“Ibu, kita tunggu saja dia menelepon,” kata Alisa ikut merasakan kekecewaan, “aku sangat ingin melihat keponakanku, dia kejam sekali.”Luna mendengus kasar, kabar kedatangan Alice begitu cepat terendus, bahkan beberapa postingan berhasil mendapat gambar menantunya.“Dia seperti menunjukkan pada kita bahwa dia orang paling terpandang,” gerutu Luna. “Ibu duduklah! Jaga kesehatanmu, aku akan membicarakan ini pada kakak.” Alisa sudah berdiri dan siap untuk bertemu kakaknya, tetapi pria yang menjadi kakaknya itu terlihat sangat terburu-buru.“Kak, mau kemana?”Leo menoleh dan mendapati ibu dan adiknya mendekat. Ibunya memang sengaja datang untuk melihat kabar anaknya yang Alisa rancang untuk cucunya kebetulan sekali, ia mendengar jika Alice sudah kembali.“Aku ingin ke rumah mertuaku, aku akan bawa kedua cucu ibu besok,” kata Leo serius.“Ibu tidak setuju,” bantah Luna, “jangan mencarinya, kita lihat apakah Alice akan membawa cucuku atau dia benar-benar tidak menghargai keluarga kita lagi
Oscar menepuk pundak Arsen berulang kali dengan pelan. Pria muda yang semangatnya luar biasa ini sudah pantas mendapat hadiah ini.“Paman, Anda memiliki menantu, bukankah lebih baik–”“Leo akan menolak. Dia adalah pimpinan di perusahaan miliknya. Jika dia diberikan tanggung jawab ini, aku khawatir dia tidak akan mampu,” katanya, “lagipula, ini sudah lama paman rencanakan, jauh sebelum Alice menikah dengan Leo.”“Paman …,” ucap Arsen merasa tidak enak.“Setelah acara pertunangan Silvia, bersiaplah, kamu akan aku tugaskan di sana. Paman juga sudah menyediakan satu rumah untukmu.”Menggeleng tidak enak. “Paman jangan seperti ini, aku akan terima tanggung jawab dari Paman, tetapi dengan rumah sepertinya sangat berlebihan.”Oscar kembali tertawa, “Tidak ada yang berlebihan untuk seorang anak. Kamu sudah aku anggap seperti putraku, jadi jangan katakan hal-hal yang bisa menyakiti hatiku,” katanya pelan tetapi tegas.“Maafkan aku Paman. Aku akan lakukan apa pun untukmu.”Membuang napas kasar
“Jadi, apa saja yang pria itu lakukan saat aku tidak di sampingmu?” tanya Leo, saat ini mereka sudah terbaring dengan saling memeluk.“Tidak ada.” “Kenapa membelanya? Katakan saja, apa saja yang dilakukan? Aku bisa–”“Jangan mulai, aku dan Arsen masih waras. Tidak mungkin saling berpelukan ketika tak memiliki hubungan,” bibir Alice sengaja ingin menyentil Leo.“Alice, aku tahu aku salah, tetapi mengungkit kesalahanku terus menerus seperti menikamku berkali-kali.”Terkekeh pelan, Alice mendesah, “Aku mengantuk, jika kamu masih ingin bercerita, katakan saja, aku akan mendengar.” “Tidurlah! Aku belum menemui ayah. Apakah dia sudah tidur?” bisik Leo merasa tidak sopan, datang dan pergi tampan diundang.“Ayah masih di ruang kerjanya. Ada Arsen juga bersamanya,” jelas Alice mulai melemah, ia mengangguk dan sangat lelah.Mendengus kasar, Arsen selalu bisa mencuri hati mertuanya. Akan tetapi, kali ini, Leo merasa sedikit lega karena tahu, istrinya tak berpaling darinya.“Lebih baik tidur, b
"L-leon, apakah kau bisa ikut … denganku?" Alice terlihat tergugup dan masih terus berusaha membujuk Leonardo agar ikut dengannya ke rumah orang tua Alice. Alice mengekor kemanapun Leonardo melangkah, bahkan Alice dengan sengaja menghalangi langkah sang suami yang ingin bercermin. "Alice, jangan kekanakan!" seru Leonardo menatap Alice dengan tatapan jengah. Alice mengerucutkan bibir. Dia tidak marah sama sekali walaupun Leonardo sering kali menganggapnya tidak ada. Bahkan Leonardo sering kali menatapnya dengan tatapan remeh. Alice menghembuskan napas pelan, ia berdiri di hadapan Leonardo yang masih serius dengan kegiatannya memasang dasi berwarna biru. Suaminya ini selalu terlihat tampan dari sisi manapun. "Sini, biar aku bantu memakainya." Alice sudah siap, tangannya sudah akan menyentuh kerah kemeja suaminya sebelum Leonardo menepis keras tangannya. "Jauhkan tanganmu!" Leonardo menatap Alice dengan tatapan yang menghunus. Membuat Alice menjauhkan tangannya dari Leonardo d
Beberapa pelayan yang tadi sempat berada di sana dan menyaksikan semua yang terjadi mendekat dan menolong Alice. Mereka semua ikut sedih tetapi tidak berani melakukan apa pun. "Nyonya, maaf karena kami tidak melihat kondisi dapur sebelumya," kata salah seorang di antara mereka. Alice berdiri dan menatap penampilannya yang semakin kacau, ia menghela napas dan menggeleng. "Bukan salah kalian. Pergilah, lanjutkan pekerjaan kalian lagi." "Tapi, Nyonya Anda--" "Tidak masalah, aku akan bersihkan dapur setelah itu membersih diri," potongnya cepat. Jika tidak segera membersihkan dapur, ibu mertuanya bisa kembali murka. ** Setelah kejadian pagi tadi, Leonardo segera bergegas berangkat ke kantor. "Selamat pagi, Pak," sambut wanita cantik dengan rambut sebahu. Leonardo hanya mengangguk, dia bahkan tidak tertarik memperhatikan Dara terlalu lama. Wanita dengan setelan formal itu hanya tersenyum kecut, lalu menekan tombol paling atas untuk sampai ke ruangan CEO. Sementara itu, pr
Beberapa saat setelah berhasil keluar rumah. Alice yang sudah berada di dalam taxi lantas menghubungi Leonardo kembali. Namun, setelah beberapa kali mencoba, Leonardo masih belum menerima panggilan darinya. Tidak putus asa, Alice terus mencoba sampai berhasil. "Halo, Leo, apa kau sibuk?" Sumringah Alice ketika panggilannya mendapatkan respon. Alice mengerutkan kening karena bukan suara Leonardo yang menjawab panggilannya. Itu suara wanita yang seketika membuat perasaannya aneh. "Kau siapa? Di mana suamiku, Leonardo?" tanya Alice dengan wajah datar. Entah kenapa, tetapi suara di balik layar memberikan radar bahaya pada rumah tangganya. "Saya, Dara, Leon--" jawab Dara. Akan tetapi, ia tidak segera melanjutkan ucapannya karena suara Alice kembali terdengar. "Dara?" ulang Alice lagi. "Heum, Anda siapa ya?" Terdengar lagi suara Dara dari balik layar. Alice langsung mematikan panggilan dengan sepihak, ada perasaan yang aneh menyelimuti hatinya saat nama itu disebutkan. Apalagi, saat
Dalam ruangan berukuran besar dengan barang-barang mewah di dalamnya. Pria berusia 60 tahunan sedang berdiri dengan tangan di belakang punggung. Ia sedikit mendongak dengan tatapan rindu dan penyesalan. Sesekali ia menghela napas pelan dan berucap sangat lirih, "Sayang, maafkan Ayah Nak. Kembalilah, Ayah merindukan dirimu." Tuan Oscar adalah salah satu pria terkaya di Eropa. Kekayaannya yang melimpah dan dengan usaha yang tersebar di mana-mana membuat hidupnya bergelimang harta. Namun, kepergian putri sulungnya menjadi salah satu cambuk terbesar di usia tua, yang harusnya di kelilingi oleh orang-orang terkasih. Sekali lagi, tatapan rindu itu begitu nampak jelas dari mata yang sudah mulai mengabur. "Kembalilah, Nak. Ayah sangat merindukan semua tentangmu." Tuan Oscar mengusap air matanya pelan. Putri sulungnya, menghilang begitu saja, bahkan sampai saat ini, dia tak tahu di mana keberadaan gadis cantiknya. Ia masih mengingat senyum manis putrinya. Lesung pipi kecil ketika ia terseny
Delima keluar dari kamar suaminya, dengan wajah memerah. Ia tak menyangka Oscar begitu marah karena hal sepele seperti tadi. "Semua karena anak itu. Sudah tidak di sini, tetapi masih saja merepotkan," gerutu Delima melangkah ke arah dapur. Delima hanya ingin Silviana bahagia. Mendapatkan apa yang seharusnya putrinya memiliki. Kekayaannya, penghormatan dan juga cinta Arsen. Namun, pria angkuh itu selalu saja menolak menikahi putrinya dengan alasan yang tidak masuk akal menurutnya. Delima duduk dengan kepala semakin sakit. Seharian ia membujuk Silviana agar pulang ke rumah tetapi, putrinya itu tidak pernah mau mengindahkan perintahnya. Bahkan sekarang, Delima tidak tahu, di mana keberadaan Silvia. "Jangan terlalu tegang, Nyonya. Ada aku di sini," bisik seseorang di belakang Delima. Ibu kandung Silvia itu, langsung tersenyum merekah, bahkan masalah berat di kepala langsung menguap begitu saja. Ia mengangkat tangan dan menyentuh tangan kekar yang berada di pundaknya. Kekar dan kokoh
“Jadi, apa saja yang pria itu lakukan saat aku tidak di sampingmu?” tanya Leo, saat ini mereka sudah terbaring dengan saling memeluk.“Tidak ada.” “Kenapa membelanya? Katakan saja, apa saja yang dilakukan? Aku bisa–”“Jangan mulai, aku dan Arsen masih waras. Tidak mungkin saling berpelukan ketika tak memiliki hubungan,” bibir Alice sengaja ingin menyentil Leo.“Alice, aku tahu aku salah, tetapi mengungkit kesalahanku terus menerus seperti menikamku berkali-kali.”Terkekeh pelan, Alice mendesah, “Aku mengantuk, jika kamu masih ingin bercerita, katakan saja, aku akan mendengar.” “Tidurlah! Aku belum menemui ayah. Apakah dia sudah tidur?” bisik Leo merasa tidak sopan, datang dan pergi tampan diundang.“Ayah masih di ruang kerjanya. Ada Arsen juga bersamanya,” jelas Alice mulai melemah, ia mengangguk dan sangat lelah.Mendengus kasar, Arsen selalu bisa mencuri hati mertuanya. Akan tetapi, kali ini, Leo merasa sedikit lega karena tahu, istrinya tak berpaling darinya.“Lebih baik tidur, b
Oscar menepuk pundak Arsen berulang kali dengan pelan. Pria muda yang semangatnya luar biasa ini sudah pantas mendapat hadiah ini.“Paman, Anda memiliki menantu, bukankah lebih baik–”“Leo akan menolak. Dia adalah pimpinan di perusahaan miliknya. Jika dia diberikan tanggung jawab ini, aku khawatir dia tidak akan mampu,” katanya, “lagipula, ini sudah lama paman rencanakan, jauh sebelum Alice menikah dengan Leo.”“Paman …,” ucap Arsen merasa tidak enak.“Setelah acara pertunangan Silvia, bersiaplah, kamu akan aku tugaskan di sana. Paman juga sudah menyediakan satu rumah untukmu.”Menggeleng tidak enak. “Paman jangan seperti ini, aku akan terima tanggung jawab dari Paman, tetapi dengan rumah sepertinya sangat berlebihan.”Oscar kembali tertawa, “Tidak ada yang berlebihan untuk seorang anak. Kamu sudah aku anggap seperti putraku, jadi jangan katakan hal-hal yang bisa menyakiti hatiku,” katanya pelan tetapi tegas.“Maafkan aku Paman. Aku akan lakukan apa pun untukmu.”Membuang napas kasar
“Ibu, kita tunggu saja dia menelepon,” kata Alisa ikut merasakan kekecewaan, “aku sangat ingin melihat keponakanku, dia kejam sekali.”Luna mendengus kasar, kabar kedatangan Alice begitu cepat terendus, bahkan beberapa postingan berhasil mendapat gambar menantunya.“Dia seperti menunjukkan pada kita bahwa dia orang paling terpandang,” gerutu Luna. “Ibu duduklah! Jaga kesehatanmu, aku akan membicarakan ini pada kakak.” Alisa sudah berdiri dan siap untuk bertemu kakaknya, tetapi pria yang menjadi kakaknya itu terlihat sangat terburu-buru.“Kak, mau kemana?”Leo menoleh dan mendapati ibu dan adiknya mendekat. Ibunya memang sengaja datang untuk melihat kabar anaknya yang Alisa rancang untuk cucunya kebetulan sekali, ia mendengar jika Alice sudah kembali.“Aku ingin ke rumah mertuaku, aku akan bawa kedua cucu ibu besok,” kata Leo serius.“Ibu tidak setuju,” bantah Luna, “jangan mencarinya, kita lihat apakah Alice akan membawa cucuku atau dia benar-benar tidak menghargai keluarga kita lagi
Laila dan Damian saling pandang lagi, seusia mereka mendengarkan fakta serius seperti ini terasa mengejutkan, tetapi tidak sampai histeris dan membenci ibunya.“Jadi, aku dan Laila memiliki dua ayah?” Laila terlihat lebih antusias, “yes!”Sementara Damian bersikap berbeda, ia mendekat pada Arsen dan memeluknya. Aksi haru yang tak bisa mereka lupakan untuk kedepannya.“Ayah, apakah kamu juga memiliki anak bonus? Seperti aku yang memiliki ayah bonus?”Hanya Oscar yang tertawa, baginya pria tua itu, apa pun yang cucu lelakinya katakan selalu saja terkesan menggemaskan. Bahkan ia sudah memikirkan rumah untuk Damian setelah berusia remaja. “Anak ayah hanya Damian dan Laila. Tidak boleh ada lagi,” kata Arsen cukup mengiris hati semua orang termasuk Silvia.“Sementara Damian dan Laila adalah anak hebat, pintar dan juga sangat beruntung sehingga memiliki banyak orang yang menyayangi.”Alice mengusap kepala anaknya, setidaknya ia sudah bisa memprediksikan jika kedua anaknya tidak menolak sama
Leonardo berdecak, ia menghempaskan dirinya di pinggir ranjang. Dadanya kembang kempis dengan napas terengah.“Aku tidak tahu, kenapa kamu sampai melakukan ini padaku,” kata Leo setelah beberapa saat terdiam. Ia kecewa marah dan juga gusar.“Mereka sudah dekat sejak bayi, wajar saja–”“Itu karena kamu yang tidak bisa bertahan menungguku. Andai saja, kamu menungguku kembali dan tidak meninggalkan rumah–”Alice yang mendengar itu mendengus, “Kenapa menyalahkan aku? Coba ingat, siapa yang membuat kesalahan pertama kali?” sarkasnya berhasil membungkam suaminya.“Kamu tidak tahu, bagaimana cemasnya aku malam itu, Leon. Kamu berlari menemui kekasihmu, apakah itu tidak menyakitkan?”Leo berdiri, ia mengepalkan tangan dengan wajah mengetat. “Lalu, kamu dengan bangga membalas perbuatan ku satu malam dengan pergi selama lima tahun? Kamu bahkan membiarkan anak-anakku memanggil priamu sebagai kekasih.”Mendengar tuduhan Arsen adalah kekasihnya, Alice tak terima ia pun ikut berdiri menatap tajam s
Alice histeris, ia terkejut hingga wajahnya memerah. Leo yang awalnya kesal langsung menyeringai, seperti mendapat ide lain untuk membalas dendam pada sang istri.“Apakah kamu ingin mengulangi lagi?” bisiknya tepat di telinga Alice yang sudah membungkus dirinya dengan selimut.“Tidak! Pergilah!” jeritnya tak kuasa jika harus melakukan hal itu.Sudut bibir Leo tertarik membentuk senyuman kecil, ia menarik paksa selimut tebal yang melilit tubuh istrinya dan kembali melanjutkan aktivitas mereka.Alice yang awalnya memberontak pada akhirnya pasrah. Ia tak bisa bebas dalam cengkraman Leo yang semakin ganas.________“Damian, aku lelah,” kata Laila pada saudaranya, “kita cari ibu saja.”Damian yang tengah mengelus rambut kuda besar menoleh, ada Arsen bersama mereka di sana.“Ayo, mungkin saja ibu sudah terlihat,” katanya yakin. Damian mendongak pada Arsen yang lebih banyak diam, pria yang mereka panggil ayah itu sepertinya sangat kelelahan.“Ayah, kita masuk. Aku juga lapar,” terangnya sud
Di dalam kamar yang begitu besar dan mewah. Boneka serta mobil-mobilan berbagai ukuran ditata dengan sangat rapi. Tidak hanya itu, foto Alice dan Leo terpasang begitu besar di dalam kamar tersebut, entah apa yang Oscar pikirkan hingga tetap memberikan tempat untuk menantu lelakinya.Di dalam kamar tersebut, dua orang dewasa sesaat saling terpaku tatkala menyaksikan dekorasi yang begitu indah dan terkesan menyentuh hati.Menghela napas, perlahan Leo meletakkan anaknya di sisi sebelah kiri, pun dengan Alice yang melakukan hal yang sama. Setelah itu, Alice mengecup kening kedua anaknya.“Terima kasih karena telah menjemput kami,” kata Alice masih terkesan dingin dan acuh.Leonardo mendengus, sikap Alice semakin memberikan kebimbangan pada dirinya. Ia menahan tangan sang istri yang hendak meninggalkan kamar. Pria itu, dengan kasar menarik tangan Alice dan merapatkannya dalam pelukan. Alice melototkan kata, ia tak bisa mengeluarkan suara kencang karena takut kedua anaknya terbangun dan me
Langit begitu cerah seolah bersaksi jika pertemuan ini adalah yang paling dinanti. Di antara hamparan bunga mawar yang tertata rapi, dua orang dewasa tengah duduk di bangku taman dengan tatapan lurus pada ayunan yang bergoyang.Di depan sana, kedua anak kembar dengan nama yang berbeda tengah bermain sambil bercengkrama.“Alice …,” ujar Leo dalam.“Bagaimana bisa kamu sampai di tempat ini?” balas Alice tanpa menoleh.Sudut bibir Leo terangkat sebelah, membentuk sebuah seringai tajam, “Bukankah seharusnya kamu minta maaf padaku? Kamu mencuci otak anakku dengan kejamnya.”Terdiam dengan napas terengah, ia menelengkan kepala menatap pria yang telah banyak berubah bentuk fisiknya.“Mencuci? Tidakkah kamu merasa jika kata-kata itu terlalu menyakitkan?” desis Alice tak menerima tuduhan itu.“Lalu apa?” balas Leo membalas tatapan wanitanya, jantungnya berdebar, ia bahkan menahan diri dengan keras untuk tidak memeluk, “jelas sekali kedua anakku tidak menyambutku, mereka bahkan melihat asing pa
“Tentu saja, ayah harus ikut,” kata Alice pada kedua anaknya. Untungnya kini kedua anaknya tidak lagi bertanya banyak hal padanya. “Syukurlah! Aku sangat khawatir jika Ayah tidak datang," katanya jujur.“Panggil dia paman setelah kita sampai di sana, ya.” Alice mengusap kepala anaknya. Ia merasa takut Arsen semakin risih dengan panggilan itu.“Kenapa? Apakah karena kalian tidak bisa bersama?” tanya Laila polos, “Ibu, tidak apa jika tidak bersama, dia tetap ayahku.”Damian melirik adiknya. Sebenarnya dia begitu penasaran dengan orang dewasa. Ibunya tidak memasang foto ayahnya di manapun, tetapi memasang foto pria lain di ponselnya.“Ibu, bolehkah aku bertanya?” Damian meriah tangan ibunya kemudian mendekapnya di dada.“Katakan saja, Sayang?” jawab Alice dengan lembut.Damian dan Laila saling lirik, bocah kecil itu berkata dengan sangat hati-hati, “Foto siapa yang berada di ponsel ibu? Matanya … sangat mirip dengan mataku.”Jantung Alice berdebar kencang, hal ini yang paling ditakutkan