Semua yang ada di sana harap harap cemas, dan berdoa semoga saja papa Agam di temukan.Ara mendekat ke arah Vita, "Vit, lo ada hubungan apa sama si cowok itu?" tanya Ara yang sudah tak bisa menahan rasa penasarannya."Maksud lo?" tanya Vita balik.Ara mendengkus kasar, dia menatap kesal ke arah sahabatnya. "Lo ini pura-pura lupa atau pikun?" kesalnya."Sama aja batu bara. Pikun dan lupa dua hal yang sama," ujar Vita menggelengkan kepalanya."Iya, gue lupa. Sekarang jawab! Ada hubungan apa lo sama si Boy? Kenapa lo keknya benci banget sama dia?" Ara memicingkan matanya.Aisyah maupun mama Rani juga penasaran dengan hal itu, sebab Vita terlihat begitu membanci Boy. Namun, wanita itu malah diam saja, tak menjawab pertanyaan Ara sama sekali.Dia mengingat masa-masa yang menurutnya begitu menyakitkan, dimana Boy telah menggores luka yang tak akan pernah bisa Vita lupakan sampai kapanpun.Bahkan dampak dari perbuatan Boy membuat Vita bisa di bilang trauma dengan yang namanya cinta dan kekas
"Kenapa Tuan?" tanya salah satu cinta.Kemudian Okta memperlihatkan potongan baju Papa Agam yang terakhir kali dipakainya. "Ini Pak ... ini adalah potongan baju papa mertua saya. Berarti benar bahwa dia ada di sini," jawab Okta dengan wajah yang terlihat begitu lega, namun juga dilanda kekhawatiran."Ya sudah, kalau gitu ayo kita berpencar dan segera cari!"Mereka pun kembali mencari dan memanggil nama papa Agam, sehingga pantulan-pantulan suara dari beberapa anggota tim SAR terdengar silih berganti."Papa ...! Papa di mana ...? Papa ...!" teriak Okta.Namun sudah satu jam mereka berjalan tidak menemukan keberadaan Papa Agam, apalagi Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 sore."Tuan Okta, ini sudah sangat sore, sebaiknya kita membangun tenda dan menginap di sini untuk mencari keberadaan Tuan Agam besok," ujar salah satu tim SAR.Okta hanya diam sambil menganggukkan kepalanya, kemudian salah satu tim SAR berjalan ke arah helikopter untuk mengambil beberapa ransel, di mana sudah disiapkan t
Okta turun ke dasar jurang setelah tambang sudah siap, ditemani oleh salah satu tim SAR. Namun, saat dia akan menuruni tambang itu tiba-tiba Faisal, Aldo dan Boy datang "Okta," panggil mereka bertiga."Lo serius mau turun ke jurang?" tanya Boy yang masih tak percaya dengan keputusan sahabatnya."Iya, aku akan mencari Papa. Kalian tunggu saja di sini!""Aku juga ikut," timpal Faisal.Dia merasa seorang Putra harusnya menjaga ayahnya, dan itu adalah kewajibannya. "Apapun yang terjadi, aku harus ikut. Aku ini anaknya Papa, masa aku tidak mencarinya," sambungnya.Akhirnya tim SAR dan juga Okta membiarkan Faisal untuk ikut turun ke bawah, sementara mereka berjaga di atas.Dengan hati-hati Okta, Faisal dan salah satu tim SAR menuruni dasar jurang itu dengan berpegangan ke tambang setelah menggunakan alat-alat untuk turun ke bawah."Hati-hati," ucap anggota tim SAR kepada Okta dan juga Faisal.Keduanya hanya mengangguk, dan setelah mereka sampai di dasar jurang yang begitu gelap, karena har
"Araaaaa!" teriak Vita dengan marah sambil mengelap wajahnya dengan kasar.Tatapannya memicing tajam kepada wanita yang berada di sampingnya, kemudian dengan marah Vita menjewer telinga Ara, membuat wanita itu berteriak kesakitan."Aduh ... buavita, aduh ... telinga gue ... sakit jangan dijambak!""Heh batubara, yang dijambak itu rambut lo. Telinga lo, gue jewer. Lagian mulut lo ini benar-benar keterlaluan banget sih!" Vita yang masih kesal mencomot bibir Ara, membuat wanita itu seketika melotot ke arahnya."Eh, lo pikir gue ini nasi uduk main dicomot-comot aja. Nanti kalau bibir gue tambah monyong gimana?""Biarin aja, biar bibir lo itu nggak asal nyembur orang sembarangan, mana bau jigong lagi. Belum gosok gigi ya, lo?" tuduh Vita dengan kesal.Aisyah dan Mama Rani hanya bisa menghela nafas dengan kasar saat melihat perdebatan kedua wanita itu. Tidak berada di tempat manapun keduanya tidak pernah lewat dari kata debat, selalu saja ada perselisihan dan juga pertengkaran di antara mer
"Kami belum tahu Mah," jawab Okta, "sebab dokter belum keluar."Mendengar hal tersebut Mama Rani sangat lesu, dia duduk di kursi dan Aisyah segera merangkulnya dan memeluk tubuhnya. "Kita berdoa saja ya Mah, semoga Papa baik-baik saja dan tidak terjadi apapun.""Iya Sayang," jawab Mama Rani dengan lemas.Tak lama pintu ruangan UGD terbuka, dokter pun keluar dan mengabarkan tentang kondisi Papa Agam. "Pasien mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya, dan kami harus segera melakukan tindakan operasi. Sebaiknya keluarga dari pasien segera mengisi data-data di bagian administrasi.""Tidak perlu," jawab Boy, "sebaiknya Anda cepat lakukan saja operasinya!" titahnya."Maaf, tapi--""Laksanakan saja!" titah Boy.Dokter itu mengangguk lalu dia langsung masuk ke dalam ruangan dan menyuruh suster untuk segera bersiap-siap membawa Papa Agam untuk dibawa ke ruang operasi.Sementara semua merasa heran karena tiba-tiba saja dokter itu menurut dengan ucapan Boy. "Heh, kok tadi dokternya nurut
Tanpa aba-aba Boy langsung mendaratkan bibirnya pada wanita itu, membuat kedua netra milik Vita membulat kaget, karena ia tak menyangka dengan keberanian pria tersebut.Merasa dilecehkan Vita pun tidak terima, dia menginjak kaki Boy dengan keras lalu menonjok perutnya dengan begitu kuat, hingga membuat akhirnya Boy tersungkur ke lantai dan melepaskan bibirnya.Dada Vita naik turun, dia menatap marah ke arah Boy. "Berani lo mencium gue, hah? Dasar kau pria breng-sek! Badjingan!" bentaknya dengan suara yang cukup tinggi."Berani lo mendorong gue!" kesal Boy yang cukup kaget dengan reaksi Vita."Kenapa? Seharusnya bukan sebuah dorongan dan juga tonjokan saja yang gue layangkan, tapi ini ..." Vita menendang alat vital pria itu, membuat Boy seketika meringis kesakitan."Aawhh! Shiit, senjata gue!" ringis Boy sambil memegangnya bagian bawah perutnya, kemudian dia menatap tajam ke arah Vita. "Berani sekali lo melakukan ini pada gue, hah!" bentaknya dengan marah."Lo pantas melakukan itu. Asa
Vita menganggukkan kepalanya, "Iya si Boy, siapa lagi. Udah deh jangan bahas dia! Buat mood gue ancur kalau inget tuh laki."Akhirnya tidak ada yang berbicara lagi sampai mobil pun terparkir di rumah Aisyah, kemudian mereka langsung turun menuju kamar masing-masing...Pagi hari Aisyah sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk dibawa ke rumah sakit dibantu oleh Lusi, kakak iparnya. Dia juga sudah memberitahu Okta untuk tidak membeli sarapan di kantin."Aku boleh kan ikut ke rumah sakit untuk menengok Papa?" tanya Lusi saat mereka sedang memasukkan sarapan yang selesai dibuat ke dalam rantang."Ya boleh dong Kak, masa enggak. Nanti Melati juga ikut," jawab Aisyah.Lusi sangat bahagia, dan setelah mereka bersiap-siap mereka pun menuju mobil. Namun Vita tidak ikut bersama dengan Ara, karena mereka ada kerjaan."Eh Vit, lo mau bareng sama gue nggak?" tanya Ara menawari sahabatnya."Nggak deh. Kita kan beda arah, nanti takutnya lo juga kesiangan nggak enak kan sama kak Faisal. Gue juga ada me
Ucapan Ara terhenti saat tiba-tiba saja Aldo menempelkan jari telunjuknya di bibir wanita itu. Tqdinya Ara pikir Aldo akan menciumnya kembali.'Astaga Ara! Apa yang ada di dalam otakmu? Aku pikir tadi dia mau ...?'Sebuah sentilan mendarat di kening wanita itu, membuat Ara seketika tersadar dari lamunannya. "Apa yang kau pikirkan, hah? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Apa kau memikirkan aku akan menciummu kembali, hm?" tanya Aldo sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan kedipan mata yang begitu mempesona.Tatapannya mengejek ke arah Ara, membuat wanita itu merengut kesal. Kemudian Ara pun memukul lengan Aldo dengan kuat."Jaga ya otak lo! Siapa juga yang berkhayal seperti itu. Emangnya bibir lo itu semanis apa sampai gue ketagihan? Udah minggir sana!"Ara mendorong tubuh Aldo hingga pria itu pun keluar dari ruangannya dan langsung ditutup olehnya dengan sedikit kuat."Dasar cowok mes-um. Nyebelin, kanebo kering, kentang balado." Semua nama jelek tentang Aldo dilontarkan dari