Mendengar ucapan Eric, semua orang langsung berbisik.“Wah, apa maksudnya itu?”“Apa yang terjadi kemarin di antara mereka?”“Apa jangan-jangan … mereka memiliki hubungan!?”Asumsi dan komentar semua orang bisa terdengar jelas oleh Verena. Hal tersebut membuat gadis yang biasa tenang dan selalu memasang wajah datar itu berubah panik.Verena langsung berseru, “Tidak ada hubungan apa-apa di antara kami! Tuan Gray hanya membicarakan perihal proyek yang memiliki masalah!”Kalimat Verena membuat para pekerja lain terkejut, tak pernah melihat wanita itu tampak begitu kesal. Akan tetapi, merasa tidak enak dan paham emosi wanita tersebut karena dituduh yang tidak-tidak, semua orang pun langsung tersenyum tak berdaya dan mengalihkan fokus kembali kepada pekerjaan.Yakin telah membereskan semua orang, Verena langsung berdiri dari kursinya dan menarik Eric. “Ikut denganku!”Melihat Verena dan Eric pergi keluar dengan begitu tergesa-gesa, ditambah dengan tarikan tangan Verena di lengan Eric, sala
Selama sesaat, Verena membeku mendengar omongan Eric. Pria ini … ingin menikahinya? Ini … jelas tidak sesuai dengan skenario dalam benak Verena.Eric ingin menikahinya guna bertanggung jawab? Kalimat itu membuat hati Verena bergetar, mulai tersentuh.Namun, ketika mengingat mengenai masa lalu sang ibu dengan ayahnya, ekspresi Verena yang tadi terkejut berubah dingin. Dia menepiskan tangan Eric.“Jangan terlalu berlebihan, Mr. Gray. Itu hanya malam biasa.” Wanita itu menjauh dari Eric dan menambahkan, “Aku tidak perlu pertanggungjawaban apa pun, jadi lupakan saja dan anggap tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita.”Verena pun langsung berbalik untuk kembali ke ruang kantornya. Namun, beberapa detik kemudian, langkah kakinya terhenti ketika dia mendengar Eric tiba-tiba berkata, “Bukankah malam itu adalah yang pertama bagimu, Verena? Sebegitu remehnya malam itu untukmu?” Pertanyaan Eric membuat tubuh Verena mematung. Namun, kemudian dia menutup mata dan menghela napas panjang. Ve
Dua minggu setelah percakapan Verena dan Eric, keduanya tidak lagi pernah bertemu. Bahkan, setiap kali ada sebuah proyek yang melibatkan Eric, pria tersebut enggan datang ke VJ dan malah meminta Valency untuk menemuinya di luar kantor.Tentunya, Verena tidak menggerutu lantaran sedari awal memang Valencylah yang seharusnya bertanggung jawab atas segala proyek dengan Eric. Namun, entah kenapa, tanpa dia sadari, dalam hatinya yang terdalam … dia merasa sedikit kosong.“Sudah jam segini, kamu belum pulang?” Pertanyaan itu membuat Verena menoleh, menatap Valency yang tampak khawatir padanya.“Masih ada sejumlah hal yang perlu kubereskan,” jawab Verena sembari tersenyum tipis, sebelum akhirnya kembali mengerjakan tugasnya.Valency tahu jelas bahwa Verena telah mengerjakan targetnya hari ini, dan itu berarti setiap hal yang wanita tersebut kerjakan sekarang adalah pekerjaan yang bisa diselesaikan keesokan harinya. Sadar bahwa sahabatnya itu menyibukkan diri, Valency yakin ada masalah yang m
Mendengar ucapan sang ibu, Verena menautkan alis selagi menatap Gracia. Dia jelas tidak pernah mengatakan Gracia bukanlah wanita terhormat karena hanya bisa berlindung di balik orang tuanya. Dia hanya memperingatkan gadis itu untuk berhenti bermuka dua demi menjatuhkan orang lain!Verena menghela napas. Ini jelas sudah lagu lama, di mana Gracia akan melebih-lebihkan ucapannya untuk membuat drama di depan orang tua mereka, lalu Verena akan berakhir ditegur.Kalau seperti itu, apa gunanya membela diri?“Verena, Mama bicara padamu!” bentak Viona lagi, membuat Verena menautkan alis. “Kalau sudah percaya, untuk apa lagi bertanya? Aku membela diri juga tidak akan ada gunanya, bukan?” balas Verena selagi menatap ibunya lurus.Viona terbelalak, tidak menyangka putrinya tersebut akan membalas ucapannya seperti itu.Melihat wajah Viona, Damian tahu kalau ibu dan anak itu akan kembali bertengkar. Dalam hatinya, dia juga dilema harus membela siapa, terutama karena pada kenyataannya, dia tidak ta
“Haruskah aku pergi saja?” pikir Verena saat dirinya berbaring di atas tempat tidur.Setelah pertengkaran besar dengan ibunya tadi, Verena kembali ke kamarnya, membersihkan diri, lalu bersiap untuk tidur. Namun, betapa pun dia berusaha untuk tidur, Verena tidak bisa berhenti memikirkan pertengkarannya tadi dengan Viona.Sudah tiga tahun berlalu semenjak terakhir mereka membahas mengenai ayahnya, dan terakhir kali Verena menyebut pria itu, dirinya hampir berakhir diusir dari rumah kalau bukan karena bantuan Damian yang menenangkan Viona. Hanya saja, kali ini … Verena merasa sudah lelah.Sedari awal, Verena tahu sang ibu memang tidak menginginkan dirinya. Lagi pula, kelahirannya adalah sebuah kecelakaan yang terjadi akibat jebakan pamannya, Vincent, yang berniat untuk menguasai keseluruhan warisan Jones dengan merusak reputasi Viona.Namun, rencana itu tidak berhasil lantaran orang yang berujung tidur dengan Viona merupakan Aster Jonathan Miller, salah satu sosok terkuat di Utopia. Den
“Kamu bilang apa?!”Suara melengking Viona bergema di kediaman tersebut, membuat bukan hanya Verena meringis, tapi Damian mengelus pundak sang istri untuk menenangkannya. “Apa maksudmu kamu akan kembali ke Utopia jhari ini?!” sergah Viona sembari menatap nyalang sang putri, tampak marah mendengar ide gila Verena. “Apa ini semua karena kejadian beberapa malam lalu?! Kau tidak terima aku menegurmu!?”Helaan napas terdengar dari bibir Verena selagi Damian terus berusaha menenangkan istrinya. Setelah menerima telepon dari Ashton dan mendapatkan kabar tentang sang ayah, Verena akhirnya memutuskan kembali ke Utopia. Bukan hanya karena dia merasa situasinya dengan Viona dan keluarga sang ibu sedang perlu ‘istirahat’, tapi ucapan Ashton ada benarnya.Seberapa pun besarnya dosa sang ayah kandung kepada Verena, tapi wanita itu tidak bisa membiarkan pria tersebut mati begitu saja tanpa menemuinya. Tidak ada yang tahu penyesalan macam apa yang kiranya akan hinggap bila hal itu terjadi.Alhasil,
“Verena, aku di sini!” Setibanya di bandara Utopia, Verena disambut dengan suara bariton yang meneriaki namanya. Verena sempat celingukan mencari asal suara karena kondisi pintu keluar bandara yang cukup ramai membuatnya tak langsung menemukan sosok tersebut. Sampai akhirnya, matanya bersitatap dengan sosok pria tinggi tegap dengan wajah mengagumkan. Rahang tegas, hidung mancung dengan mata sebiru lautan. Pria itu tampak gagah meski hanya mengenakan pakaian kasual dengan kacamata yang menggantung di kerah kaosnya, sedang berdiri sambil bersandar pada body mobil dengan senyum lebar sambil melambaikan tangan pada Verena.Verena tersenyum, balas melambaikan tangan. “Ashton.” Verena menarik kopernya, kaki jenjang itu melangkah cepat menghampiri pria itu. Ashton merentangkan kedua tangan, Verena pun langsung mendekap pria itu dengan hangat. Semerbak wangi parfum maskulin memenuhi indera penciumannya, membuat Verena sedikit bernostalgia. Ashton, dia masih sama.Balas memeluk Verena dan
Verena memandang ke luar jendela saat mobil yang dikendarai Ashton melaju meninggalkan bandara, menuju mansion besar kediaman keluarga Miller. Perempuan itu sibuk dengan pikirannya sendiri, mencatat dalam diam sudah berapa banyak perubahan yang ia temui sepanjang jalan sembari membandingkannya dengan yang ada dalam ingatan.Apalagi beberapa tahun sudah berlalu sejak terakhir kali ia meninggalkan Utopia."Verena.""Hm?" Perempuan itu sekilas menoleh pada Ashton yang duduk di sebelahnya."Apa yang kamu pikirkan?"Verena kembali menatap ke luar jendela. "Tidak ada," jawabnya, tidak ingin memberikan penjelasan lebih lanjut."Apakah kamu," Ashton kembali berkata. Mata pria itu mengamati Verena sepintas sebelum kemudian kembali fokus ke jalan, "khawatir bagaimana reaksi keluarga besar Miller tentang kepulanganmu?"Verena tidak langsung menjawab. Namun, tak lama, ia turut menyimpulkan bahwa perasaan tidak nyaman yang dirasakannya sejak tadi adalah karena hal tersebut."Mungkin," akunya. "Se
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg