"Erik!" kaget Aisyah dan Vita bersamaan."Erik, lo ada di sini? Bukannya lo ada di luar Negeri, ya?" tanya Vita dengan heran, namun raut wajahnya masih menampakan keterkejutan."Iya, aku satu minggu di Indonesia, ada kerjaan. Oh ya ... gimana kabar kalian?""Alhamdulillah kabarku baik," jawab Aisyah, "tapi ngomong-ngomong kamu kok bisa ada di sini?""Tadi habis meeting, enggak sengaja lihat kalian. Padahal tadinya aku mau main ke rumah kamu."Entah kenapa Aisyah selalu merasa tak enak saat berada di samping Erik, karena pernah menolak perasaan dari pria tersebut."Ya sudah, kalau gitu aku sama Vita mau pulang dulu ya," ucap Aisyah."Iya, nanti malam aku main ke rumah ya ... mau silaturahmi sama om dan tante, sekalian sama suami kamu juga.""Kalau lo mau silaturahmi sama tante Rani sama Okta sih bisa aja, tapi kayaknya saat ini Okta nggak lagi di rumah deh," timpal Vita.Erik menatap heran, "memangnya kenapa?""Kemarin papa Agam itu kecelakaan, pesawat yang ditumpanginya jatuh di tenga
Ara seketika terlunjak kaget dan dia langsung mengalungkan tangannya di leher kekar pria itu, karena tiba-tiba saja Aldo menggendong tubuhnya."Hei ... apa kau sudah gila? Turunkan aku!" pinta Ara dengan protes."Tidak. Diam atau aku akan menjatuhkanmu sehingga tubuhmu akan remuk seketika!" ancam Aldo dengan tatapan tajam.Ara melipat bibirnya ke dalam sambil berdecak kesal. Tatapannya mengarah kepada wajah Aldo yang saat ini tengah menatap lurus ke arah depan menuju parkiran Rahang tegas, mata sendu, hidung mancung, alis tebal dan bibir yang lumayan tebal membuatnya seketika meneguk ludahnya dengan kasar. 'Kenapa dia terlihat begitu seksi dan tampan jika dari dekat?' batin Ara, 'astagfirullah! Apa yang aku bayangkan? Sadar Ara. Sadar. Kenapa kamu malah membayangkan dia yang tidak-tidak?'Saat sampai di parkiran Aldo menurunkan tubuh Ara, dan wanita itu masih belum sadar jika mereka sudah sampai di dekat mobil."Apa kau akan terus menatapku seperti itu? Iya ... aku tahu kalau aku ini
"Kita mau ngapain ke sini?" tanya Ara memastikan.Aldo tidak menjawab sampai Ara akhirnya berdiri di ambang jembatan, dan saat ini mereka sedang berada di atas jembatan layang dimana menatap kota dan jalanan yang begitu indah."Ayo jawab kanebo kering! Kenapa kita--" ucapan Ara terhenti saat dia membalik badannya dan melihat Aldo sedang berjongkok di hadapannya sambil memegang sebuket bunga mawar.Kedua netra wanita itu membulat, satu tangannya menutup mulut dengan wajah yang begitu sangat terkejut. "Ka-kanebo ke-ring, a-apa yang kau lakukan?" gugup Ara."Entah sejak kapan aku mulai memendam rasa kepadamu. Tapi semakin hari rasa kesal dan benci ku semakin membuatku terus terpikirkan denganmu. Setiap aku menutup mata, entah kenapa wajahmu selalu saja terbayang," ungkap Aldo.Ara menganga, dia benar-benar tidak mengerti dengan ucapan Aldo saat ini. "Apa maksudmu? Kenapa kau berbicara seperti itu?" panik Ara, "hei bangunlah! Kau jangan bersikap seperti ini, tidak enak banyak mobil yang l
"A-aku ... aku ..." Ara tidak bisa menjawab lidahnya seketika menjadi kelu.Ara benar-benar bingung jawaban apa yang harus diberikan, karena ini benar-benar sangat mendadak dan membuatnya terkejut sehingga ia pun tidak bisa menyiapkan jawabannya.Melihat wanita yang ada di hadapannya hanya diam saja, membuat Aldo seketika mendadak menjadi lesu karena dia berpikir mungkin saja Ara akan menolaknya."Aku tahu mungkin ini sangat mendadak untukmu, tapi aku bersungguh-sungguh," ujar Aldo lagi mencoba untuk meyakinkan Ara."Apa kau yakin?" tanya Ara memastikan."Sangat yakin! Jika kau tak percaya belah saja dadaku!""Apa kau bilang? Membelah dadamu? Yang ada kau mati, terus aku tidak jadi nikah, nanti tidak punya anak, tidak bisa membelah duren," celetuk Ara sambil melengos.PLETAK.Aldo malah menyentil kening wanita itu, "dasar. Di otakmu hanya ada belah duren saja. Ternyata kau ini tidak sepolos yang aku pikirkan.""Eeh ... jangan bicara seperti itu. Aku ini masih polos, suci dan ting ting
"Kamu kenapa di sini?" tanya Aisyah saat sudah berada di hadapan wanita itu.Wanita tersebut mendongakkan wajahnya dan dia cukup terkejut saat melihat Aisyah. "Kamu!" kaget wanita itu kemudian dia berdiri."Kamu kenapa ada di sini?" tanya Aisyah kembali, "lalu itu ..." Aisyah menunjuk tas yang berada di samping wanita tersebut.Tanpa menjawab dia langsung memeluk tubuh Aisyah, membuatnya hanya bisa terdiam dan terpaku."Tolong aku! Aku mohon!" pinta wanita tersebut dengan tatapan memelas.Aisyah mengerutkan keningnya, "maksudnya?""Aku diusir oleh kedua orang tuaku, semua fasilitasku diambil, pekerjaanku sudah tidak ada lagi, aku di pecat, dan aku tidak tahu harus ke mana lagi. Aku tidak mempunyai uang sepeserpun, aku tidak mempunyai tempat tinggal, semuanya habis," ujar wanita itu dengan suara yang purau.Aisyah benar-benar tak tega saat melihat wanita yang hampir saja menghancurkan hubungannya dengan Okta kembali hadir. Dia memang merasa takut tapi hati nurani Aisyah merasa iba."A
Ara kemudian berjalan cepat ke arah Aisyah. "Lo yang bener aja. Masa dia kerja di sini sih?" Wanita itu tidak habis pikir."Iya, aku serius," jawab Aisyah sambil menganggukkan kepalanya."Lo ..." Ara menggantungkan ucapannya sambil menunjuk wajah Aisyah, kemudian dia meremas jarinya di hadapan wajah Aisyah dengan mimik wajah yang sudah gemas pada wanita itu. "Lo itu oon, bego atau Oneng?""Sama aja batubara," celetuk Vita."Oh sama ya ... gue lupa," kekeh Ara, kemudian dia kembali menatap ke arah Aisyah. "Kenapa mantannya Okta lo bawa ke rumah sih? Nanti kalau dia ngancurin rumah tangga lo sama suami lo, gimana?" panik Ara.Dia hanya tidak mau apa yang terjadi di dalam sinetron terjadi pula kepada keluarga Aisyah, di mana mantan yang ditolong ternyata menusuk dari belakang, dan bisa jadi juga Vita mempunyai niat terselubung, itu yang ada di pikiran Ara saat ini."Insya Allah, enggak. Kasihan dia kalau harus tidur di pinggir jalan dan tidak mempunyai tempat tinggal.""Haduuuh ... gue n
Okta dan Aisyah bangun tepat jam 06.00 karena mereka semalam cukup kelelahan bermain ronde. Setelah membersihkan diri dan menunaikan shalat subuh keduanya pun turun ke lantai bawah."Sayang, buatin kopi ya!" pinta Okta."Iya Bang," jawab Aisyah sambil menuruni tangga."Rasanya aku sudah tidak sabar sekali ingin segera kamu hamil, terus kita mempunyai anak dan rumah ini akan ramai. Eh ... tapi kan setelah Papa sembuh kita akan pergi ke rumah baru."Aisyah menganggukkan kepalanya kemudian mereka berjalan ke arah meja makan di mana sudah ada Lusi yang sedang menyuapi Melati, karena gadis kecil itu akan berangkat sekolah."Selamat pagi Kak, selamat pagi cantik," sapa Aisyah sambil menjauhi dagu Melati."Selamat pagi Aunty," jawab Melati dengan suara comelnya.Aisyah pun berjalan ke arah dapur untuk membuat kopi dan di sana sedang ada Kanaya yang sedang mencuci piring."Pagi Mbak Aisyah," sapa Kanaya.Dia sengaja menyebut dengan mbak, karena di sana Kanaya bekerja jadi dia harus menjaga ta
Sudah satu minggu berlalu Kanaya kerja di rumah Aisyah, akan tetapi tidak ada gelagat aneh dari wanita itu. Da bahkan menjaga jarak dari Okta karena ingin menghargai perasaan Aisyah dan posisi Aisyah sebagai istrinya Okta.Seperti biasa, Aisyah setiap pagi membuat sarapan untuk dibawa ke rumah sakit, tapi kali ini dia pergi bersama dengan Lusi."Good morning everybody!" seru Ara yang tiba-tiba saja masuk ke dalam rumah.Semua yang ada di meja makan seketika menatap ke arah wanita itu. "Pagi Ra. Bukannya assalamualaikum, kebiasaan deh." Aisyah menggelengkan kepalanya."Hehehe ... sorry ... lupa," jawab Ara sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Kebiasaan kamu," timpal Mama Rani.Ara kemudian duduk di kursi lalu dia pun ikut sarapan karena tadi di rumah belum sempat sebab Ia ingin menengok keadaannya Aisyah."Oh ya, lo udah rapi mau ke mana, Syah? Mau ke rumah sakit, ya?" tanya Ara dan langsung dibalas angkutan oleh Aisyah. "Kalau gitu gue antar ya! Gue hari ini masuk siang soaln