Hmm, Verena x Eric agak panas yah ... gimana menurut kalian guys?? Apakah Verena bisa bantu Valency kabur dari Felix agar rumtang Valency dan Jayden mulus lagi?
“Verena! Jaga sikapmu!” bentak Esther menegur Verena yang terus-terusan melayangkan tuduhan-tuduhan pada Eric, ia menatap tajam Verena. “Tuan Gray adalah klien penting perusahaan ini, bagaimana bisa sikapmu layaknya orang tak berpendidikan seperti itu?!” Esther melirik Eric dari ujung matanya, menahan diri untuk tak tersenyum. Ia menanti bagaimana reaksi pria itu ketika dia bela, Esther berusaha menunjukkan kinerjanya dan kekuasaannya dalam tim utama, berharap Eric mau meliriknya barang sejenak. “Kenapa? Apakah aku salah?” balas Verena sewot. “Untuk apa terus-menerus mencari Valency ketika masih ada aku sebagai perwakilan? Intinya kan sama-sama ingin membahas mengenai proyek kami.” Verena bersikap santai saat melayangkan protesnya, seolah tak peduli dengan pangkat Eric sebagai salah satu pengusaha terkenal dan klien penting perusahaannya, maupun status Esther sebagai ketua timnya. “Verena!” bentak Esther lagi, kali ini dengan suara yang lebih tinggi dan lantang. Hal itu membuat
Ucapan Eric berhasil meruntuhkan segala khayalan di kepala Esther, senyum wanita itu seketika luntur dan kedua matanya membulat sempurna, terkejut mendengar ucapan Eric yang seolah menghempaskannya ke tanah. Mimpi-mimpi yang baru saja dibangunnya dihancurkan begitu saja oleh pria itu. Tak adil rasanya. Apalagi melihat Eric dengan mudah mengatakan hal buruk itu padanya sambil tersenyum manis. “Pasti akan ada proyek lain yang cocok denganmu dibandingkan dengan perusahaanku, Esther. Namun, jangan memaksakan diri untuk bergabung dalam proyek ini,” ucap Eric dengan lembut, tapi dengan tatapan penuh ancaman. “Niatmu … belum sesuai,” imbuhnya seraya menepuk pundak Esther sebelum akhirnya melenggang pergi dari sana.Sebelum benar-benar pergi, Eric menoleh sejenak menatap Verena yang hanya berdiri santai tanpa memedulikan percakapan antara Esther dan dirinya. “Apa yang kamu lakukan, Nona Hayden? Ikut denganku.” panggil Eric, membuat Verena tersentak dan terdiam sejenak, memproses perintah E
Sesampainya di Diamant Corp, Jacob dan Valency berjalan berdampingan menuju lift. Sejumlah pasang mata melirik ke arah mereka, mengenali Jacob dan mempertanyakan siapa sosok wanita manis di sebelahnya.“Siapa wanita itu?”“Kekasih Pak Jacob?”“Tidak, Pak Jacob terlihat begitu menghormatinya ….”Komentar-komentar itu bisa Valency dengar, membuat gadis itu agak bingung. Setelah ‘kerja samanya’ dengan Diamant Corp untuk menjatuhkan Cecilia dan Felix, orang-orang di tempat ini tidak mengenalinya? Seharusnya pada saat itu hampir satu kantor heboh karena perjanjian gilanya.Tahu apa yang sang nyonya pikirkan, Jacob pun berkata, “Orang-orang yang pernah terlibat dengan Nyonya dan mengetahui identitas Nyonya diminta untuk menutup mulut mereka dengan rapat. Tujuan Tuan adalah agar Nyonya tidak perlu khawatir ketika bekerja di sini untuk magang. Akan tetapi … ternyata hal itu tidak diperlukan.” Pria itu tersenyum tidak berdaya, merujuk kepada keputusan Valency untuk bekerja di VJ Studio.Menden
Dengan wajah pahit, Valency menggerayangi wajah wanita seksi yang sekarang sedang menatapnya itu. Kemudian, dia ganti menatap sang suami.“Jangan berhenti. Lanjutkanlah percakapan kalian,” ucap Valency dengan senyum tipis, tampak berusaha menahan nyeri di dadanya. “Apa kamu merasa lelah dengan pernikahanmu, Tuan Spencer?”Wajah Jayden menggelap, dia melirik Jacob yang berada di belakang Valency. Tampak asisten pribadi Jayden itu memucat, tahu dia akan mati karena telah membiarkan istri bosnya hadir di sini tanpa memberikan kabar.“Jangan tatap Jacob seperti itu. Aku yang sedang berbicara denganmu,” tegas Valency, bergeser sedikit untuk melindungi Jacob dari tatapan mematikan suaminya.“Valey ….” Ekspresi wajah Jayden melunak, seperti sedang memohon agar istrinya itu mendengarkan.“Jawab!” bentak Valency dengan mata berkaca-kaca. Emosinya mulai lepas kendali. “Apa benar kamu lelah dengan pernikahanmu!?”Selagi pasangan itu saling menatap, wanita seksi yang terduduk di sofa menatap berg
‘Urgh … kenapa harus macet di saat seperti ini sih?’ gerutu Jacob dalam hati sembari memasang wajah cemberut.“Apa kau sudah bosan menjadi asisten pribadiku, Jacob? Itu alasannya kau memasang wajah tidak rela itu?” tanya Jayden dengan nada bicara datarnya selagi menatap pantulan wajah Jacob di spion tengah mobilnya. Dengan cepat, senyuman lebar merekah di wajah Jacob. “Tentu saja tidak, Tuan Spencer! Bagaimana mungkin seperti itu? Ha ha ha!” Dia tertawa, berusaha menutupi tangis dalam hati karena harus melihat majikannya bermesraan dengan sang istri di kursi belakang.Mendengar balasan itu, Jayden mendengus mengejek. “Bilang saja kau tidak punya pasangan dan takut menjadi seorang bujangan tua, bukan?” Ucapan tuannya itu membuat pelipis Jacob berkedut. Apa pria itu tidak sadar yang sebelumnya hampir menjadi perjaka tua itu siapa!? Kalau bukan karena nyonyanya memerlukan bantuan untuk membalaskan dendam kepada dua pengkhianat dalam hidupnya itu, apa dia kira nyonyanya itu akan melirik
Mendengar itu, Valency pun hanya bisa menghela napas. “Jangan pernah masuk ke dalam penjara karena diriku, kau mengerti? Kalau memang aku jalan di jalan yang salah, kamu harusnya membawaku ke jalan yang benar.”Jayden hanya terdiam. Tidak mengiyakan, tidak juga menolak.Kemudian, Valency teringat satu hal. “Apa kamu menyalahkanku atas beberapa hari ini?” Jayden terdiam sejenak. “Sedikit.”Sontak saja jawaban Jayden mengundang gelak tawa Valency. Sudut matanya sampai berair. “Kenapa kamu begitu jujur?” ucap Valency diakhiri tawa kecil. “Tidak takut kita bertengkar lagi?”Melihat istrinya tertawa membuat perasaan Jayden menghangat, tatapannya semakin lembut dan berkata, “Karena hanya kebenaranlah yang ingin aku suguhkan padamu,” ucap Jayden. “Dan aku terlalu mengenalmu untuk tahu bahwa kamu membenci kebohongan.”Hal itu membuat Valency terdiam sejenak, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum lembut. Seperti ada sentilan halus yang membuat Valency sadar bahwa beberapa hari ini dia kur
Kedua mata Valency terbelalak mendengar kesimpulan dari cerita Jayden yang membenarkan tebakan di dalam kepalanya. Padahal awalnya dia hanya mengira jika tebakannya salah dan nama belakang wanita itu hanya kebetulan mirip. Namun ternyata ... wanita seksi yang sempat dicemburuinya beberapa jam lalu adalah bibinya sendiri. “Ada satu hal lagi yang ingin aku beritahu padamu,” ucap Jayden membuyar lamunan Valency.Membuat Valency kembali bersiap-siap, entah kejutan apalagi yang ingin suaminya itu katakan padanya. Hari ini dia terlalu banyak mendengar kejutan yang membuatnya pusing tiba-tiba. “Selain pemilik dari VJ Studio tempatmu bekerja, Viona Jones juga sekarang menduduki kursi sebagai pewaris sah dari Jones Group,” ucap Jayden. Kening Valency mengernyit, merasa aneh dengan informasi tersebut. “Tunggu ... bukannya pewaris dari Jones Group seharusnya adalah Vincent Jones?!” tanya Valency, jelas ia terkejut karena informasi tersebut berbeda dari yang diceritakan ibunya dulu. Sebagai
Valency terkejut. Sungguh ini bukanlah hal yang masuk akal. Mia mencarinya untuk menikahkannya dengan Eric Gray?! Tidak waras! Bagaimana bisa dari sekian ribu banyaknya cara untuk menebus kesalahan, Mia malah memilih cara konyol itu?“Kenapa harus begitu?” tanya Valency dengan alis tertaut.Jayden terdiam sesaat. “Ingin kujawab jujur atau tidak?”Pelipis Valency berkedut. “Apakah masih perlu untuk bertanya seperti itu?” Dia mencubit wajah suaminya itu, tapi pria itu menghindar cepat. “Cepat jawab!”Jayden tersenyum tipis. “Aku tidak tahu.”“Jayden!”“Aku serius,” jawab Jayden sembari mengangkat tangan dan mengisyaratkan dengan jarinya bahwa dia ‘bersumpah’. “Apa kamu kira aku cenayang? Aku tentu tidak bisa membaca pikiran mereka dengan jelas.”Helaan napas kabur dari bibir Valency. “Kalau begitu, bukankah kita tinggal memberi tahu pada Eric bahwa aku telah menikah denganmu? Jika dia mengetahuinya pasti dia akan mundur dan memberitahu hal ini pada Mia Gray juga,” ucap Valency memberi s
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg