Ketika waktunya makan siang, Valency yang telah memikirkan omongan Verena akhirnya berdiri dari kursinya. Suara kursi berdecit membuat Verena menoleh. Dia melihat Valency meraih tasnya. “Kamu mau pergi?” tanya Verena. Valency menganggukkan kepala. “Aku memutuskan izin setengah hari. Ada hal penting yang perlu dilakukan.” Dia tersenyum. “Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi aku ya!” Verena menunjukkan ibu jarinya, lalu menatap kepergian Valency. Saat Valency menghilang, Verena menggelengkan kepala. “Hah … masa muda,” ucapnya. Dia tahu rekan kerjanya itu akan segera pergi untuk menemui sang suami. Makan siang berlalu cepat bagi Verena tanpa Valency bersamanya. Dia pun kembali ke kursi kerjanya dan berniat untuk kembali bekerja. Namun, tiba-tiba dia mendengar suara Esther. “Tuan Gray? Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?” Tampak sosok Esther sedang menyambut Eric yang baru saja memasuki ruang kantor tim utama desain. Hal itu juga mencuri perhatian beberapa karyawan yang kebet
“Verena! Jaga sikapmu!” bentak Esther menegur Verena yang terus-terusan melayangkan tuduhan-tuduhan pada Eric, ia menatap tajam Verena. “Tuan Gray adalah klien penting perusahaan ini, bagaimana bisa sikapmu layaknya orang tak berpendidikan seperti itu?!” Esther melirik Eric dari ujung matanya, menahan diri untuk tak tersenyum. Ia menanti bagaimana reaksi pria itu ketika dia bela, Esther berusaha menunjukkan kinerjanya dan kekuasaannya dalam tim utama, berharap Eric mau meliriknya barang sejenak. “Kenapa? Apakah aku salah?” balas Verena sewot. “Untuk apa terus-menerus mencari Valency ketika masih ada aku sebagai perwakilan? Intinya kan sama-sama ingin membahas mengenai proyek kami.” Verena bersikap santai saat melayangkan protesnya, seolah tak peduli dengan pangkat Eric sebagai salah satu pengusaha terkenal dan klien penting perusahaannya, maupun status Esther sebagai ketua timnya. “Verena!” bentak Esther lagi, kali ini dengan suara yang lebih tinggi dan lantang. Hal itu membuat
Ucapan Eric berhasil meruntuhkan segala khayalan di kepala Esther, senyum wanita itu seketika luntur dan kedua matanya membulat sempurna, terkejut mendengar ucapan Eric yang seolah menghempaskannya ke tanah. Mimpi-mimpi yang baru saja dibangunnya dihancurkan begitu saja oleh pria itu. Tak adil rasanya. Apalagi melihat Eric dengan mudah mengatakan hal buruk itu padanya sambil tersenyum manis. “Pasti akan ada proyek lain yang cocok denganmu dibandingkan dengan perusahaanku, Esther. Namun, jangan memaksakan diri untuk bergabung dalam proyek ini,” ucap Eric dengan lembut, tapi dengan tatapan penuh ancaman. “Niatmu … belum sesuai,” imbuhnya seraya menepuk pundak Esther sebelum akhirnya melenggang pergi dari sana.Sebelum benar-benar pergi, Eric menoleh sejenak menatap Verena yang hanya berdiri santai tanpa memedulikan percakapan antara Esther dan dirinya. “Apa yang kamu lakukan, Nona Hayden? Ikut denganku.” panggil Eric, membuat Verena tersentak dan terdiam sejenak, memproses perintah E
Sesampainya di Diamant Corp, Jacob dan Valency berjalan berdampingan menuju lift. Sejumlah pasang mata melirik ke arah mereka, mengenali Jacob dan mempertanyakan siapa sosok wanita manis di sebelahnya.“Siapa wanita itu?”“Kekasih Pak Jacob?”“Tidak, Pak Jacob terlihat begitu menghormatinya ….”Komentar-komentar itu bisa Valency dengar, membuat gadis itu agak bingung. Setelah ‘kerja samanya’ dengan Diamant Corp untuk menjatuhkan Cecilia dan Felix, orang-orang di tempat ini tidak mengenalinya? Seharusnya pada saat itu hampir satu kantor heboh karena perjanjian gilanya.Tahu apa yang sang nyonya pikirkan, Jacob pun berkata, “Orang-orang yang pernah terlibat dengan Nyonya dan mengetahui identitas Nyonya diminta untuk menutup mulut mereka dengan rapat. Tujuan Tuan adalah agar Nyonya tidak perlu khawatir ketika bekerja di sini untuk magang. Akan tetapi … ternyata hal itu tidak diperlukan.” Pria itu tersenyum tidak berdaya, merujuk kepada keputusan Valency untuk bekerja di VJ Studio.Menden
Dengan wajah pahit, Valency menggerayangi wajah wanita seksi yang sekarang sedang menatapnya itu. Kemudian, dia ganti menatap sang suami.“Jangan berhenti. Lanjutkanlah percakapan kalian,” ucap Valency dengan senyum tipis, tampak berusaha menahan nyeri di dadanya. “Apa kamu merasa lelah dengan pernikahanmu, Tuan Spencer?”Wajah Jayden menggelap, dia melirik Jacob yang berada di belakang Valency. Tampak asisten pribadi Jayden itu memucat, tahu dia akan mati karena telah membiarkan istri bosnya hadir di sini tanpa memberikan kabar.“Jangan tatap Jacob seperti itu. Aku yang sedang berbicara denganmu,” tegas Valency, bergeser sedikit untuk melindungi Jacob dari tatapan mematikan suaminya.“Valey ….” Ekspresi wajah Jayden melunak, seperti sedang memohon agar istrinya itu mendengarkan.“Jawab!” bentak Valency dengan mata berkaca-kaca. Emosinya mulai lepas kendali. “Apa benar kamu lelah dengan pernikahanmu!?”Selagi pasangan itu saling menatap, wanita seksi yang terduduk di sofa menatap berg
‘Urgh … kenapa harus macet di saat seperti ini sih?’ gerutu Jacob dalam hati sembari memasang wajah cemberut.“Apa kau sudah bosan menjadi asisten pribadiku, Jacob? Itu alasannya kau memasang wajah tidak rela itu?” tanya Jayden dengan nada bicara datarnya selagi menatap pantulan wajah Jacob di spion tengah mobilnya. Dengan cepat, senyuman lebar merekah di wajah Jacob. “Tentu saja tidak, Tuan Spencer! Bagaimana mungkin seperti itu? Ha ha ha!” Dia tertawa, berusaha menutupi tangis dalam hati karena harus melihat majikannya bermesraan dengan sang istri di kursi belakang.Mendengar balasan itu, Jayden mendengus mengejek. “Bilang saja kau tidak punya pasangan dan takut menjadi seorang bujangan tua, bukan?” Ucapan tuannya itu membuat pelipis Jacob berkedut. Apa pria itu tidak sadar yang sebelumnya hampir menjadi perjaka tua itu siapa!? Kalau bukan karena nyonyanya memerlukan bantuan untuk membalaskan dendam kepada dua pengkhianat dalam hidupnya itu, apa dia kira nyonyanya itu akan melirik
Mendengar itu, Valency pun hanya bisa menghela napas. “Jangan pernah masuk ke dalam penjara karena diriku, kau mengerti? Kalau memang aku jalan di jalan yang salah, kamu harusnya membawaku ke jalan yang benar.”Jayden hanya terdiam. Tidak mengiyakan, tidak juga menolak.Kemudian, Valency teringat satu hal. “Apa kamu menyalahkanku atas beberapa hari ini?” Jayden terdiam sejenak. “Sedikit.”Sontak saja jawaban Jayden mengundang gelak tawa Valency. Sudut matanya sampai berair. “Kenapa kamu begitu jujur?” ucap Valency diakhiri tawa kecil. “Tidak takut kita bertengkar lagi?”Melihat istrinya tertawa membuat perasaan Jayden menghangat, tatapannya semakin lembut dan berkata, “Karena hanya kebenaranlah yang ingin aku suguhkan padamu,” ucap Jayden. “Dan aku terlalu mengenalmu untuk tahu bahwa kamu membenci kebohongan.”Hal itu membuat Valency terdiam sejenak, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum lembut. Seperti ada sentilan halus yang membuat Valency sadar bahwa beberapa hari ini dia kur
Kedua mata Valency terbelalak mendengar kesimpulan dari cerita Jayden yang membenarkan tebakan di dalam kepalanya. Padahal awalnya dia hanya mengira jika tebakannya salah dan nama belakang wanita itu hanya kebetulan mirip. Namun ternyata ... wanita seksi yang sempat dicemburuinya beberapa jam lalu adalah bibinya sendiri. “Ada satu hal lagi yang ingin aku beritahu padamu,” ucap Jayden membuyar lamunan Valency.Membuat Valency kembali bersiap-siap, entah kejutan apalagi yang ingin suaminya itu katakan padanya. Hari ini dia terlalu banyak mendengar kejutan yang membuatnya pusing tiba-tiba. “Selain pemilik dari VJ Studio tempatmu bekerja, Viona Jones juga sekarang menduduki kursi sebagai pewaris sah dari Jones Group,” ucap Jayden. Kening Valency mengernyit, merasa aneh dengan informasi tersebut. “Tunggu ... bukannya pewaris dari Jones Group seharusnya adalah Vincent Jones?!” tanya Valency, jelas ia terkejut karena informasi tersebut berbeda dari yang diceritakan ibunya dulu. Sebagai