangkat tangannya, menyentuh pipi sosok itu dengan telapak tangan, menangkupnya dengan lembut. Sesuatu yang cukup mengejutkan, sekalipun memang setelah mengumpat tadi, Verena perlahan bersikap kebalikannya. Menempel pada Eric.Dingin. Saat
"Apa yang terjadi ...."Verena berpegang erat pada tepi wastafel hingga buku-buku jarinya memutih. Sebab tubuhnya sekarang mulai limbung."Permisi. Apa kamu baik-baik saja?"Verena mendengar salah satu pengunjung kamar mandi bertanya dan ia mengangguk, semata-mata karena ia sendiri tidak bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi pada dirinya."Wajahmu pucat." Gadis itu kembali berkomentar. Lalu ia mengeluarkan beberapa jenis pil dari dalam tasnya. "Jika ... kamu sedang datang bulan dan merasa tidak nyaman karenanya, ini aku ada obat."Gadis itu meletakkan obat-obatan itu di tepi wastafel, di hadapan Verena."Tidak apa-apa. Jangan malu." Verena mendengar gadis asing itu kembali berucap. "Perlu kuantar ke petugas? Aku juga bisa memanggil dokter."Verena hanya tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih. Ia menggeleng, mencoba menyampaikan kalau ia tidak butuh bantuan.Meski sebenarnya, ia merasa bahwa ia akan mati di sini Lalu gadis itu keluar dan Verena sendirian di dalam toilet.Ve
"... Verena, kamu baik-baik saja?"Pertanyaan itu meluncur dari bibir Eric ketika Verena tanpa sadar menggenggam ujung jas pria itu dan meremasnya kuat-kuat. Wajah wanita itu kini agak pucat dan napasnya menjadi lebih berat."Kelelahan?" tanya Eric lagi. Bukan apa-apa. Bisa jadi memang wanitanya ini sedang kelelahan, bukan? Dengan segala kesibukan sebagai pengganti sang ayah, Verena sampai pada batasnya juga. Namun, Verena menggeleng. Ini jelas bukab kelelahan. Ia tidak selemah itu.Sejak dulu, Verena sudah terbiasa bekerja dan lembur. Mengurusi klien dan bersosialisasi juga sudah sering ia lakukan karena pekerjaannya. Jadi ia tidak akan tumbang semudah ini.Selain itu, kondisinya ini terlalu tiba-tiba.Tidak mungkin Verena yang normal dan sehat bisa menjadi seperti ini begitu saja?"Kita menyingkir--""Aku ke toilet dulu," ucap Verena, menepis lengan Eric sekarang. Di sini terlalu banyak orang. Pikirannya terasa kacau dan tidak nyaman. Mungkin sedikit udara segar bisa membersihkan
"Maaf, aku harus keluar lagi. Ada yang harus aku pastikan.""Mau ke mana?"Eric bertanya. Tidak seperti dugaan Verena, Eric tidak melepaskannya begitu saja. Padahal Verena pikir, pria itu akan mengiakan saja keputusan Verena seperti tadi."Ke luar. Sebentar. Kan sudah aku bilang.""Jawab dengan lebih spesifik, Verena." Eric berucap.Langsung saja, Verena menghela napas."Aku perlu memastikan beberapa tamu. Oke?""Kalau kamu memerlukan daftar tamu, bisa kuberikan.""Ya, tapi aku juga perlu menemui orang ini.""Siapa? Kutemani.""Tidak perlu. Ini acaramu. Kamu harus tetap di sini.""Tanpa tunanganku? Jangan bercanda."Verena berdecak. Merasa kesal.Karena tidak ingin kehilangan jejak seperti tadi, wanita itu nekat melangkah pergi----tapi ia justru berakhir terpenjara dalam tangan kekar Eric."Eric--""Kamu tahu," ucap Eric diikuti helaan napas. "Mengejarmu memerlukan kesabaran ekstra."Verena langsung merengut. Bukan karena ucapan Eric, melainkan karena posisi mereka. Si Presdir arogan
"Aku tidak mau kamu mati konyol, Verena. Tidak bisakah kamu memahami hal itu?"Ucapan yang meluncur dari bibir Keith itu tidak terlalu mengejutkan Verena. Namun, nada bicara dan ekspresi yang ditunjukkan oleh adik tirinya itu sukses membuat Verena terdiam.Ada yang asing dari tatap manik mata abu-abu itu.Sepasang warna abu-abu yang familiar itu--Apalagi bagaimana Keith membuang muka setelahnya, lalu mengusap tengkuk dengan kikuk sementara ujung telinganya memerah.Keanehan itu ... tidak bisa Verena pandang sebagai sebuah tingkah adiknya yang lucu.Bukan karena sikap Keith tidak lucu. Melainkan karena tingkahnya tidak seperti seorang adik pada umumnya.Seakan-akan--Tidak. Pasti Verena salah. Ia selalu salah dalam hal ini, kan?"Keith ... kamu--"Keith mengangkat tangannya sembari menghela napas."Sudahlah." Keith menukas. "Toh Ayah sudah merestui pertunanganmu, bukan? Lupakan saja.""Yah. Itu mustahil." Verena berusaha terdengar tegas, tapi ucapannya tak lebih dari sebuah gumaman.M
"Nona, Anda baik-baik saja?"Sosok itu adalah seorang pria paruh baya, dengan rambut hitam yang sudah banyak beruban. Namun, penampilannya tampak rapi, tidak serampangan. Mengindikasikan bahwa kemungkinan beliau adalah salah satu tamu undangan Eric Gray.Meski begitu, penampilannya tampak terlalu sederhana untuk dikatakan kaum sosialita.Namun, bukan itu yang membuat Verena tertegun. Mata abu-abu itu ... tampak familier bagi Verena. Di mana--"Nona?""Ah." Verena berkedip. "Maaf, Tuan. Saya tidak melihat ke depan." Verena buru-buru berkata setelahnya."Saya tidak masalah. Tapi apakah Anda baik-baik saja?""Saya tidak apa-apa. Permisi."Verena sedikit menunduk dan langsung pergi dari sana, ke arah yang dituju oleh Kimberly tadi.Namun, sayangnya, interupsi singkat tadi sudah cukup untuk melenyapkan jejak adik tirinya.Tanpa sadar, Verena menghela napas. Menyayangkan fokusnya yang sempat teralihkan tadi."Verena."Panggilan itu membuat Verena menoleh dan mendapati sosok Keith tengah ber
"Coba cari topik pembicaraan lain. Soal aku, misalnya. Putra ibu dan...." Verena mencoba memasang raut wajah biasa saja saat Eric mendekatkan bibirnya ke telinga Verena dan berbisik, "Calon suamimu."Baru setelah itu Verena menghela napas pelan. Lalu, wanita itu menoleh sedikit ke belakang, ke arah Eric."Kamu mau kami membicarakanmu di depanmu langsung?" tanyanya.Eric mengangkat bahu. "Silakan.""Tidak masalah kalau aku menyinggung soal kelakuanmu dulu?" Verena kembali bertanya. "Semua yang kamu lakukan saat kamu mengejar-ngejar--""Sini. Aku pasangkan lagi kalungnya." Eric Gray menyela. Tangannya terulur dan mengambil kalung di tangan Verena, sebelum kemudian memasangkannya. "Mau bicara soal Vera Jones lagi?""Tidak." Kali ini, Mia yang menjawab. "Meskipun rasanya menyenangkan, mengobrol dengan Verena. Tapi lebih baik kamu dan Verena sekarang kembali ke aula. Sapa para tamu."Lalu, pada Verena yang menatapnya, Mia menambahkan, "Senang bertemu denganmu, Verena. Lain kali, kita men
"Apakah kamu punya koneksi khusus pada Nona Jones, Verena?" Pertanyaan Mia itu membuat Verena tersenyum.Sama seperti semua sosialita di pesta amal keluarga Miller beberapa waktu yang lalu, tidak semuanya mengetahui mengenai identitas Verena sebagai Vera Jones.Mungkin memang ada pembicaraan dari mulut ke mulut setelah pesta, tapi informasi tersebut tidak mungkin sampai ke semua orang. Apalagi ini soal pencapaian Verena, si anak haram. Orang akan lebih senang bergosip soal dia yang tiba-tiba mendapatkan rezeki nomplok dan warisan dari sang ayah karena cara kotor.Bukan dengan pertimbangan bahwa Verena punya kemampuan.Di samping itu, tampaknya memang Mia tidak terlihat seperti wanita yang hobi bergosip. Karenanya, sebelum Eric sempat menyelesaikan kalimat tadi, Verena sudah bertanya, "Bagaimana menurut Anda soal desain-desain Vera Jones, Nyonya Gray?"Verena tahu sedikit banyak soal Mia Gray, ibunda Eric, dari informasi yang diselipkan oleh Ashton sebelum ia sepakat untuk datang ke