Home / Pernikahan / Istri Warisan / Kian dan Kisah Patah Hatinya

Share

Kian dan Kisah Patah Hatinya

Author: Vryda
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

-Kian dan Kisah Patah Hatinya-

"Kau mau ke mana?" tanya Vanilla.

"Aku perlu ke kantor karena selama satu minggu ke Jogja," ucap Kian.

Vanilla berseloroh, "Seorang bos juga perlu ke kantor?" Dulu Anin pernah bercerita bahwa Kian mendirikan perusahaan periklanan yang sekarang menjadi sangat besar. Perusahaan Kian berada di pusat kota dengan gedung kantor yang tinggi menjulang. Ia selalu berhasil menjalin kontrak dengan perusahaan besar juga dengan artis-artis papan atas. 

"Kau pikir bos malah bisa berleha-leha di rumah?"

Vanilla mencibir, "Ya tidak akan seberat pekerja seperti aku, kan."

"Nah, tentang itu, lebih baik kau berhenti saja kerja di kafe," kata Kian tanpa menatap Vanilla. Ia tetap sibuk dengan sarapan dan tabletnya.

Vanilla terkesiap. "Lho kenapa? Aku suka kerja di sana."

"Sekarang kau istri Kiandio Reynand. Kau kan bisa membeli apa pun yang kau mau."

"Tapi setahun lagi ketika aku tidak lagi menjadi istrimu bagaimana? Seperti katamu, aku membutuhkan uang untuk memeriksakan nenekku. Walaupun hanya pekerja di kafe, tapi bayarannya memuaskan, lingkungan kerjanya juga menyenangkan."

"Setahun lagi kau juga akan menjadi pemilik saham di perusahaan Ega, kan."

"Iya, kan setahun lagi. Jika tidak bekerja aku pasti bosan di rumah. Aku ingin tetap bekerja. Karena kita tidak dalam kondisi pernikahan yang normal, sepertinya kau tidak bisa mengaturku."

"Aku tidak mengaturmu. Memang benar tidak berhak. Hanya saran saja." Kian kembali menyantap sarapannya sebelum melanjutkan. "Apakah setahun lagi kau akan langsung menikah dengan Ega?"

"Tentu saja. Aku akan menyemangati dan menemaninya hingga sembuh. Lalu setahun lagi setelah kontrak kita selesai, aku akan menikah dengan Ega. Jika bagian perusahaan yang diberikan padaku harus dikembalikan, aku tak masalah. Asal aku bisa menikah dengan lelaki yang kucintai."

"Tapi kau harus mencari Ega dulu, bukan. Lalu membujuk Tante Rosa agar mau menerimamu menjadi menantunya."

"Yah, walaupun sepertinya tidak mudah, itulah perjuangan."

Pembicaraan terhenti. Mereka sibuk dengan piring masing-masing. 

Bik Sri masuk dari belakang rumah sambil membawa buah stroberi ranum.

Vanilla tertarik. "Wah, Bik, sepertinya stroberinya enak."

"Iya ini saya petikkan untuk Mbak Vani. Kata Mas Kian, Mbak Vani sangat suka stroberi. Di kebun belakang banyak tanamannya. Sudah lama saya menanam ini." Bik Sri meletakkan keranjang dengan stroberi yang sudah dicuci di hadapan Vanilla.

Vanilla mengerutkan kening memandang Kian. Tetapi yang dipandang malah tak acuh sambil meminum kopinya lamat-lamat.

"Aku berangkat dulu." Kian mengambil jasnya dan memakainya. 

Lalu ketika ia akan berlalu, Bik Sri berkata, "Tidak usah malu-malu Mas Kian dan Mbak Vani. Anggap saja saya tidak lihat." Bik Sri tersenyum jail. Bik Sri pasti tidak tahu bahwa tuannya itu menikah hanya untuk menggantikan sahabatnya. Bukan pernikahan yang dilandasi cinta seperti yang Bik Sri bayangkan.

Namun, yang tak diduga, Kian mendekati Vanilla, meletakkan tangannya yang besar di pipi Vanilla, dan tiba-tiba mencium pipi Vanilla ringan. "Aku berangkat dulu, Sayang," ucap Kian dengan kata 'sayang' penuh penekanan. Seperti mengejek.

Vanilla masih tertegun sambil memandang punggung Kian yang semakin jauh keluar dari rumah.

"Apa-apaan dia?!" teriak Vanilla dalam hati. Dia sampai harus berpura-pura di depan semua orang. Hm, pasti tidak mudah. Ini masih di depan Bik Sri. Bagaimana jika nanti orangtua Kian yang ke sini?

Bik Sri masih saja tersenyum. "Saya beneran suka Mbak Vani ada di sini. Akhirnya menikah dengan Mas Kian. Rumah ini jadi tidak terlalu sepi. Tiap hari di sini seperti hanya ditinggali oleh saya dan suami. Karena Mas Kian gila kerja. Jarang ada di rumah."

"Sebelum menikah denganku, apa Kian punya pacar, Bik?" Tiba-tiba rasa penasaran Vanilla muncul. Bukan karena apa-apa. Hanya saja, ia sedang longgar dan tak bisa mengerjakan kesibukan apapun.

"Punya, Mbak. Sebelum akhirnya menikah dengan Mbak Vani, Mas Kian punya pacar. Namanya Mbak Laras. Ia sering ke sini. Masih sering juga ke sini, membujuk untuk kembali dengan Mas Kian. Tapi Mas Kian menolak."

Vanilla bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana hubungan Kian dan Ega juga keluarganya. Sekali Ega berucap, Kian langsung memberikan segalanya. Sampai mencampakkan kekasihnya juga.

Bik Sri seperti mengingat-ingat. "Saya sudah ikut dengan keluarga Mas Kian sejak mama Mas Kian menikah. Hingga saya ikut Mas Kian pindah ke rumah ini. Dulu sih, ketika SMA, bahkan sebelumnya, banyak sekali gadis-gadis yang suka menelpon ke rumah. Atau malah datang ke rumah. Jelas-jelas mendekati Mas Kian. Sampai mamanya Mas Kian bilang 'Kamu itu jangan terlalu mencolok. Biar tidak ada lagi gadis-gadis yang mengejarmu sampai ke sini'."

"Wah, Kian memang populer, Bik waktu SMA."

"Lho Mbak Vani kok tahu?"

Vanilla tersenyum, "Saya teman SMA Kian, Bik. Lalu kuliah, kami mengambil jurusan yang berbeda walaupun masih satu kampus. Oh ya, Bik, hanya gadis-gadis yang suka Kian? Tak ada pacar?"

"Pernah Mas Kian seperti patah hati. Dia menyukai teman SMA-nya. Patah hatinya kenapa, saya dan mamanya Mas Kian tidak tahu. Aneh pokoknya ketika bulan-bulan patah hati itu. Mas Kian tidak mau keluar kamar. Makan hanya sesekali kalau mamanya memaksa. Tidak mau main. Suram sekali rumah ini. Setiap ada yang mendekati kamar Mas Kian, entah kakak atau adiknya pasti langsung dibentak oleh Mas Kian."

Bik Sri duduk di samping Vanilla dan melanjutkan ceritanya. "Lalu suatu hari Mas Kian membawa gadis cantik rambut sebahu. Sekeluarga ikut senang. Akhirnya cintanya dibalas. Mas Kian sudah seperti biasa lagi. Tapi hanya sampai kuliah awal-awal. Lalu gadis itu tak pernah lagi datang. Dan rumah kembali didatangi gadis-gadis yang mengejar-ngejar Mas Kian."

Gadis berambut sebahu. Itu pasti Anin. Dulu dia mempunyai rambut sebahu. Jadi, sejak dulu Kian menyukai Anin. Sempat patah hati juga, pasti ketika Anin masih pacaran dengan mantannya. Lalu Anin menerima cintanya. Dan mereka pacaran. Wah. Jika perjuangan Kian mendapatkan Anin sangat tidak mulus, kenapa malah berselingkuh dari Anin.

Vanilla sangat membenci orang-orang yang berselingkuh dan berkhianat. Itu mengingatkannya dengan ayah kandungnya. Membuang ibu dan Vanilla untuk berselingkuh. Hingga akhirnya ibunya meninggal dalam keputusasaan. Sudah seperti itu pun ayahnya tidak merasa bersalah. Tidak berusaha mencari Vanilla walaupun dirinya dan neneknya akhirnya terlunta-lunta. 

Banyak hal yang ia alami agar bisa hidup. Neneknya bekerja mati-matian untuk menghidupi dirinya juga Vanilla. Maka dari itu, Vanilla tak bisa memaafkan ayahnya, juga orang-orang yang berselingkuh di luar sana.

Kata orang, jika orang sekali berselingkuh pasti akan melakukan hal yang sama kembali. Anin diselingkuhi. Lalu perempuan yang menjadi pacar Kian sebelum menikah dengannya juga dicampakkan begitu saja. Untung saja, Vanilla hanya menikah kontrak. 

Vanilla sungguh merasa kasihan dengan para perempuan yang telah jatuh hati kepada Kian. Mereka semua telah menyerahkan hati pada lelaki yang salah.

Untung saja Vanilla jatuh hati dan menjalin kasih dengan Ega, seorang lelaki tampan, pekerja keras, bertanggung jawab. Lelaki sempurna yang menerima Vanilla sepenuh hati walaupun ia adalah perempuan penuh kekurangan.

Tanpa diduga siang hari Kian telah pulang. Ia mencari Vanilla dan mendapati perempuan itu tengah berbaring di ayunan yang ada di taman rumah Kian. Matanya tertutup, tangannya ia tumpukan ke dahinya. 

"Kau sedang apa?" tanya Kian dari atas kepala Vanilla.

Vanilla menjawab malas, tanpa membuka matanya. "Menikmati menjadi orang pengangguran." Lalu ia bangun dari rebahannya. "Makanya aku ingin tetap bekerja. Karena aku tidak terbiasa berdiam diri begini. Bosannya setengah mati."

Kian tersenyum. Vanilla tertegun. Ternyata senyuman Kian manis. Membuat wajah kaku Kian sedikit melunak. "Ayo ikut aku."

"Ke mana?" Vanilla mulai tertarik. Ia benar-benar bosan sedari tadi ia tidak berguna di rumah.

"Sudah ikut saja."

Vanilla berganti pakaian. Kian berpesan agar ia berpakaian yang santai saja. Jadi ia mengenakan kulot hijau sage dan kemeja linen lengan pendek. 

Ia kelur dari kamar dan sudah mendapati Kian juga telah berganti pakaian. Ia sudah menanggalkan jas dan kemejanya. Menggantinya dengan kaos dan celana kino. Sepatu pantofelnya sudah berganti menjadi sepatu kets. 

Kian membukakan pintu penumpang di samping kursi pengemudi. Vanilla masuk dan memandang Kian yang berjalan di depan mobil. Menuju kursi pengemudi. Vanilla menatap ke depan, melirik Kian yang tak juga menjalankan mobilnya. Kian tengah memandangnya. "Apa? Kenapa kau memandangku begitu?"

Tiba-tiba tubuh Vanilla membeku ketika Kian bergerak mendekat semakin lama semakin dekat. Vanilla menutup mata sambil membuang wajahnya. Kian menjentikkan jari panjangnya ke dahi Vanilla. "Kau sedang apa?"

Vanilla membuka mata. Jarak wajah Vanilla dan Kian hanya terpaut beberapa senti. Lalu terdengar bunyi klik dari samping tubuhnya.  Kian berkata sambil tidak bisa menyembunyikan senyumnya, "Apakah kau pikir aku akan menciummu?" 

Vanilla terbata-bata, "Tentu saja tidak. Siapa juga yang berpikir begitu. Aku bukan perempuan mesum. Aku tahu kok kalau kau akan memasangkan sabuk pengamanku." Vabilla membuang wajah. Menghadap jendela samping mobil dan tidak menggubris tawa Kian yang meledak.

Wajah dan telinga Vanilla memerah karena malu.

-bersambung- 

Related chapters

  • Istri Warisan    Bungkus Apapun yang Kau Sentuh

    Kian berkendara membelah kemacetan yang selalu lekat dengan kota ini. Mereka sampai di depan mall yang memiliki banyak butik-butik dengan barang-barang branded dan mahal.Vabilla bertanya, "Untuk apa kita ke sini?" Ia melangkahkan kaki keluar mobil begitu pintu dibukakan oleh Kian.Kian menjawab, "Berkencan."Vanilla menginjak kaki Kian keras. "Aku tidak mau kencan denganmu.""Sayang sekali. Padahal ribuan perempuan lain rela mengorbankan apapun yang dimiliki agar bisa berkencan denganku," ucap Kian bangga."Yang pasti itu bukan aku."Kian memandu Vanilla menuju salah satu butik. Mereka masuk ke dalam. Salah seorang wanita cantik dan rapi menyambut mereka. "Ingin mencari apa, Ibu? Akan saya bantu memenuhi keinginan Ibu dan Bapak."Kian menjawab, "Bawakan gaun, blouse, dan celana untuk istriku."Vanilla memelototi Kian. Ia berbisik, "Aku tidak butuh pakaian, Kian. Ayo kita pergi saja." Vanilla tidak pernah masuk ke butik ini. Pelayanannya yang memuaskan sebandihg dengan harga yang haru

  • Istri Warisan    Honeymoon Sendu

    Sejak dulu Vanilla suka naik kereta. Ia juga yang mengusulkan kepada Ega tentang honeymoon ke Jogja naik kereta. Dan di sinilah sekarang Vanilla dan Kian. Stasiun Kota yang akan membawa mereka ke Jogja. Kereta melaju kencang. Vanilla dan Kian duduk berdampingan di kursi eksekutif. Tak banyak yang bisa diceritakan walaupun ia dulu adalah teman SMA Kian dan sekarang menjadi suami istri.Mereka sampai di hotel bintang 5 di sekitar Malioboro. Mereka check in. Kamar di hotel ini sangat susah didapatkan. Memang karena letaknya yang strategis dari pusat-pusat wisata. Jadi, dulu Ega booking kamar jauh-jauh hari."Pemesan atas nama Ega, Mbak," ucap Vanilla kepada resepsionis.Seorang wanita muda tersenyum dari balik meja. "Baik akan saya cek terlebih dahulu." Wanita muda itu menatap layar komputer di mejanya dan menggerakkan mouse. "Sudah terkonfirmasi."Vanilla bertanya kepada resepsionis, "Mbak, apakah ada kamar kosong yang lain?"Wanita muda di balik meja melihat komputernya lalu berkata,

  • Istri Warisan    Daging yang Terkoyak

    Ia langsung memakaikan dress itu dari atas kepala Vanilla. “Biar aku saja, Ki,” ucap Vanilla walaupun tangannya otomatis terangkat agar dress itu bisa menutupi tubuhnya.“Aku sudah bilang jangan mendebat.”Dua orang lelaki mengetuk pintu. Kian membukakan pintu, menjelaskan secara singkat apa yang telah terjadi. Mereka langsung bekerja. Membereskan segala yang porak poranda. Mungkin para petugas cleaning service itu berpikir. Wah baru kali ini mereka menemukan honeymoon yang seharusnya romantis menjadi sebuah bencana penuh darah dan rasa sakit. Kian mengambil alat P3K dari troli cleaning service. Menyalakan senter ponselnya dan memegang pinset kecil. Vanilla mengambil ponsel dari tangan Kian, “Biarkan aku yang membawa ponselmu.” Perempuan itu mengarahkan sinar senter ponsel ke lukanya. Vanilla bergidik ngeri melihat lukanya sendiri.Kian berjongkok di samping Vanilla. Mengambil pecahan-pecahan gelas yang masih ada di dalam lukanya. “Lukamu cukup dalam. Kita ke rumah sakit saja. Pecah

  • Istri Warisan    Pulang

    Mereka kembali ke hotel. Masih tetap dengan berdiam seribu bahasa. Hotel menyediakan kursi roda untuk Vanilla. Petugas hotel juga menyambut mereka berdua di depan pintu lobi hotel. Kian mendorong kursi roda Vanilla ke kamar. Ia membaringkan Vanilla di ranjang. Berhati-hati agar tidak menyentuh luka Vanilla. Kian berjalan menuju lemari untuk berganti baju, namun tiba-tiba Vanilla berkata, "Kita pulang saja."Kian langsung berbalik memandang Vanilla, sedangkan perempuan itu mengalihkan pandangan dari suaminya. "Tunggu lukamu mengering," ucap Kian datar."Lebih baik aku di rumah. Daripada di sini tapi tidak bisa ke mana-mana." Vanilla menunggu reaksi Kian. Ketika Kian tidak berkomentar, ia melanjutkan."Biaya hotel, kan juga tidak murah. Kita bisa minta refund, kan."Kian mendekati Vanilla dengan langkah tegap. "Kau meremehkan kekayaanku? Kau pikir hanya Ega yang bisa menginap di hotel seperti ini?""Bukan begitu. Hanya saja sepertinya level kesialanku sudah melebihi batas. Aku tidak mau

  • Istri Warisan    Telepon Pagi Buta

    -Telepon Pagi Buta-Vanilla terbangun di tengah malam. Obat biusnya sudah tidak berefek lagi. Sekarang kakinya ngilu dan perih. Ia sedikit mengerang kesakitan. Perempuan itu segera menutup mulutnya ketika dari belakang punggungnya, ia melihat Kian tengah lelap tertidur. Vanilla berusaha bangun, ingin bersandar dan mencari minum. Tangannya meraih nakas di samping tempat tidurnya. Tiba-tiba suara Kian menghentikannya. "Kau akan mencelakai dirimu lagi jika seperti itu."Vanilla menoleh ke belakang punggungnya. Kian sudah bangun sambil bersila menghadapnya. "Aku bisa sendiri. Apa yang bisa terjadi lagi jika aku sudah di fase terburuk begini," sanggah Vanilla keras kepala sambil mengulurkan tangannya lebih jauh. Vanilla terperanjat ketika merasakan tubuh Kian berada tepat di belakangnya dan tangannya panjang terulur. Kian dengan mudah meraih gelas berisi air dan mengangsurkannya kepada Vanilla. Vanilla hanya terbelalak, merasakan jantungnya berdenyut dengan sangat keras. Tapi ia berkata

  • Istri Warisan    Sebelum Menjadi Cinderella dengan Sepatu yang Lepas

    -Sebelum Menjadi Cinderella dengan Sepatu yang Lepas-Vanilla hanya berguling-guling di ranjangnya yang luas. Matanya nyalang. Besok ia takkan sendiri lagi tidur di sini. Setiap malam akan ada yang senantiasa menemani tidurnya. Membayangkan itu saja, Vanilla sudah terkikik-kikik senang. Gadis itu tak sabar lagi menanti esok hari agar lekas datang. Sudah tak sabar rasanya ingin segera duduk di pelaminan, diminta secara resmi kepada keluarganya. Berjanji akan senantiasa suka duka bersama, dan berjanji akan berbahagia bersama selamanya.Rambut ikalnya berantakan kusut bergesekan dengan kasur. Ia menatap jam yang menempel di dinding kamarnya. Sudah lewat tengah malam. Jika ia adalah Cinderella, saat ini ia akan terbangun dari mimpinya bertemu pangeran. Namun, kebalikan dari Cinderella, begitu lewat hari ini, ia sudah bukan Vanila Amyta lagi. Ia akan menyandang nama Ega Prayogi sebagai suaminya.Matanya memejam. Secepat itu pu

  • Istri Warisan    Bukan Suara Kekasih

    -Bukan Suara Kekasih-Vanilla masih di dalam kamar. Suara itu jelas bukan suara Ega. Ia hanya memandang gelisah neneknya. Neneknya yang sedari tadi menemaninya di kamar mulai merasa ada yang janggal. Neneknya mengintip di celah pintu kamar dan memastikan bahwa itu bukan Ega."Itu siapa, Van? Yang mengucap ijab qobul tadi bukan Ega."Lalu belum pertanyaan neneknya terjawab, juga pertanyaan dalam benak Vanilla, beberapa orang wanita sudah datang menjemputnya untuk keluar dan duduk bersanding di kursi berpita putih dengan 'suami sahnya'.Vanilla seperti berjalan di tepian dengan beling-beling menancap di kakinya. Dia terus memandang belakang tubuh pengantin prianya. Dan itu memang bukan Ega. Semua tamu seperti tersihir, tak ada satu pun yang mempertanyakan kenapa wajah suaminya berganti dengan lelaki lain. Kenapa tidak ada yang merasa aneh?Ketika sudah semakin dekat, Vanilla akhirnya bisa melihat dengan jelas siapa lelaki itu. Lelaki y

  • Istri Warisan    Pengantin Tak Diinginkan

    -Pengantin Tak Diinginkan-Mobil merah SUV Kian melesat membelah keramaian malam Minggu itu. Vanilla melihat dari balik kaca kursi penumpang depan, banyak pasangan kekasih yang tengah menghabiskan hari mereka dengan kencan romantis. Pemandangan itu semakin mengiris perih hatinya. Ia mencuri pandang lelaki di sebelahnya. Kian menyetir mobil dalam diam. Pandangannya terfokus ke depan. Tak menggubris sama sekali kehadiran Vanilla. Bukannya Vanilla ingin digubris, hanya saja suasana di dalam mobil sama seperti di kuburan. Hening dan mati.Perempuan itu kembali memandang ke jalanan sambil tangannya menopang wajahnya. Selesai ia menanggalkan gaunnya, neneknya datang dan berkata, "Apa pun yang terjadi, Kian sudah menjadi suamimu. Memang sudah sepantasnya kita pindah dari rumah yang dibeli Ega ini." "Iya, Nek. Kupikir juga begitu."Neneknya membantu melepas jepitan yang trsisa dari rambut Vanilla. "Ayahmu, maksud Nenek, Bagas ingin be

Latest chapter

  • Istri Warisan    Telepon Pagi Buta

    -Telepon Pagi Buta-Vanilla terbangun di tengah malam. Obat biusnya sudah tidak berefek lagi. Sekarang kakinya ngilu dan perih. Ia sedikit mengerang kesakitan. Perempuan itu segera menutup mulutnya ketika dari belakang punggungnya, ia melihat Kian tengah lelap tertidur. Vanilla berusaha bangun, ingin bersandar dan mencari minum. Tangannya meraih nakas di samping tempat tidurnya. Tiba-tiba suara Kian menghentikannya. "Kau akan mencelakai dirimu lagi jika seperti itu."Vanilla menoleh ke belakang punggungnya. Kian sudah bangun sambil bersila menghadapnya. "Aku bisa sendiri. Apa yang bisa terjadi lagi jika aku sudah di fase terburuk begini," sanggah Vanilla keras kepala sambil mengulurkan tangannya lebih jauh. Vanilla terperanjat ketika merasakan tubuh Kian berada tepat di belakangnya dan tangannya panjang terulur. Kian dengan mudah meraih gelas berisi air dan mengangsurkannya kepada Vanilla. Vanilla hanya terbelalak, merasakan jantungnya berdenyut dengan sangat keras. Tapi ia berkata

  • Istri Warisan    Pulang

    Mereka kembali ke hotel. Masih tetap dengan berdiam seribu bahasa. Hotel menyediakan kursi roda untuk Vanilla. Petugas hotel juga menyambut mereka berdua di depan pintu lobi hotel. Kian mendorong kursi roda Vanilla ke kamar. Ia membaringkan Vanilla di ranjang. Berhati-hati agar tidak menyentuh luka Vanilla. Kian berjalan menuju lemari untuk berganti baju, namun tiba-tiba Vanilla berkata, "Kita pulang saja."Kian langsung berbalik memandang Vanilla, sedangkan perempuan itu mengalihkan pandangan dari suaminya. "Tunggu lukamu mengering," ucap Kian datar."Lebih baik aku di rumah. Daripada di sini tapi tidak bisa ke mana-mana." Vanilla menunggu reaksi Kian. Ketika Kian tidak berkomentar, ia melanjutkan."Biaya hotel, kan juga tidak murah. Kita bisa minta refund, kan."Kian mendekati Vanilla dengan langkah tegap. "Kau meremehkan kekayaanku? Kau pikir hanya Ega yang bisa menginap di hotel seperti ini?""Bukan begitu. Hanya saja sepertinya level kesialanku sudah melebihi batas. Aku tidak mau

  • Istri Warisan    Daging yang Terkoyak

    Ia langsung memakaikan dress itu dari atas kepala Vanilla. “Biar aku saja, Ki,” ucap Vanilla walaupun tangannya otomatis terangkat agar dress itu bisa menutupi tubuhnya.“Aku sudah bilang jangan mendebat.”Dua orang lelaki mengetuk pintu. Kian membukakan pintu, menjelaskan secara singkat apa yang telah terjadi. Mereka langsung bekerja. Membereskan segala yang porak poranda. Mungkin para petugas cleaning service itu berpikir. Wah baru kali ini mereka menemukan honeymoon yang seharusnya romantis menjadi sebuah bencana penuh darah dan rasa sakit. Kian mengambil alat P3K dari troli cleaning service. Menyalakan senter ponselnya dan memegang pinset kecil. Vanilla mengambil ponsel dari tangan Kian, “Biarkan aku yang membawa ponselmu.” Perempuan itu mengarahkan sinar senter ponsel ke lukanya. Vanilla bergidik ngeri melihat lukanya sendiri.Kian berjongkok di samping Vanilla. Mengambil pecahan-pecahan gelas yang masih ada di dalam lukanya. “Lukamu cukup dalam. Kita ke rumah sakit saja. Pecah

  • Istri Warisan    Honeymoon Sendu

    Sejak dulu Vanilla suka naik kereta. Ia juga yang mengusulkan kepada Ega tentang honeymoon ke Jogja naik kereta. Dan di sinilah sekarang Vanilla dan Kian. Stasiun Kota yang akan membawa mereka ke Jogja. Kereta melaju kencang. Vanilla dan Kian duduk berdampingan di kursi eksekutif. Tak banyak yang bisa diceritakan walaupun ia dulu adalah teman SMA Kian dan sekarang menjadi suami istri.Mereka sampai di hotel bintang 5 di sekitar Malioboro. Mereka check in. Kamar di hotel ini sangat susah didapatkan. Memang karena letaknya yang strategis dari pusat-pusat wisata. Jadi, dulu Ega booking kamar jauh-jauh hari."Pemesan atas nama Ega, Mbak," ucap Vanilla kepada resepsionis.Seorang wanita muda tersenyum dari balik meja. "Baik akan saya cek terlebih dahulu." Wanita muda itu menatap layar komputer di mejanya dan menggerakkan mouse. "Sudah terkonfirmasi."Vanilla bertanya kepada resepsionis, "Mbak, apakah ada kamar kosong yang lain?"Wanita muda di balik meja melihat komputernya lalu berkata,

  • Istri Warisan    Bungkus Apapun yang Kau Sentuh

    Kian berkendara membelah kemacetan yang selalu lekat dengan kota ini. Mereka sampai di depan mall yang memiliki banyak butik-butik dengan barang-barang branded dan mahal.Vabilla bertanya, "Untuk apa kita ke sini?" Ia melangkahkan kaki keluar mobil begitu pintu dibukakan oleh Kian.Kian menjawab, "Berkencan."Vanilla menginjak kaki Kian keras. "Aku tidak mau kencan denganmu.""Sayang sekali. Padahal ribuan perempuan lain rela mengorbankan apapun yang dimiliki agar bisa berkencan denganku," ucap Kian bangga."Yang pasti itu bukan aku."Kian memandu Vanilla menuju salah satu butik. Mereka masuk ke dalam. Salah seorang wanita cantik dan rapi menyambut mereka. "Ingin mencari apa, Ibu? Akan saya bantu memenuhi keinginan Ibu dan Bapak."Kian menjawab, "Bawakan gaun, blouse, dan celana untuk istriku."Vanilla memelototi Kian. Ia berbisik, "Aku tidak butuh pakaian, Kian. Ayo kita pergi saja." Vanilla tidak pernah masuk ke butik ini. Pelayanannya yang memuaskan sebandihg dengan harga yang haru

  • Istri Warisan    Kian dan Kisah Patah Hatinya

    -Kian dan Kisah Patah Hatinya-"Kau mau ke mana?" tanya Vanilla."Aku perlu ke kantor karena selama satu minggu ke Jogja," ucap Kian.Vanilla berseloroh, "Seorang bos juga perlu ke kantor?" Dulu Anin pernah bercerita bahwa Kian mendirikan perusahaan periklanan yang sekarang menjadi sangat besar. Perusahaan Kian berada di pusat kota dengan gedung kantor yang tinggi menjulang. Ia selalu berhasil menjalin kontrak dengan perusahaan besar juga dengan artis-artis papan atas. "Kau pikir bos malah bisa berleha-leha di rumah?"Vanilla mencibir, "Ya tidak akan seberat pekerja seperti aku, kan.""Nah, tentang itu, lebih baik kau berhenti saja kerja di kafe," kata Kian tanpa menatap Vanilla. Ia tetap sibuk dengan sarapan dan tabletnya.Vanilla terkesiap. "Lho kenapa? Aku suka kerja di sana.""Sekarang kau istri Kiandio Reynand. Kau kan bisa membeli apa pun yang kau mau.""Tapi setahun lagi ketika aku tidak lagi menjadi istrimu bagaimana? Seperti katamu, aku membutuhkan uang untuk memeriksakan ne

  • Istri Warisan    Pertama Kali Seranjang

    -Pertama Kali Seranjang-Vanilla membongkar koper yang ditinggalkan oleh Pak Ujang di depan pintu kamar. Lemari built in di salah satu sisi dinding memuat banyak penyimpanan baju. Ia membuka salah satunya. Tak ada gunanya ia malu-malu di sini. Di salah satu pintu lemari, ia menemukan baju-baju lelaki yang digantung dengan rapi. Ia membuka pintu berikutnya. Bagian itu kosong. Entah sejak dulu memang kosong atau baru-baru ini dikosongi. Vanilla segera memasukkan baju-bajunya di sana dengan rapi. Vanilla berteriak ke arah kamar mandi, "Lemari kosong ini aku pakai, ya, Kian."Terdengar jawaban dari kamar mandi. "Pakai saja apa-apa yang ada di sana."Ia berkacak pinggang menatap lemari lalu berbalik. Kamar ini memang kamar bujangan. Dipan ranjangnya terbuat dari kayu keras yang dipernis gelap. Begitu pula lemari, meja nakas, juga gorden. Perpaduan antara warna coklat, hitam, dan abu-abu.Vanilla ingin s

  • Istri Warisan    Surat Wasiat Ega

    -Surat Wasiat Ega-Kian berkata setelah mengembuskan napas keras. Kedua bola matanya tak tenang. Bergerak dengan gelisah. "Ega sakit."Vanilla mengerutkan kening. "Sakit apa maksudmu?""Kalau kau tunangannya saja tidak tahu, bagaimana aku tahu?" Vanilla sudah membuka mulutnya untuk membalas ucapan Kian. Tapi Kian memotongnya dengan mengangkat tangannya ke depan mulut. "Aku hanya dihubungi oleh Ega dua hari sebelum pernikahan ini.""Kenapa dia tidak menghubungiku? Dan malah menghubungimu?" Vanilla memang sudah dua hari ini tak bisa menghubungi Ega. Seminggu sebelum pernikahan memang kepercayaan keluarganya bahwa calon pengantin tidak boleh bertemu dulu. Istilah yang biasa digunakan yaitu dipingit. Vanilla berkata, "Kami sudah menjalin hubungan selama 5 tahun. Tidak mungkin dia merahasiakan sesuatu dariku. Apalagi tentang penyakitnya. Apapun keadaannya aku pasti bisa menerimanya begitu pula Ega menerimaku.""La

  • Istri Warisan    Pengantin Tak Diinginkan

    -Pengantin Tak Diinginkan-Mobil merah SUV Kian melesat membelah keramaian malam Minggu itu. Vanilla melihat dari balik kaca kursi penumpang depan, banyak pasangan kekasih yang tengah menghabiskan hari mereka dengan kencan romantis. Pemandangan itu semakin mengiris perih hatinya. Ia mencuri pandang lelaki di sebelahnya. Kian menyetir mobil dalam diam. Pandangannya terfokus ke depan. Tak menggubris sama sekali kehadiran Vanilla. Bukannya Vanilla ingin digubris, hanya saja suasana di dalam mobil sama seperti di kuburan. Hening dan mati.Perempuan itu kembali memandang ke jalanan sambil tangannya menopang wajahnya. Selesai ia menanggalkan gaunnya, neneknya datang dan berkata, "Apa pun yang terjadi, Kian sudah menjadi suamimu. Memang sudah sepantasnya kita pindah dari rumah yang dibeli Ega ini." "Iya, Nek. Kupikir juga begitu."Neneknya membantu melepas jepitan yang trsisa dari rambut Vanilla. "Ayahmu, maksud Nenek, Bagas ingin be

DMCA.com Protection Status