Ethan saat ini telah sampai di perusahaannya. Dia memiliki tempat parkir mobil khusus. Dari tempat parkiran itu ada sebuah lift khusus menuju ruang kerjanya, yang hanya bisa digunakan olehnya saja.
Hampir seluruh perusahaan yang dimilikinya dibuat seperti itu. Dia ingin menjaga privasi dan identitasnya dari semua orang.Sampai saat ini, tidak ada seorangpun yang tahu seperti apa wajah Ethan Hawk. Terkecuali asisten kepercayaannya, Carl.Pernah ada seorang wartawan yang berhasil mendapatkan informasi tentang dirinya dan foto-fotonya.Kemudian wartawan itu membuat pemberitaan tentang identitas Ethan Hawk dan mempublikasikan foto-fotonya di media secara online. Namun, hanya dalam beberapa detik, berita dan foto-foto Ethan Hawk menghilang begitu saja.Keesokkan harinya reporter itu juga menghilang tanpa jejak begitu saja. Itulah sebabnya tidak ada lagi wartawan atau pemberitaan yang berusaha mati-matian untuk membongkar identitas Ethan Hawk, apalagi diam-diam mengambil fotonya. Mereka takut jika kemudian bernasib sama seperti rekan mereka tersebut.Yang tidak mereka ketahui bahwa sebenarnya Ethan tidak melakukan hal apapun yang menyakiti wartawan tersebut.Ethan bahkan tidak melenyapkannya seperti yang digosipkan. Dia hanya menemuinya dan menawarkan padanya untuk pergi ke negara lain tanpa diketahui oleh siapapun. Selama sisa hidupnya, dia akan hidup senang dengan mendapatkan fasilitas dan pekerjaan yang lebih layak.Memang Ethan sedikit mengancamnya, tapi dia tidak sekejam itu untuk melenyapkan hidup seseorang.Wartawan itu pun pergi dengan tenang ke negara lain. Tidak ada seorangpun yang akan menduga bahwa cerita sesungguhnya adalah seperti itu.Meskipun dia digosipkan telah melenyapkan wartawan itu. Tapi dia merasa pemberitaan itu malah menguntungkannya.Dengan demikian, tidak ada lagi yang berani mengganggu kehidupan pribadinya. Semua orang takut jika mengganggu Ethan, maka mereka akan bernasib nahas.Saat ini dia sedang berdiri di dekat jendela kaca, memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya, menatap lepas ke pemandangan di luar sana yang menampakkan gedung-gedung pencakar langit.Seorang pria sedang berdiri di dekat meja kerjanya, "Hari ini, grup perusahaan Bradley mencoba meretas informasi perusahaan Hawk lagi Bos," ujar pria yang bernama Carl Jenkin itu melaporkan situasi perusahaan kepada Ethan.Kemudian Ethan mengeluarkan sebuah benda kotak kecil berbentuk persegi panjang dan berwarna hitam. Benda tersebut jika dilihat sekilas, orang akan mengira itu adalah telepon biasa. Tapi hanya sedikit orang yang tahu, bahwa itu adalah komputer mini canggih yang hanya bisa dimiliki oleh seorang peretas kelas atas.Jari-jari Ethan terlihat menari dengan lancar diatas benda hitam tersebut."Hmmm, sejauh ini perlindungan data perusahaan kita masih aman," ujar Ethan lagi setelah mengamati benda hitam itu sesaat."Apa ada informasi penting lainnya?" tanya Ethan."Tuan Aiden telah membeli seluruh gedung apartemen yang ditinggali oleh Nona Hanna. Dia saat ini tinggal di kamar apartemen yang bersebelahan dengan kamar milik Nona Hanna."Mendengar hal itu Ethan secara tidak sadar mengepalkan kedua tangannya."Apakah dia mengganggu Hanna?" tanya Ethan."Sekali waktu, dia pernah mengikuti Nona Hanna berlari pagi, dan duduk bersama di taman lingkungan sekitar apartemen itu," lapor Carl lagi."Aiden.. Kamu mengganggu kehidupan Alena lagi. Kamu adalah sumber penderitaannya. Tidak akan kubiarkan kamu merusak kebahagiaannya lagi," pikir Ethan."Terus awasi pergerakan Aiden, dan laporkan padaku jika ada hal yang mencurigakan. Aku tidak ingin kita kecolongan lagi seperti ketika Hanna sedang di Valletta." Ethan memberi perintah kepada Carl kemudian mengangkat sebelah tangannya."Siap, Bos!" Kemudian Carl keluar dari ruang kerja Ethan."Aiden.. Aiden.. seharusnya kalian tidak boleh bertemu lagi. Seharusnya aku mencegah Alena pergi ke Valletta waktu itu. Sekarang kamu sudah mengetahui identitasnya," Ethan bergumam kepada dirinya."Bagaimana jika kamu mengetahui kebenarannya? apakah kamu akan menyerah dan membiarkan Alena bahagia dengan kehidupannya yang sekarang sebagai Hanna, atau kamu akan menarik Alena kembali dan membuatnya menderita?""Bahkan aku saja memilih menyerah dan membiarkannya hidup seperti sekarang. Aku lebih suka dia tidak mengingatku dan tetap bahagia," Ethan terus berpikir dan mengurut kepalanya yang tidak sakit.Kemudian setelah berpikir lama dia menekan tuts pada telepon selulernya."Ada apa Ethan?" terdengar suara pria paruh baya di ujung telepon."Tuan Miller, pembicaraan penting kita tadi sempat terputus ketika di rumahmu karena kedatangan Alena, em, maksudku Hanna.""Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Dante."Bujuk dia bagaimana pun caranya, supaya dia mau pergi ke Jerman dan bergabung dengan Institut Penelitian Helms. Saat ini, dia pasti mau mendengarkan perkataanmu dan Clara.""Aku akan berusaha semampuku untuk meyakinkan Hanna," Dante menyetujuinya."Aku yang akan mengatasi semuanya disini nanti. Anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun," ucap Ethan meyakinkan Dante."Baiklah," sahut Dante.Setelah jeda sebentar Dante kemudian berbicara lagi, "Aiden Bradley sudah tahu tentang siapa Hanna sebenarnya. Mungkin kita masih bisa menutupi kebenaran dari Hanna. Tapi bagaimana dengan Aiden Bradley?" tanya Dante."Ya, aku tahu itu. Mungkin tidak lama lagi dia akan datang menemui Anda dan Clara," sahut Ethan."Lalu... Bagaimana jika dia bertanya denganku ataupun dengan Clara tentang Hanna?" dengan penuh keraguan Dante bertanya."Jika suatu saat Aiden datang menemui mu atau Clara, berikan saja semua jawaban yang dia ingin ketahui. Tidak perlu ditutupi. Biarkan dia yang mengambil keputusan," jawab Ethan dengan yakin."Begitu kah? Baiklah, aku akan melakukan seperti yang kamu inginkan," ucap Dante."Terimakasih banyak Tuan Miller, kamu sungguh baik terhadap Alena. Aku berhutang budi kepadamu dan Clara.""Tidak perlu berterimakasih, kami sungguh menyayangi Alena seperti putri kami sendiri. Setelah kematian Hanna yang mendadak, kami sangat terpukul. Jika bukan karena kehadiran Alena, mungkin Clara masih terjebak dalam depresinya.""Baiklah Tuan Miller, maaf merepotkan Anda.""Kamu tidak perlu sungkan padaku," jawab Dante lagi dan kemudian mengakhiri panggilan teleponnya.Ethan sedikit lega setelah pembicaraan barusan.Dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk Alena. Demi kebahagiaan Alena, dia akan melakukan apapun. Dia ingin menebus rasa bersalahnya.Ethan tahu Aiden Bradley adalah seseorang yang sulit dihadapi."Asalkan Alena bahagia, ya, dia harus bahagia." Ethan bergumam pada dirinya. Kali ini dia bertekad untuk melindungi Alena dengan seluruh jiwa raganya.Pagi-pagi sekali Hanna berlari seperti biasanya, dia mengitari lingkungan sekitar bangunan apartemennya.Ketika dia telah berlari setengah putaran terdengar suara seseorang disampingnya."Selamat pagi, Hanna. Meskipun sibuk, kamu termasuk orang yang konsisten berolahraga ya."Ketika Hanna menoleh pada sumber suara itu mendadak bulu kuduknya berdiri."Pria menyebalkan ini lagi, huh!" gumam Hanna yang hanya bisa didengarnya sendiri."Apakah kamu menerima semua bunga-bunga yang ku kirimkan padamu? Apakah kamu suka?" tanya Aiden pada Hanna."Sepertinya tempat sampah di ruangan ku menyukainya, sehingga bunga-bunga itu ditempatkan di sana," sahut Hanna ketus."Apakah kamu tidak menyukainya? Baiklah, lain kali akan aku pilihkan jenis bunga yang berbeda, kamu menyukai bunga apa selain lily putih?" ujar Aiden dengan wajah sok polos."Tidak perlu, jangan kirimkan bunga jenis apapun lagi padaku.""Apakah kamu menginginkan sesuatu? Perhiasan? Mobil? Tas?" tanya Aiden lagi."Kamu pikir aku wanita
Aiden menekan tuts pada telepon dan menelepon James, "Paman, bisakah kita bertemu? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan."James dan Hanna saat ini baru sampai di restoran dan memesan makanan, "Apakah sangat mendesak?" tanya James."Ya, Paman. Aku ingin bertemu denganmu segera," ujar Aiden."Aku kebetulan sedang makan siang bersama Hanna di restoran Halmarywest. Apakah kamu mau bergabung bersama kami?" ujar James menawarkan."Baiklah, aku akan segera kesana," ujar Aiden lagi.Kemudian Aiden menutup panggilan di telepon dan mengemudikan mobilnya menuju restoran Halmarywest.Sesampainya di restoran tersebut, dia langsung menuju ke ruang privat yang disebutkan oleh James."Maaf Paman, harus mengganggu makan siang kalian," ujar Aiden ketika dia telah memasuki ruang makan."Tidak masalah. Aiden, mari bergabung dan makan siang bersama kami," ujar James."Kenapa sih pria ini selalu ada dimana-mana?" kesal Hanna dalam hati."Halo Hanna, tidak keberatan kan jika aku ikut bergabung dengan ka
Setelah berbicara banyak dengan James, Aiden justru baru menyadari beberapa hal.Alena sebelum kehilangan ingatan, dia sangat membenci Aiden. Banyak kekecewaan yang didapatkan oleh Alena.Aiden tidak siap jika harus kehilangan Alena lagi.Apakah dia justru seharusnya bersyukur Alena kehilangan ingatan? Dengan begitu dia bisa memulai semuanya dari awal untuk meluluhkan hati Alena sekarang.Memulai semuanya? bukankah dia memulai semuanya dengan menculik dan memperkosa Hanna?"Dasar bodoh kamu Aiden!" dia memarahi dirinya sendiri.Bahkan, ketika Alena sekarang hidup dengan identitas sebagai Hanna pun, Aiden mengawali hubungan mereka dengan melakukan sesuatu yang tidak pantas.Setiap kali bertemu, Hanna tampak ketakutan padanya. Dia bahkan selalu membuang bunga-bunga yang dikirim oleh Aiden."Apa yang telah kulakukan?" Aiden mengacak-acak rambutnya karena kesal."Aku tidak boleh terlalu agresif mulai sekarang, harus bersabar untuk mendapatkan hatinya lagi."Aiden berbicara kepada dirinya
Hari ini Hanna mulai bekerja di Institut Penelitian AS. Seperti biasa, Hanna selalu didampingi oleh Mia sebagai asisten pribadinya.Sebelum memulai pekerjaan mereka, Hanna mengumpulkan rekan-rekan satu timnya untuk melakukan rapat singkat tentang pembagian tugas.Mia membagikan modul jadwal dan tupoksi kepada para ilmuwan dan ahli kesehatan yang berkumpul."Seperti kita semua ketahui, bahwa setelah berbulan-bulan kita merancang hipotesis proyek kita, sekarang sudah saatnya kita melakukan riset dan eksperimen. Aku harap, kita bisa bekerja sama dengan baik sebagai tim. Di dalam modul yang dibagikan tersebut, selain berisi tentang kesepakatan kita sebelumnya, juga berisi tentang paparan tugas dan jadwal yang terperinci," ujarHanna memberikan arahan awalnya.Para anggota tim pun mulai membuka dan membaca tiap-tiap lembar modul tersebut."Aku heran mengapa kalian lebih mendukung program penelitian milik Hanna dibandingkan dengan milikku? Padahal kalian sendiri tahu bahwa teknik Balon Valp
"Hahaha.. Hanna, apa kamu melihat wajah Shopie tadi? Wanita menyebalkan itu berusaha keras mendekati Aiden, tapi Aiden selalu mengabaikannya. Dia itu memiliki kepercayaan diri yang berlebihan," ujar Mia.Hanna menanggapi dengan tersenyum, "Sssttt, Mia. Jangan berbicara terlalu nyaring, siapa tahu dia ada di dekat kita dan mendengar.""Biarkan saja jika dia mendengar. Aku kesal setiap kali kita akan bekerja melakukan penelitian, Shopie selalu bertentangan denganmu. Dia sangat iri, karena kamu selalu lebih menonjol darinya."Hanna menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar perkataan Mia."Hanna, apakah kita akan langsung menuju ke rumah sakit sekarang?" tanya Mia."Cukup lama aku tidak berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Bagaimana kalau kita kali ini berjalan-jalan di sini dahulu?" kata Hanna."Hmmm, ya, kamu memang perlu berbelanja. Terutama untuk cara berpakaian mu. Tidak kah kamu bosan mengenakan warna hitam dan putih setiap hari?""Apa?" Hanna berpikir setelah mendengar perkataan Mi
Pagi-pagi sekali Aiden telah bangun, dia berharap bisa bertemu Hanna sebelum dia pergi berlari pagi ini.Dia menunggu di depan pintu kamar apartemen Hanna sambil menenteng kantong belanja yang berisi pakaian-pakaian yang dibelinya untuk Hanna.Hampir 1 jam Aiden menunggu, lalu kemudian dia mencoba mengetuk pintu kamar apartemen Hanna.Setelah beberapa saat Aiden mengetuk, pintu kamar apartemen Hanna tidak juga kunjung dibuka."Ada apa ini, kemana dia? Apakah dia tidak pulang dari semalam?"Karena rasa penasarannya akhirnya Aiden memutuskan menggunakan sebuah benda kecil berbentuk persegi dan berwarna hitam. Komputer mini, yang sekilas terlihat seperti sebuah telepon biasa. Benda itu hanya bisa dimiliki oleh peretas teratas."Dari seluruh kamera pemantauan cctv di sekitar sini sepertinya dia tidak pulang ke apartemennya semalam," gumam Aiden.Aiden memainkan jari jemarinya pada benda hitam tersebut lagi dengan cekatan."Itu dia. Ketemu," ujar Aiden sambil mengamati benda hitam itu lagi
Sesampainya di Institut Penelitian AS, Hanna segera turun dari mobil Aiden. Dia takut rekan-rekan kerjanya akan melihat dia datang bersama dengan Aiden.Hanna tidak ingin orang lain menduga-duga yang tidak benar. Dia takut kelak prestasinya dikaitkan dengan hubungan tidak profesional.Lagipula dia memang tidak ingin orang-orang mengira bahwa dia memiliki hubungan dengan Aiden.Tidak pantas rasanya jika tersebar gosip bahwa 'Pemilik institut berkencan dengan ketua tim penelitian'."Hanna, Tung..gu." Belum sempat Aiden menyelesaikan kata-katanya, Hanna sudah berjalan dengan sangat cepat menuju ke dalam gedung, tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun pada Aiden."Mengapa dia begitu terburu-buru?" Aiden kebingungan.Sayangnya, ada sepasang mata yang sudah mengamati mereka berdua sejak datang tadi dari atas gedung."Huh! Hanna, kamu selalu merebut semuanya dariku. Sekarang bahkan kamu juga mendekati pria yang kusukai," ujar Shopie dengan kesal.Shopie merasa sangat kesal dan benci kepad
Hanna dan timnya melanjutkan riset mereka. Ketika Hanna sedang memegang gelas berisi cairan kimia, seseorang menyenggolnya dari belakang.PRANKGelas yang berisi cairan kimia yang sedang dipegangnya terjatuh dan pecah seketika. Hampir saja tumpahan cairan itu mengenai tangan dan kakinya."Hanna, apakah kamu baik-baik saja? Maaf, aku tidak sengaja menyenggol mu," ujar Shopie padanya."Hmmm, ya tidak apa-apa," jawab Hanna dengan wajah tenang tanpa terlihat emosi apa pun."Oh, astaga. Apa yang terjadi denganmu? Kenapa ada luka di dahimu, Hanna?" tanya Shopie berpura-pura perduli."Tadi, ada pot tanaman yang terjatuh dari lantai atas ketika aku akan memasuki gedung dan kemudian mengenai kepalaku," ujar Hanna."Mungkin Tuhan memberi teguran agar kamu tidak terlalu serakah," ledek Shopie.Mia yang sedari tadi mendengarkan menjadi kesal dan marah, "Hei, Shopie. Kamu yang bersalah dan...""Mia, bisa kah kamu menolongku untuk melanjutkan pada bagian yang ini. Tolong ambilkan peralatan yang bar
"Siapkan ruang operasi!" Ujar Alena memerintahkan perawat yang bertugas. Kemudian Alena mengeluarkan jarum perak dari dalam tasnya. Dia menusukkan jarum-jarum itu di beberapa titik di tubuh Aiden. Alena berbisik ke telinga Aiden, "Bertahanlah, Aiden. Kumohon." Tit tit tit tit Pada layar monitor alat pengukur detak jantung, terlihat jantung Aiden kembali bereaksi. "Persiapkan pasien, aku akan mensterilkan diri." Alena bergegas membersihkan dirinya di ruang steril. Sekitar setengah jam kemudian Alena masuk kembali ke ruang operasi. Aiden telah dipersiapkan dan juga telah diberi anestesi. Alena membelah bagian dada Aiden dan membuka tulang bagian dadanya. "Benar dugaanku, tulang rusuknya patah dan mengenai paru-paru dan jantungnya." Gumamnya. Alena menusukkan lagi beberapa jarum akupuntur di beberapa titik yang mengalami pendarahan. Tangannya dengan terampil dan dia segera menemukan bagian-bagian vital Aiden yang terluka. Tiiiiiiittttt "Dokter, pasien kritis." Dokte
"Hari ini, Elsa Burch putri dari Tony Burch, pesaing ketat Eddy Caleman dalam pemilihan calon perdana menteri ditangkap atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap dokter Bianca Hart dan putranya. Selain itu juga diadakan penyelidikan atas tuntutan 'penyalahgunaan kekuasaan' yang dilayangkan Bianca Hart terhadap Tony Burch. Jika Tony Burch terbukti bersalah, kemungkinan besar dia akan ditangkap dan masuk ke dalam tahanan menyusul putrinya. Dengan demikian, Eddy Caleman akan melenggang dengan pasti memjadi calon terpilih perdana menteri berikutnya." Berita ini ditayangkan di layar gedung tertinggi di pusat kota. Hampir setiap pejalan kaki yang lewat melihat dan mendengar pemberitaan itu. "Cih, dia layak mendapatkannya. Dia dan putrinya adalah orang yang sangat sombong. Mentang-mentang anggota parlemen, lalu seenaknya saja memaki dan menghina orang lain." "Benar, dia selalu berlagak setiap kali berbelanja di tokoku. Elsa selalu merasa seolah dia adalah orang paling hebat dari orang
Bianca pagi ini tiba di depan kliniknya untuk bekerja seperti biasa, namun sayang sekali pintu kliniknya disegel. "Dokter, Anda akhirnya tiba?" Dona terlihat agak panik."Ada apa ini Dona?" Bianca sedikit bingung melihat kliniknya yang diberi garis polisi."Tony Burch melaporkan kita ke polisi, katanya Anda melakukan malapraktik sehingga Elsa Burch cacat. Anda diduga melakukan metode kecantikan yang tidak seharusnya."Bianca tersenyum sinis di wajahnya, "Benarkah?""Bagaimana ini Dokter?" tanya Dona."Aku akan mengatasinya, kalian bersantailah hari ini. Anggap ini sebagai hari libur. Oke?" Bianca tidak ingin Dona dan stafnya yang lain berdiri dengan sia-sia disini."Baiklah, Dokter."Kemudian para stafnya memilih pergi dan membubarkan diri di sana.Bianca mengambil ponselnya menekan tuts di layarnya.Tidak lama terdengar suara tawa dari seberang telepon, "Hahaha, Ayahku benar. Dia berkata kamu akan segera menghubungi dan memohon. Kenapa? Kamu takut dipenjara dan klinik kecantikan mil
"Dimana Bianca?!" Tony masuk ke dalam klinik kecantikan milik Bianca dengan wajah yang terangkat tinggi, seolah setiap orang harus tunduk dan hormat padanya. "Tuan, Anda tidak boleh masuk ke ruang praktek dokter begitu saja. Dokter Bianca sedang ada pasien!" Dona mencoba menghalangi Tony Burch yang memaksa masuk ke ruang praktek Bianca. Tony Burch merasa kesal karena wanita yang sepertinya adalah asisten pribadi Bianca, terus berusaha menghalanginya. "Minggir kamu!" Dia sudah tidak sabar dan mendorong tubuh Dona hingga terhuyung. Ceklek Sosok Tony Burch yang angkuh terlihat di pintu ruang praktek yang terbuka. Dan dia masuk begitu saja ke dalam ruang praktek Bianca. Bianca saat ini sedang melakukan metode perawatan laser pada pasiennya. Dan dia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menemui Tony Burch yang lancang. "Maafkan aku Dokter, Tuan ini memaksa masuk." Dona merasa tidak enak karena Bianca mengalami gangguan saat bekerja. "Tidak mengapa Dona, tolong arahka
Aiden segera menuju ke titik lokasi tanda SOS yang dikirim oleh Vince melalui jam tangannya. Dia sampai pada sebuah gudang barang yang tidak dipergunakan lagi. Beberapa pria lari terbirit-birit dari dalam gudang, seperti sangat takut akan sesuatu. Aiden menghalangi salah satu dari pria itu. "Mengapa kalian begitu terburu-buru? Ada apa?" "Minggir, jangan halangi jalanku!" pria itu melotot kepada Aiden. "Apa kamu melihat anak ini?" Aiden menunjukkan sebuah foto di layar ponselnya. "Apa kamu tidak mengerti? MINGGIR!" pria itu berteriak kepada Aiden yang bersikeras menghalangi jalannya. "Baiklah, jika kamu tidak ingin dengan cara yang baik-baik!" Aiden mengekang tangan pria itu dibelakang punggungnya dan mendorong wajahnya ke tembok dalam sekejap. "Aku akan menelepon polisi, dan pasti kamu lah orang yang akan dicurigai pertama kali!" Aiden mengancam. Tentu saja pria itu takut dan gemetar. Jika dilaporkan ke polisi, dia pasti akan ditangkap atas percobaan penculikan seorang
"Halo, putraku yang tampan. Mengapa wajahmu cemberut?" Bianca menjemput putranya di taman kanak-kanak. "Mama, mulai besok aku tidak mau masuk ke sekolah. Kecuali Mama memindahkan aku ke sekolah dasar." "Apa kamu yakin mau lompat kelas Vince?" "Iya Ma. Pleaseeeee!" Bianca membukakan pintu mobil untuk Vince, agar dia masuk ke dalam mobil. "Baiklah, nanti mama urus ya Vince. Sudah, jangan cemberut lagi Sayang. Sekarang kita mau kema_ hmmmfff!" Mulut Bianca tiba-tiba dibekap, sama halnya dengan Vince. Mereka dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil Van oleh tiga orang pria asing. Bianca bersikeras memberontak, namun tangannya dipegang dengan kuat oleh dua orang pria tersebut, dan seorang lagi terlihat memegang Vince. "Siapa yang menyuruh kalian menculik kami?" tanya Bianca. "Nanti kamu akan bertemu dengan Bos kami ketika ajalmu akan menjemput. Tenang saja, kami tidak akan membuat kalian berdua mati penasaran." "Benarkah?" Bak Buk Bak Buk "Hei, ada apa dengan kalian? Men
"Alena, kamu sudah sadar?" Bianca terlihat membuka matanya perlahan sambil menyesuaikan cahaya di dalam ruangan yang semua dekorasinya serba berwarna putih. "Dimana ini?" tanyanya bingung. "Ini di rumah sakit. Kamu tadi jatuh pingsan. Kamu sepertinya terkena flu dan demam tinggi. Sekarang demammu sudah menurun." "Sekarang sudah pukul berapa?" Bianca teringat Vince di rumah. "Sekarang sudah lewat tengah malam." "Apa? Aku harus pulang." Bianca bangun dari ranjang perawatan dan akan menarik jarum infus yang menempel di tangannya. Aiden cukup gesit, dia tepat waktu mencegah tangan Bianca sehingga dia gagal menarik jarum infus itu keluar. "Aiden, aku harus cepat pulang. Kasian Vince sendirian dirumah. Dia pasti khawatir karena aku belum pulang sampai sekarang." "Vince anak yang cerdas. Dia pasti memahami kondisimu. Aku sudah menelepon dan memberitahunya tadi." "Tapi_" "Tenang saja, besok pagi kalau kondisimu sudah membaik sepenuhnya, kamu sudah boleh pulang dan beristirahat di
"Dona, apa masih ada pasien lagi?" tanya Bianca yang saat ini sedang mencuci tangannya setelah melakukan prosedur tarik benang di wajah pasien. "Ada satu pasien lagi, Dok." Jawab asisten Bianca. "Syukurlah, aku mau cepat pulang hari ini." Bianca hari ini sedang merasa tidak enak badan, dia ingin segera pulang. Lagipula, Vince hanya bersama pengasuh di rumah. Dante dan Clara telah kembali ke Amerika. Sedangkan Brian dan Mia masih sibuk berbulan madu. "Apa pasiennya dipersilahkan masuk kemari sekarang, Dok?" tanya Dona. "Ya, persilahkan saja." Bianca tengah mencatat riwayat pemeriksaan pasiennya, dia masih sibuk menunduk ketika pasien sudah duduk di hadapannya. "Halo, ada yang bisa saya_ hmmhh, Aiden." Bianca mengangkat wajahnya untuk melihat pasiennya dan kalimatnya berubah seketika. "Kenapa kamu tidak ramah terhadap pasienmu?" protes Aiden. "Emm, yah. Kamu mau perawatan?" tanya Bianca. Dia mengubah nadanya lebih ramah. "Tidak, aku hanya ingin melihatmu." "Kalau begitu lebih
"Bian, ada apa? Kamu mengenalnya?" bisik Daniel kepada Bianca yang memberikan tatapan kesal kepada pria di sebelahnya."Tidak, aku tidak mengenalnya!" jawab Bianca dengan nada dingin."Bagaimana mungkin seorang istri tidak mengenali suaminya?" jawab Aiden dengan nada sedikit nyaring, membuat semua mata yang mendengar menatap ke arah Bianca dengan tatapan aneh."Suami? Jika kamu pernah melihatnya di televisi bertunangan dengan seseorang baru-baru ini, mungkinkah dia mengakui istrinya?"Ya, orang-orang kemudian menatap ke arah Aiden. Beberapa orang langsung mengenalinya dan berbisik, "Iya benar, dia bertunangan dengan Elsa Burch beberapa bulan yang lalu, dan baru-baru ini membatalkan pertunangan.""Benar, aku melihat dia di televisi bersama Elsa Burch," terdengar suara bisikkan orang di sekitar mereka."Aku tidak akan melakukannya, jika istriku tidak berpura-pura mati dan mengoperasi wajahnya." Aiden berkata sambil menatap sinis ke arah Bianca.Daniel memegang tangan Bianca, dan berkata