“Kamu terlihat pucat, apa kamu baik-baik saja?”Pertanyaan itu sudah berkali-kali dia dengar dari orang-orang di kantornya, tapi kali ini … Verena mendengarnya dari Valency, dan dia tahu dirinya harus menanggapi sahabatnya tersebut.“Aku baik-baik saja,” ucap Verena dengan senyum tipis. “Mungkin hanya kurang tidur saja.”Valency memasang wajah khawatir. Walau pertemanannya dengan Verena belum berjalan untuk waktu yang lama, tapi dia tahu bahwa sahabatnya itu bukan hanya kurang tidur, tapi juga dibebani berbagai macam beban pikiran.Namun, mengenal Verena sebagai orang yang tertutup, Valency juga tidak ingin melewati ranahnya selaku seorang teman. Alhasil, dia hanya bisa berkata, “Kalau perlu bantuan, cukup katakan saja padaku. Jangan menyimpannya sendiri. Kamu tahu aku bersedia membantu selama aku mampu.”Mendengar hal tersebut, Verena tersenyum. Memang benar kata orang, yang tidak sedarah terkadang lebih terasa seperti saudara.“Terima kasih, Valency.”Walau tersentuh dengan perhatia
Mendengar ucapan Eric, semua orang langsung berbisik.“Wah, apa maksudnya itu?”“Apa yang terjadi kemarin di antara mereka?”“Apa jangan-jangan … mereka memiliki hubungan!?”Asumsi dan komentar semua orang bisa terdengar jelas oleh Verena. Hal tersebut membuat gadis yang biasa tenang dan selalu memasang wajah datar itu berubah panik.Verena langsung berseru, “Tidak ada hubungan apa-apa di antara kami! Tuan Gray hanya membicarakan perihal proyek yang memiliki masalah!”Kalimat Verena membuat para pekerja lain terkejut, tak pernah melihat wanita itu tampak begitu kesal. Akan tetapi, merasa tidak enak dan paham emosi wanita tersebut karena dituduh yang tidak-tidak, semua orang pun langsung tersenyum tak berdaya dan mengalihkan fokus kembali kepada pekerjaan.Yakin telah membereskan semua orang, Verena langsung berdiri dari kursinya dan menarik Eric. “Ikut denganku!”Melihat Verena dan Eric pergi keluar dengan begitu tergesa-gesa, ditambah dengan tarikan tangan Verena di lengan Eric, sala
Selama sesaat, Verena membeku mendengar omongan Eric. Pria ini … ingin menikahinya? Ini … jelas tidak sesuai dengan skenario dalam benak Verena.Eric ingin menikahinya guna bertanggung jawab? Kalimat itu membuat hati Verena bergetar, mulai tersentuh.Namun, ketika mengingat mengenai masa lalu sang ibu dengan ayahnya, ekspresi Verena yang tadi terkejut berubah dingin. Dia menepiskan tangan Eric.“Jangan terlalu berlebihan, Mr. Gray. Itu hanya malam biasa.” Wanita itu menjauh dari Eric dan menambahkan, “Aku tidak perlu pertanggungjawaban apa pun, jadi lupakan saja dan anggap tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita.”Verena pun langsung berbalik untuk kembali ke ruang kantornya. Namun, beberapa detik kemudian, langkah kakinya terhenti ketika dia mendengar Eric tiba-tiba berkata, “Bukankah malam itu adalah yang pertama bagimu, Verena? Sebegitu remehnya malam itu untukmu?” Pertanyaan Eric membuat tubuh Verena mematung. Namun, kemudian dia menutup mata dan menghela napas panjang. Ve
Dua minggu setelah percakapan Verena dan Eric, keduanya tidak lagi pernah bertemu. Bahkan, setiap kali ada sebuah proyek yang melibatkan Eric, pria tersebut enggan datang ke VJ dan malah meminta Valency untuk menemuinya di luar kantor.Tentunya, Verena tidak menggerutu lantaran sedari awal memang Valencylah yang seharusnya bertanggung jawab atas segala proyek dengan Eric. Namun, entah kenapa, tanpa dia sadari, dalam hatinya yang terdalam … dia merasa sedikit kosong.“Sudah jam segini, kamu belum pulang?” Pertanyaan itu membuat Verena menoleh, menatap Valency yang tampak khawatir padanya.“Masih ada sejumlah hal yang perlu kubereskan,” jawab Verena sembari tersenyum tipis, sebelum akhirnya kembali mengerjakan tugasnya.Valency tahu jelas bahwa Verena telah mengerjakan targetnya hari ini, dan itu berarti setiap hal yang wanita tersebut kerjakan sekarang adalah pekerjaan yang bisa diselesaikan keesokan harinya. Sadar bahwa sahabatnya itu menyibukkan diri, Valency yakin ada masalah yang m
Mendengar ucapan sang ibu, Verena menautkan alis selagi menatap Gracia. Dia jelas tidak pernah mengatakan Gracia bukanlah wanita terhormat karena hanya bisa berlindung di balik orang tuanya. Dia hanya memperingatkan gadis itu untuk berhenti bermuka dua demi menjatuhkan orang lain!Verena menghela napas. Ini jelas sudah lagu lama, di mana Gracia akan melebih-lebihkan ucapannya untuk membuat drama di depan orang tua mereka, lalu Verena akan berakhir ditegur.Kalau seperti itu, apa gunanya membela diri?“Verena, Mama bicara padamu!” bentak Viona lagi, membuat Verena menautkan alis. “Kalau sudah percaya, untuk apa lagi bertanya? Aku membela diri juga tidak akan ada gunanya, bukan?” balas Verena selagi menatap ibunya lurus.Viona terbelalak, tidak menyangka putrinya tersebut akan membalas ucapannya seperti itu.Melihat wajah Viona, Damian tahu kalau ibu dan anak itu akan kembali bertengkar. Dalam hatinya, dia juga dilema harus membela siapa, terutama karena pada kenyataannya, dia tidak ta
“Haruskah aku pergi saja?” pikir Verena saat dirinya berbaring di atas tempat tidur.Setelah pertengkaran besar dengan ibunya tadi, Verena kembali ke kamarnya, membersihkan diri, lalu bersiap untuk tidur. Namun, betapa pun dia berusaha untuk tidur, Verena tidak bisa berhenti memikirkan pertengkarannya tadi dengan Viona.Sudah tiga tahun berlalu semenjak terakhir mereka membahas mengenai ayahnya, dan terakhir kali Verena menyebut pria itu, dirinya hampir berakhir diusir dari rumah kalau bukan karena bantuan Damian yang menenangkan Viona. Hanya saja, kali ini … Verena merasa sudah lelah.Sedari awal, Verena tahu sang ibu memang tidak menginginkan dirinya. Lagi pula, kelahirannya adalah sebuah kecelakaan yang terjadi akibat jebakan pamannya, Vincent, yang berniat untuk menguasai keseluruhan warisan Jones dengan merusak reputasi Viona.Namun, rencana itu tidak berhasil lantaran orang yang berujung tidur dengan Viona merupakan Aster Jonathan Miller, salah satu sosok terkuat di Utopia. Den
“Kamu bilang apa?!”Suara melengking Viona bergema di kediaman tersebut, membuat bukan hanya Verena meringis, tapi Damian mengelus pundak sang istri untuk menenangkannya. “Apa maksudmu kamu akan kembali ke Utopia jhari ini?!” sergah Viona sembari menatap nyalang sang putri, tampak marah mendengar ide gila Verena. “Apa ini semua karena kejadian beberapa malam lalu?! Kau tidak terima aku menegurmu!?”Helaan napas terdengar dari bibir Verena selagi Damian terus berusaha menenangkan istrinya. Setelah menerima telepon dari Ashton dan mendapatkan kabar tentang sang ayah, Verena akhirnya memutuskan kembali ke Utopia. Bukan hanya karena dia merasa situasinya dengan Viona dan keluarga sang ibu sedang perlu ‘istirahat’, tapi ucapan Ashton ada benarnya.Seberapa pun besarnya dosa sang ayah kandung kepada Verena, tapi wanita itu tidak bisa membiarkan pria tersebut mati begitu saja tanpa menemuinya. Tidak ada yang tahu penyesalan macam apa yang kiranya akan hinggap bila hal itu terjadi.Alhasil,
“Verena, aku di sini!” Setibanya di bandara Utopia, Verena disambut dengan suara bariton yang meneriaki namanya. Verena sempat celingukan mencari asal suara karena kondisi pintu keluar bandara yang cukup ramai membuatnya tak langsung menemukan sosok tersebut. Sampai akhirnya, matanya bersitatap dengan sosok pria tinggi tegap dengan wajah mengagumkan. Rahang tegas, hidung mancung dengan mata sebiru lautan. Pria itu tampak gagah meski hanya mengenakan pakaian kasual dengan kacamata yang menggantung di kerah kaosnya, sedang berdiri sambil bersandar pada body mobil dengan senyum lebar sambil melambaikan tangan pada Verena.Verena tersenyum, balas melambaikan tangan. “Ashton.” Verena menarik kopernya, kaki jenjang itu melangkah cepat menghampiri pria itu. Ashton merentangkan kedua tangan, Verena pun langsung mendekap pria itu dengan hangat. Semerbak wangi parfum maskulin memenuhi indera penciumannya, membuat Verena sedikit bernostalgia. Ashton, dia masih sama.Balas memeluk Verena dan
Verena dengan segera membetulkan posisinya dan berdiri untuk menyapa orang tua Eric Gray tersebut.Dalam hati, ia merasa seolah diselamatkan oleh kehadiran Mia dan Beatrice, terlepas dari posisinya yang agak memalukan dan bagaimana Beatrice tampak ingin sekali langsung menghakiminya detik itu juga.Akan tetapi, Verena langsung mengalihkan fokusnya pada Mia. Sepasang mata ibu Eric tersebut kini menatapnya dengan penuh perhatian."Ibu," Eric menyapa dengan nada yang masih tenang, seakan pertemuan itu adalah hal biasa. "Perkenalkan, ini Verena."Sikap pria itu seolah mereka tidak berada dalam posisi yang patut dipertanyakan sebelumnya. "Ya. Itulah wanita yang dipilih oleh putramu," ucap Beatrice pada Mia, iparnya. Kemudian, wanita paruh baya itu mendengus. "Sudah bagus aku kenalkan pada putri bungsu keluarga Miller untuk dijodohkan. Dia malah memilih wanita ini."Beatrice mengalihkan pandangannya pada Verena dan melihat wanita itu dari atas sampai bawah, sebelum kemudian melirik Eric ya
"Ada apa? Katakan."Akan tetapi, alih-alih menjawab pertanyaan Eric Gray, respons pertama Verena selain menahan napas adalah memundurkan badannya. Sekalipun sudah tidak ada ruang yang cukup di balik punggungnya.Setelah itu, baru Verena menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Meskipun, tampaknya sia-sia. Entah kenapa otak Verena terasa macet karena posisi mereka saat ini.Apakah ini berarti Verena sedang terintimidasi? Wanita itu berpikir.Karena makin dekat Eric berada, semakin sulit baginya untuk berpikir jernih.Apalagi ketika Eric kembali memangkas jarak di antara mereka."Hm?" Pria itu tersenyum miring, menikmati situasi saat ini.Sementara itu, pandangan Verena terpaku pada wajah pria itu yang kini hanya terpisah beberapa inci darinya. Bau parfum Eric yang khas semakin menambah kerumunan dalam pikirannya tanpa bisa dicegah. Diam-diam, Verena merutuk dalam hati."Mundur," ucap wanita itu pada akhirnya. Ia enggan mengakui bahwa posisi ini mengusiknya. "Sofa di be
"Aku hanya sedikit mengingatkan saja, Sayang. Semua yang dilakukan, akan ada dampaknya."Hening sejenak. Verena dalam diam mengamati ekspresi kedua saudara tirinya. Wajah Keith tetap datar senantiasa. Pria itu tidak tampak tersinggung atau marah pada sindiran Eric. Berbeda dengan Kimberly yang saat ini tengah menatapnya.Iya. Menatap Verena."Saya setuju dengan Anda, Tuan Gray. Memang semua perbuatan itu ada dampaknya. Setiap akibat, pasti ada sebabnya," ucap Kimberly. Gadis itu mengalihkan pandangan pada Eric dan tersenyum manis. "Ah ya. Selamat ulang tahun, Tuan Eric Gray. Semoga Anda menikmati malam yang indah ini."Senyum Kimberly menjadi lebih lebar setelah mengucapkan kalimat terakhir tersebut.Sejujurnya, Eric tengah menahan diri agar tidak berekspresi terkejut atau heran dengan reaksi Kimberly tersebut. Ini adalah pertama kalinya Kimberly menunjukkan sisinya yang berbeda.Sebelumnya, gadis yang merupakan putri bungsu Aster Miller tersebut selalu menampilkan sikap malu-malu d
"Lebih baik aku mencari--""Sayang. Kamu di sini rupanya."Verena terkejut ketika tangan Eric Gray melingkari pinggulnya dan langsung menarik wanita itu mendekat, menempel pada sisi tubuh Eric. Sontak, selama sedetik, tubuhnya menegang karena tidak biasa sebelum kemudian rileks lagi.Verena kemudian melirik pada pria di sampingnya. Sosok itu sedang tersenyum pada Verena. Tidak terlalu lebar, tapi mampu membuat wajahnya yang arogan itu tampak beberapa kali lebih tampan.Ia harus mengakuinya kali ini. Memang pesona Eric si pria menyebalkan itu memang tidak main-main.Alhasil, daripada mengomel, Verena ikut masuk ke dalam sandiwara Eric. Meski tanpa menghiasinya dengan romansa berlebihan."Hai," ucapnya. "Kapan datang?""Beberapa menit yang lalu. Kita harus menemui ibuku setelah ini," balas Eric. Lalu ia mendekatkan diri pada telinga Verena untuk berbisik, "Wanitaku ini sungguh keras kepala rupanya."Verena hanya tersenyum tipis menanggapinya."Selamat malam, Tuan Gray."Tatapan mata bir
"Apakah aku perlu membereskan adik tirimu juga setelah ini?"Ada alasannya Eric Gray menanyakan itu.Sekalipun tidak mendapatkan konfirmasi secara terang-terangan dengan kata 'ya' atau penyebutan sebuah nama, sikap Keith malam itu sudah cukup menjadi jawaban siapa oknum yang mengusik Verena beberapa waktu yang lalu.Bahkan nyaris mencelakainya.Verena sendiri punya dugaan kalau ayahnya tahu, tapi tidak bertindak. Entah dengan alasan apa. Mungkin saja memang Aster Miller menyayangi putri bungsunya atau bisa juga ada alasan lain.Yang jelas, kini Verena tahu kalau Eric pun sudah mengantongi nama itu. Dan merunut dari obrolan yang ada, tampaknya Kimberly cemburu buta pada kedekatan Verena dan Eric Gray.Gadis bodoh. Jelas saja Kimberly kalut mendapati sumber kedudukan dan pria yang ia incar direbut oleh anak haram seperti Verena. Begitu yang wanita cantik ini pikirkan.Apalagi hari ini muncul berita soal Verena dan Eric. Karenanya, Verena wajib waspada."Tetap pada peranmu saja.""Perank
"Wah ... sepertinya ada perubahan rencana." "Bukan bisnis kan, Ve? Maafkan aku." "Tunggu, ini depan rumahku? Kapan?" Pertanyaan Ashton yang beruntun itu membuat Verena sakit kepala hingga ia harus menutup matanya. Foto apa ini? Jelas-jelas Verena tidak berciuman dengan siapa pun, apalagi dengan Eric Gray. Di depan rumah kakak sepupunya. Di malam hari, begitu turun dari mobil seperti yang tertulis dalam teks berita. Mereka ini sedang menulis fiksi ya? Kenapa sangat mengada-ada? Verena membuka matanya dan melihat layar tablet sekali lagi. Iya tidak berciuman, tapi memang sudut pengambilan gambar menunjukkan seakan-akan Verena sedang mendapatkan kecupan selamat malam dari Eric Gray. Ck, kenapa juga waktu itu Eric harus mengimpitnya di samping mobil!? "--Ve!" "Apa?" Verena menjawab ketus ketika panggilan Ashton terdengar beberapa kali. Pria itu langsung menciut. "Ponselmu berbunyi." Meski begitu, Ashton kembali melanjutkan. "Jangan marah-marah. Aku tidak akan menggoda
Seperti sudah kebiasaan Eric Gray, usai melakukan gebrakan, pria itu kembali tidak menemui Verena selama beberapa hari."Apakah pria itu sedang bermain tarik ulur denganku?" batin Verena. Ia kesal karena dirinya tidak bisa memprediksi tingkah Eric selama ini.Apakah pria itu akan tiba-tiba muncul di kantornya sekali lagi? Atau mungkin mereka akan berpapasan di mansion keluarga Miller?Bagaimana dengan ajakan makan malam yang kerap kali dilontarkan oleh Eric?Ah, apa kali ini, Eric kemungkinan muncul dengan Kimberly di hadapan Verena?Tidak ada yang tidak mungkin."Kamu tampak tidak fokus," komentar Ashton. Pria itu sudah mulai masuk lagi, meski masih mengenakan perban di tangannya. Akan tetapi, asisten sementara Verena tetap bekerja agar Ashton tidak terlalu memforsir dirinya."Aku baik-baik saja," balas Verena. Ia mengambil berkas dari tumpukan di depannya dan mulai mengecek. "Cuma butuh kopi, sepertinya.""Kamu sudah minum dua gelas kopi hitam hari ini."Verena mendesah pelan. "Aku
"Bukankah Nona Verena Miller menyukai pria lembut yang penuh perhatian?"Kalimat itu membuat Verena berpikir keras untuk memahami maksud di balik kalimat yang diucapkan oleh Eric. Sampai akhirnya, ketika mata Verena bertemu dengan sepasang manik biru itu, Verena tahu apa yang sedang Eric bicarakan."Kamu--!"Verena tidak tahu dari mana Eric Gray mendapatkan informasi tersebut, tapi Verena bisa merasakan wajahnya memerah karena malu dan marah.Namun, Verena tidak akan dengan mudah mengakui bahwa, ya, ia pernah jatuh pada pesona kakak sepupunya. Wanita itu berusaha memasang wajah minim ekspresi, sekalipun pipinya sudah memerah.Eric kembali melirik pada sosok di sebelahnya, sembari menyeringai tipis.Perasaannya agak campur aduk.Di sisi lain, ia terhibur melihat bagaimana pipi Verena bersemu seperti itu. Tapi Eric membenci alasan di baliknya.Karena jika sudah begini, jelas bahwa Verena memang punya perasaan lebih pada Ashton Miller.Sial. Padahal Eric cuma menebak saja. Melihat bagaim
"Aku agak lapar. Tadi tidak makan banyak. Suapi calon suamimu ini. Verena.""Lebih baik kamu turunkan aku di sini." Verena langsung menukas. Dalam hati, ia sudah berkali-kali merutuk.Sepertinya pikiran orang ini memang kurang sehat. Apa memang semua orang kaya senang seenaknya begini? Ayah Verena pun demikian. Apakah--"Tidak perlu marah. Katakan saja kalau memang kamu mau menolak." Eric berkata ringan sembari kembali menjalankan mobilnya. Pria itu tampak terhibur, terlihat dari bagaimana ia merapatkan bibirnya agar tidak tersenyum lebih lebar. "Tidak perlu sekeras itu.""Hanya saja, kan tanganku sibuk menyetir. Kalau kamu berkenan, mungkin kamu bisa membantuku."Tangan Verena terkepal. Apa rencana pria ini sekarang? Strategi ini berbeda dari yang biasanya. Verena terbiasa dengan Eric yang mendebat dan memaksanya. Kalau begitu, Verena sudah menguasai cara meresponsnya.Tapi Eric Gray yang tenang dan sama sekali tidak memojokkannya begini terasa aneh. Verena harus mengatur ulang car