Share

Siapa yang menyakiti putriku?

Author: Sri_Eahyuni
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Seketika kedua insan manusia itu terlihat kelabakan, mereka melepaskan diri dengan cara saling menjauh.

"Lia," ujar Mas Tedy dan Mbak Sutri bersamaan.

"Apa yang kalian lakukan, kenapa kalian berpelukan dan berciuman kalian main api di belakangku!" tuduhku dengan emosi.

"Bu-bukan begitu, Bu. Biar aku jelasin semuanya dulu, kami tidak melakukan seperti apa yang kamu tuduhkan," balas Mas Tedy dengan mengelak. Ia terlihat sangat gugup sedangkan Mbak Sutri terus menunduk.

"Mau jelasin apa lagi, Mas, aku jelas-jelas melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian sedang beric**man. Kalian tega berselingkuh, aku akan adukan sama Mas Tarji!" Aku berlari keluar Manahan rasa sakit dan kecewa di dalam hati. Rasa kecewa atas sikap Mas Tedy kini semakin membuncah setelah melihat kenyataan ini.

"Bu, tunggu."

Aku menoleh kebelakang dan melihat Mas Tedy berlari mengejarku.

Saat sampai di rumah, Mas Tedy berhasil menggenggam tanganku dan ia berucap, "Bu, aku tidak berselingkuh dengan Mbak Sutri. Kamu hanya salah paham, mata dia kelilipan dan aku mencoba meniup bukan menciumnya."

"Aku udah nggak percaya sama kamu, Mas. Aku sudah terlanjur kecewa dan sakit hati dengan kamu. Kamu mau ngapain dan berbuat apa aku sudah nggak mau peduli lagi," balasku. Aku mencoba melepas genggaman tangan Mas Tedy tetapi tak bisa kerena genggamannya terlalu kuat.

"Buat apa aku selingkuh, apalagi dengan Kakak iparku sendiri. Jelas-jelas itu tidak mungkin terjadi, kamu mau percaya atau tidak itu terserah kamu yang penting aku sudah ngasih tahu kamu yang sebenarnya," ucap Mas Tedy. Ia melepaskan genggaman tangan pada tanganku.

Aku menatap Mas Tedy yang masuk ke dalam kamar, aku bisa melihat dirinya yang sedang berganti baju karena pintu terbuka lebar.

Mas Tedy memakai baju kebun sudah aku pastikan ia akan pergi ke kebun. Seperti biasa setelah panen Mas Tedy akan sibuk di kebun membuat lahan baru untuk di tanami jangung lagi.

"Bagaimana aku bisa percaya dengan kamu, Mas, kalau kamu ada di rumahnya Mbak Sutri selama satu jam lebih. Memangnya ada masang gas selama itu?" Aku kembali mencecar Mas Tedy saat ia melewatiku yang masih berdiri di ruang tamu.

Mas Tedy keluar dan mengambil sepatu kebunnya yang ada di rak teras, ia duduk di kursi lalu memakai sepatunya.

"Setelah masang gas dan masang galon pada dispenser Mbak Sutri menawariku makan, karena makannya pakai rendang ya nggak mungkin lah aku nolak. Saat makan Mbak Sutri membersihkan sarang laba-laba tiba-tiba matanya kelilipan. Aku yang kebetulan sudah makan ya langsung mencoba membantu meniup matanya, eeh kamu malah datang," balas Mas Tedy tanpa menatapku.

Sungguh aku tidak percaya dengan penuturan yang Mas Tedy ucapkan karena aku tak melihat sapu lidi atau alat apapun yang di dekat mereka berdiri tadi. Kalau Mbak Sutri benar-benar membersihkan sarang laba-laba pasti di sekitar mereka akan terlihat sapu tapi nyatanya tidak ada apapun.

"Baiklah aku dengarkan semua alasanmu, Mas. Kamu memang bisa membohongiku tetapi Allah tidak tidur, kamu tahu kan maksudku?" ucapku menatap tajam ke arah lelaki yang sudah memberiku dua keturunan.

Mas Tedy terlihat sangat acuh, ia sama sekali tak merespon ucapanku lagi. Ia mengambil sabit dan memakai caping lalu naik ke atas sepeda motor untuk berangkat ke kebun.

Aku menghela nafas dalam, entah sampai kapan aku menjadi istri tetapi seperti menjadi tulang punggung. Ternyata menjadi istri mandiri itu sangat tidak enak bagiku, ada suami maupun tidak ada rasanya sama saja.

Semakin hari aku semakin tidak kuat dengan sikap Mas Tedy yang tidak pernah peka akan kewajibannya, ia seolah-olah mengabaikan aku sebagai istrinya. Aku merasa di jadikan budak olehnya membuat rasa cinta di hati ini kepada Mas Tedy terasa luntur.

**

Keesokan paginya, meski aku masih kesal dan kecewa kepada Mas Tedy namun aku tak pernah melupakan kewajiban ku sebagai seorang istri. Aku sudah menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa Mas Tedy ke kebun.

Seharian kemarin Mas Tedy benar-benar tak makan di rumah, aku pun tidak bertanya karena hatiku benar-benar kesal.

Pagi ini Mas Tedy hanya sarapan sedikit dan tak mu membawa bekal.

"Kenapa enggak bawa bekal? Nanti kalau lapar gimana?" tanyaku pada Mas Tedy.

"Gampang lah entar bisa bakar singkong atau nyari pepaya aja," balas Mas Tedy dengan datar.

Aku tak mau menanggapinya lagi, setelah Mas Tedy berangkat aku membangunkan kedua anakku untuk berangkat sekolah.

"Buk, aku sarapannya nambah ya. Habisnya enak banget sarapan pakai ikan asin kayak gini," ujar Shaka. Shaka kembali mengambil nasi dari dalam magicom, ia terlihat sangat lahap dengan sarapan apa adanya. Ikan asin itu aku masak dengan irisan bawang merah, bawang putih dan cabai ijo. Di saat Ayahnya tidak berselera dengan makanan seperti itu justru kedua anaknya sangat lahap.

"Ibu, Adek juga mau sarapan kayak Kakak," ujar Kayla yang sudah cantik dengan seragamnya.

"Iya, Adek duduk dulu ya." Aku meminta Kayla untuk duduk di depan Tv sambil nonton kartun Upin Ipin. Aku menyuapi putriku dengan lauk ikan asin juga, bagiku ikan asin ini sangat murah karena dengan uang dua ribu sudah bisa mendapat dua ekor ikan asin.

Setelah selesai sarapan seperti biasa aku akan mengantarkan kedua anakku lalu meninggalkannya pulang untuk mengerjakan pekerjaan rumah lainnya dan akan menjemputnya nanti setelah jam pulang.

Di rumah aku menjemur baju yang sudah dicuci dini hari tadi, disela-sela mengerjakan pekerjaan rumah aku juga melayani pembeli yang datang.

Tepat jam sembilan pagi aku sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, aku juga sudah selesai masak untuk makan siang dengan menu telur sambalado, setelah selesai mandi aku mulai berangkat menjemput Kayla dan menutup warung lagi.

"Bulek Li, sebentar jangan pergi dulu aku mau beli," ucap Devi dengan berlari.

"Haduh, Dev, kenapa nggak dari tadi sih. Kayla pasti udah keluar kelas, ya udah buruan ya. Kamu mau beli apa?" tanyaku. Aku membuka lagi pintu utama warung dan mempersilakan Devi mengambil apa yang dia inginkan.

"Iya Maaf, tunggu sebentar ya," balasnya.

Aku menunggu Devi memilih jajan dan lainnya, seperti biasa ia akan mengambil jajan lebih banyak dari pada kebutuhan rumah tangganya.

"Ini hitung dulu, Bulek," ujar Devi.

Aku menghitung belanjaan Devi seperti sabun mandi dan sabun cuci, minyak goreng, bawang merah, serta pembalut. Devi membayar dengan pecahan uang lima puluh ribu.

"Ini jajannya hitung sendiri ya," imbuh Devi. Seperti biasanya ia akan memisahkan uang belanja dan uang jajan karena memang begitulah kebiasaan dia.

"Jajannya dua puluh tiga ribu ya," ujarku.

Devi memberi uang pas dan setelah itu ia pamit pulang.

Waktuku berkurang sepuluh menit sudah ku pastikan Kayla menunggu di luar kelas. Aku mengendarai motor dengan sedikit ngebut, kasihan Kayla kalau terlalu menunggu lama.

Sampai di sekolah Kayla keadaan sudah terlihat sepi aku terkejut saat melihat Kayla menangis dengan memegang lengan tangannya di temani guru wali kelas.

"Lho, Bu, Kayla kenapa nangis sampai segitunya?" Aku turun dari motor dan menghampiri putriku yang menangis tersedu-sedu.

Related chapters

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Merusak Mental Anak

    "Mbak Lia, saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena teledor dalam menjaga murid didik kami. Tadi Kayla di cubit sama budhenya karena Kayla mendorong Arslen sampai jatuh," balas Bu Jesi wali kelas Kayla.Aku memeluk putriku dan membawanya dalam gendongan, "Apa mereka bertengkar, Bu? Saya nggak percaya kalau Kayla berani mendorong temannya tanpa sebab."Bu Jesi nampak terlihat sungkan lalu ia mengakui bahwa dirinya tak ada saat kejadian."Saya enggak ada di saat kejadian itu, Mbak. Saya sudah tanya dengan Mbak Sutri katanya Kayla tiba-tiba mendorong Arslen yang lagi bermain dengan teman lainnya, Mbak Sutri yang tak terima langsung mencubit lengan Kayla. Ibu-Ibu lainnya juga membenarkan ucapan Mbak Sutri," balas Bu Jesi.Aku membuka lengan Kayla yang tertutup telapak tangannya, lengan Kayla berwarna kebiruan sudah di pastikan Mbak Sutri terlalu keras saat mencubit."Lihatlah, Bu, lengan Kayla sampai lembam begini. Sejak kapan Mbak Sutri mencubit, Kayla pasti sudah terlalu lama mena

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Ayah dan Anak yang Tak Punya Ikatan Batin

    "Kamu bisa diam enggak, bikin mood makanku hilang saja. Makan sudah enggak enak kamu malah mengganggu suasana saja!!" balas Mas Tedy dengan lantang."Ibu...." Aku mendengar Kayla memanggilku."Dasar suami enggak peka," ucapku dengan ketus. Aku berlalu menuju kamar Kayla, ia pasti terbangun saat mendengar gebrakan meja tadi."Dasar istri enggak pernah bersyukur!!" balas Mas Tedy dengan ketus juga.Aku masuk ke dalam kamar Kayla, ternyata benar ia terbangun dan badannya terlihat menggigil."Sayang, kamu kaget ya. Maafkan Ayah, tadi Ayah enggak sengaja mukul meja dengan keras karena ayam tetangga masuk rumah dan susah di suruh keluar," ucapku memberi alasan agar Kayla tak merasa takut. "Aku mendekap tubuh Kayla yang terasa panas, padahal tadi masih baik-baik saja. "Kamu demam, Sayang?""Kayla takut, Bu," balas Kayla dengan lirih."Takut sama siapa, Sayang? Kan Ayah enggak sengaja." Aku berharap Kayla tak trauma dengan apa yang di lakukan Mbak Sutri."Budhe Sutri jahat, dia menyeramkan.

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Mereka Pikir Aku Menjual Tubuh

    Aku benar-benar emosi saat mendengar pengakuan si Sutri yang tak sengaja mencubit Kayla. Mana ada orang mencubit tak di sengaja, emangnya dia sudah pikun apa?."Dasar Ibu enggak becus ngurus anak, sedari tadi anaknya nangis manggil-manggil Ibu yang di panggil malah main di rumah orang."Aku menoleh ke belakang dan melihat sosok mas Tedy yang berjalan ke arahku. Raut wajahnya terlihat kesal dan marah, seperti aku telah membuat kesalahan yang begitu besar."Ooh selain pelit, ternyata enggak becus ngurus anak juga tah. Pantas saja anaknya ketularan pelit juga, buah memang jatuh tak jauh dari tempatnya ya," ujar Mbak Sutri. Ia bersedakap dada terlihat santai dan tak merasa bersalah."Memangnya ngapain sih siang-siang kesini, tuh ada orang beli juga. Ayo pulang, Kayla udah nangis terus emang kamu enggak denger apa?!" Mas Tedy tak merespon ucapan si Sutri ia memaksaku untuk pulang.Sebelum aku pulang aku kembali mencubit lengan si Sutri dengan keras, hingga ia menjerit. Lengan si Sutri keme

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    M-banking

    Aku berjalan keluar menghampiri lelaki pegawai bank keliling."Ada apa ya, Mas?" tanyaku. Aku sudah menebak pasti yang di lontarkan pertanyaan seperti biasa. Aku menoleh ke arah Mas Tedy serta kedua kakak iparku yang duduk di kursi ruang tamu, expresi mereka seperti menanti apa yang bakal terjadi kepadaku."Bu Lasmini kok enggak ada di rumah ya, Mbak, padahal sudah ku telpon biar standby di rumah. Aku juga sudah menunggu selama satu jam tapi sepertinya di sedang keluar. Maaf mengganggu waktumu, Mbak, tadi aku mau bertanya sama suamimu saja tapi dia malah masuk dan manggil kamu," ujar lelaki itu.Sudah ku duga kan dia akan bertanya tentang kemana perginya Yu Lasmini, tetangga kami yang terlilit hutang itu. Aku juga enggak tahu dari mana lelaki itu bisa ngerti namaku padahal kami enggak pernah berkenalan."Aku juga enggak lihat sih, Mas, tadi sebelum Dzuhur dia juga ke sini mau ngutang tapi aku enggak mau kasih." Aku menyampaikan apa adanya, saat ini sudah sekitar jam dua-nan."Ooh begi

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Mereka Semua Syok

    Waktu sore terasa begitu lama saat di nanti-nantikan, aku sibukkan dengan bermain bersama anak-anak. Tak ku pedulikan Mas Tedy yang turus menyindirku gila, bahkan tawa si Sutri yang sedang bergosip di rumah Mak Sarmi begitu terdengar nyaring di telingaku."Besok malam Ibu dapat jatah yasinan, kamu bantu masak-masak ya," ucap Mak Sarmi kepada Mbak Sutri."Haduh, Mak, yasinan itu kan masak banyak banget nanti kuku panjangku bisa patah, kutekku juga luntur. Mamak lupa kalau punya menantu yang rajin dan pintar masak," balas Mbak Sutri sembari memainkan kukunya.Karena rumah kami yang bersebelahan tentu saja aku bisa mendengar obrolan mereka. Seperti biasa kalau ada acara apapun seperti yasinan, ngadain syukuran dan lainnya aku di pinta Mak Sarmi layaknya pembantu di rumahnya."Kamu bantu nyicipin aja seperti biasa," ujar Mak Sarmi. Mereka tertawa bersama seolah-olah obrolan mereka itu lucu."Li, Lia...!" Mak Sarmi memanggilku, aku hanya menoleh karena sudah menduga apa yang akan di perint

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Memilih Talaq atau Sepeda Motor?

    * Apabila sesuatu hal yang kau senangi ternyata tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi padamu.* _______ Aku tak memperdulikan Si Sutri yang terus merengek di lengan Mak Sarmi. Aku mengajak Kayla untuk mencoba motor baru. "Sayang, ayo kita nyari Kak Shaka," ujarku pada Kayla. "Asyik," balas Kayla kegirangan. Aku meninggalkan orang-orang yang menatapku dengan tatapan tak suka, dan aku tak mau peduli dengan hal itu. Dalam perjalanan aku tersenyum menyapa tetangga yang kebetulan bertemu. "Ibu, itu Kakak." Kayla menunjuk ke arah samping kiri dimana ada tiga anak lelaki yang berjalan kaki. "Ooh iya," balasku. Aku membelokkan sepeda motor ke arah Shaka dan kedua temannya. "Ya Allah, Kak, kamu enggak ingat waktu apa. Ini udah hampir magrib baru pulang, enggak ngaji lagi kamu!" ucapku dengan nada tegas. Memang seperti inilah aku setiap hari di pusingkan dengan kelakuan putraku, di saat anak lainnya sudah berangkat ngaji anakku justru baru pulang dari main. Dan ini akan membu

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Tanggapan Bapak

    Aku segera masuk ke dalam kamar putraku meminta Shaka untuk mengemasi barangnya. Aku juga mengemasi barangku sendiri dan barang milik Kayla. "Kita mau kemana, Bu?" tanya Shaka. "Kita mau menginap di rumah Mbah Koko," balasku. "Tapi kenapa barangnya harus dibawa semua, memangnya kita akan menginap berapa lama?" tanya Shaka lagi. "Sudahlah, Kak, kemasi aja dan bawa semua barang-barang kamu. Kita akan tinggal di rumah Mbah Koko, disana kita jauh lebih di hargai dari pada disini," balasku. Shaka menurut dan tak bertanya apapun lagi, aku berada di rumah sendiri serasa di rumah majikan, lebih baik tinggal bersama orang tuaku. Setelah di sana aku berencana akan membuka usaha kecil-kecilan entah itu apa yang penting tidak membebani orang tua. Aku mendengar obrolan Mas Tedy dan keluarganya di ruang tamu namun aku tak mau peduli. Biarlah mereka puas menghinaku, menuduhku yang bukan-bukan dan membucarakanku sepuasnya. "Ted, istrimu pasti habis maling, mana mungkin Lia yang cuma di rumah

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Tamu Misterius

    *Bukan masalah jika saat ini kita gagal. Tidak pula rugi jika impian belum jadi kenyataan. Asalkan kita tidak berhenti dan terus berjalan, berjuang, dan berusaha. Yakin, sukses menanti kita di masa depan.* _______ Aku mengangguk membenarkan ucapan Bapak, entah kenapa respon Bapak seperti itu apa beliau marah atau tak menerima kalau anaknya ini berstatus janda. "Tapi kenapa? Apa salah kamu hingga Tedy menceraikanmu, Nduk?" kini Mamak ikut bertanya. Aku menceritakan semua tentang masalah rumah tanggaku yang telah terjadi beberapa tahun terakhir ini. Aku juga menceritakan kalau aku mempunyai uang dari hasil menulis jadi aku tak perlu memusingkan bagaimana cara mencukupi kedua anakku. "Masya Allah, apa benar sebanyak itu, Nduk?" Mamak tertegun mendengar nominal yang ku sebutkan. "Enggeh, Mak, setelah gaji yang dari aplikasi satunya cair aku berencana ingin membuka warung sembako di sini. Semoga Bapak mau membantuku untuk membuat warung. Aku tak mau hanya mengandalkan gaji penulis ka

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kebahagiaan yang Sempurna

    Matahari sore itu memancarkan sinar keemasan, memantul indah di permukaan danau yang tenang. Lia, Heri, Shaka, Kayla, dan Sofyan sedang menikmati liburan mereka di sebuah vila di pinggir danau yang asri. Suara tawa anak-anak menggema, menyatu dengan suara alam yang damai. Kayla dan Shaka sedang bermain di dekat dermaga kayu, sementara Sofyan yang kini sudah berusia 22 bulan, berlari-lari kecil di taman rumput, tawa cerianya membuat suasana semakin hangat.Lia duduk di bangku taman, memperhatikan Sofyan yang mencoba mengejar kupu-kupu kecil. "Dia semakin besar dan lincah ya, Bang," ucap Lia sambil tersenyum penuh kebahagiaan.Heri, yang berdiri di dekatnya, mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Sofyan tumbuh begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia masih digendong, sekarang sudah bisa lari-lari seperti ini," jawabnya sambil mendekat dan mememeluk pinggang Lia. "Kita benar-benar diberkahi dengan keluarga yang bahagia."Lia mengangguk pelan, hatinya diliputi rasa

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Hidayah yang Luar Biasa

    Dua hari di kampung halaman saatnya Lia dan keluarga kembali ke Jakarta. Mereka tak bisa berlama-lama meninggalkan Sofyan bersama orang lain. Mereka berpamitan dengan suka duka, apalagi Nur yang merengek ingin ikut terus."Shaka, aku pengen ikut! Kamu di kampung aja, keenakan di kota terus lupa sama desa!" gerutu Nur."Ayo dong kalau mau ikut, memangnya Bulik enggak sekolah?" tanya Shaka."Nah itu halangannya."Mereka semua tertawa dengan tingkah Nur yang seperti anak kecil."Dadah, Bulik, kamu enggak boleh ikut. Weeee," teriak Kayla melambaikan tangan dari dalam mobil sambil menjulurkan lidahnya. "Kayla, awas kamu ya. Pokoknya aku mau kuliah di jakarta, nyusulin kamu!" balas Nur sambil berteriak juga."Hati-hati ya, Nduk, Le," ucap Pak Bambang dan Mak Isna."Enggeh, Pak, Mamak," balas Lia dan Heri secara bersamaan.Setelah semua masuk ke dalam mobil, mobil berlalu meninggalkan pekarang rumah Pak Bamba

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kembali Berduka

    Perjalanan yang biasanya di tempuh tujuh jam, kini lima jam telah sampai.Mobil Heri yang dikendarai Pak Supri berhenti perlahan di halaman rumah Mak Sarmi, diikuti mobil ambulans yang parkir tepat di belakangnya. Mak Sarmi keluar dari rumah dengan ekspresi bingung saat kedatangan dua kendaraan yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Heri keluar dari dalam mobil dan di susul oleh Pak Supri, Lia, Shaka dan Kayla. Mak Sarmi semakin terkejut saat melihat kedatangan mantan menantu dan kedua cucunya secara tiba-tiba."Lia? Shaka, Kayla? Kamu kesini....." ucap Mak Sarmi menggantung seakan-akan ia tak percaya dengan kedatangan orang-orang yang dulu selalu ia remehkan.Mak Sarmi bahkan sempat pangkling menatap Lia, ia baru menyadari saat melihat Shaka dan Kayla. "Sayang, Salim dulu sama Mbah Uti," titah Lia setelah dirinya selesai menyalami mantan ibu mertuanya. Shaka dan Kayla pun patuh.Petugas ambul

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat     Kembali ke Rumah

    Mobil Heri akhirnya berhenti di halaman rumah mereka. Lampu-lampu di luar rumah menyala terang, seolah menjadi satu-satunya tanda kehangatan di tengah ketegangan yang masih menyelimuti pikiran mereka. Lia dan Heri keluar dari mobil dengan tubuh yang masih bergetar, terutama Lia, yang merasa seolah napasnya belum benar-benar kembali normal."Alhamdulillah, kita selamat," gumam Lia pelan sambil menutup pintu mobil dengan tangan gemetar. Dia menatap Heri dengan mata penuh kecemasan. Wajahnya masih pucat setelah kejadian mencekam yang baru saja mereka alami.Heri diam beberapa saat, mencoba mengatur napasnya yang masih memburu. “Ya Allah, tadi itu... aku benar-benar tidak bisa berpikir. Kalau saja kita terlambat sedikit, untung saja Pak Supri sangat sigap...” ucapnya, suaranya serak.Lia mengangguk, lalu menatap rumah mereka. “Aku... aku masih merasa ada yang tidak beres. Tadi itu bukan hanya kecelakaan biasa, Bang.. ada sesuatu yang lebih dari itu.”

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Pertanda di Jalan Raya

    Hari mulai beranjak sore ketika Lia dan Heri keluar dari restoran menuju mobil, mereka baru saja mengahadiri sebuah undangan kerja sama. Langit sedikit mendung, dan suasana di dalam mobil terasa tenang. Namun, di sudut lain kota, di sebuah jalan raya dekat lampu merah, Tedy sedang menunggu dengan sabar di bawah pohon pinggir jalan seperti yang diperintahkan oleh Mbah Marni. Pohon bringin yang besar itu sifatnya sangat kuat dan membuat kota terlihat hijau, serta akarnya yang kuat mampu menahan erosi tanah."Jangan khawatir, Ted. Jin yang kuberi tugas akan memastikan Heri celaka. Kamu hanya tinggal menunggu," bisik Mbah Marni melalui sambungan telepon yang sudah disiapkan sejak tadi.Tedy menatap jam di HP-nya. “Saya sudah tidak sabar, Mbah. Lia harus segera jadi milik saya lagi.”Di sisi lain, di dalam mobil Heri, Pak Supri, tiba-tiba merasa tidak nyaman. Keningnya berkerut dan sesekali ia menengok ke kaca spion, seolah sedang mencari sesuatu yang tak terlihat oleh mata.Lia, yang dud

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Menyiapkan Rencana Selanjutnya

    Lia tak menghiraukan Tedy, ia segera membuka vidio itu. Di mulai dari ruang depan. Tak lupa Heri juga ikut menonton, Excel, pak Budi dan beberapa karyawan sebisa mungkin ikut mengintip saat mereka berdua mengamati vidio tersebut mereka justru dibuat kaget. Bagaimana tidak, dalam rekaman itu tidak kelihatan seorang wanita, hanya terlihat Tedy yang sedang mendesah dan bergoyang sendirian di ruang tamu. Vidionya terlihat menjijikkan sebab Tedy tak memakai sehelai benang apapun. Mereka berdua menonton sampai selesai tiga vidio itu, namun hanya terlihat Tedy sendirian yang seperti prang kesurupan atau mabuk. Sangat jelas vidio itu tak ada siapapun kecuali Tedy sendirian. Setelah selesai menonton vidio tersebut Heri langsung merebutnya dari tangan sang istri dan melemparnya ke arah Tedy, "Sudah nuduh-nuduh enggak jelas ternyata vidio orang stres lagi birahi. Lihat saja sendiri vidio itu sampai selesai, apa kamu enggak merasa malu! Dasar laki-laki berkelainan bikin orang jijik aja!"Menden

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Kesaksian

    Tedy dengan tangan gemetar meraih ponselnya, bersiap menelepon Lia untuk datang dan mendukungnya di kantor. Ia masih yakin, selama Lia ada di pihaknya, semua akan baik-baik saja. Tapi sebelum sempat menekan nomor, pintu kantor terbuka, dan di sanalah Heri bersama Lia masuk dengan wajah tersenyum.Kehadiran mereka membuat ruangan yang tadinya penuh ketegangan seketika menjadi hening. Heri dan Lia terlihat santai, seolah tidak ada masalah apa pun yang terjadi di antara mereka. Keduanya tampak harmonis, bercakap-cakap ringan sambil berjalan masuk.Heri menatap ke arah Excel dan Pak Budi, lalu bertanya dengan nada heran,“Lagi ada apa ini? Kok ramai?”Excel dan Pak Budi saling pandang sejenak sebelum Pak Budi angkat bicara. “Pak Heri, maaf mengganggu, Tedy ini karyawan OB baru, tadi bikin ulah di kantor. Dia datang dan berani mengancam kami semua. Dia bilang mau mengambil alih posisi Anda dan mengusir kami.”Mendengar penjelasan itu, Heri memandang Tedy dengan wajah terkejut. “Apa? Te

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Teddy Bergaya Sok Bos

    Pagi itu, Tedy berdiri di depan cermin di kosannya, memandangi penampilannya yang baru. Lia baru saja membelikannya kemeja putih dan celana panjang hitam yang tampak lebih rapi dari biasanya. Sarapan pun sudah disiapkan oleh Lia dengan penuh perhatian. Tedy merasa seperti raja, yakin bahwa hari ini adalah awal dari sesuatu yang besar.Lia tersenyum sambil membereskan sisa sarapan, “Mas Tedy, udah waktunya kamu ambil alih posisi Heri. Kamu lebih pantas dari dia. Aku yakin kamu bisa.”Tedy tersenyum lebar, merasa puas dengan perkataan Lia. Ia mengangguk, mengikat dasinya dengan gaya yang baru saja diajarkan oleh Lia. Dengan penampilan yang lebih rapi dari biasanya, ia merasa siap menaklukkan dunia. Dalam pikirannya, Heri hanyalah langkah kecil menuju kekuasaan yang lebih besar. "Aku udah siap jadi bos, Li," kata Tedy sambil merapikan kemejanya. "Mulai hari ini, semua orang bakal liat siapa yang lebih pantas," imbuhnya lagi.Dengan percaya diri yang tinggi, Tedy melangkah keluar dari

  • Istri Yang Kau Sia-siakan Ternyata Wanita Terhormat    Semakin Terjerumus

    Pagi itu, Tedy terbangun dengan mata yang masih berat. Ia meraba tempat tidur di sebelahnya, mencari sosok Lia yang biasanya selalu ada di sana. Namun, yang ia temukan hanyalah dinginnya kasur tanpa kehadiran Lia. Ia bangkit setengah terhuyung, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu siang.Tedy bergumam pelan, “Gila, gue ketiduran sampe siang gini.”Tedy menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, mencoba mengingat kejadian semalam. Senyum tipis mengembang di wajahnya. Ia teringat betapa berbeda malam tadi. Lia benar-benar berbeda, begitu liar dan menggairahkan. Bahkan, ia merasa heran pada dirinya sendiri—senjatanya, yang biasanya hanya bertahan sepuluh menit, kini kuat dan bertahan sepanjang malam. Ia keluar lebih dari sekali, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam hidupnya.Tedy tertawa kecil, “Lia emang ganas semalam… tapi kenapa aku bisa sekuat itu, ya?”Tedy mengangkat bahu, tak terlalu memikirkan jawabannya. Baginya, semalam adalah malam yang sempurna. Lia pasti sudah

DMCA.com Protection Status